Inilah kali pertama Mama tersenyum sejak Arsa terbangun dari masa koma nya. Walaupun senyum yang di tunjukkan bukan semata-mata karena ia bahagia oleh keadaan anaknya. Melihat Arsa yang sudah mau menerima suapan darinya itu sudah cukup membuat hati Mama tenang. Walaupun Arsa lebih banyak meminta minum dari pada makan.
Bukan hanya itu, Arsa sudah mau diajak ngobrol. Walaupun jawabannya hanya singkat tidak seperti Arsa dulu yang sangat cerewet (Jika di rumah).
Mungkin faktor perubahan ini datang dari Yasa yang pagi-pagi buta menjenguk sang sahabat. Entah motivasi apa yang didapatkan Arsa, tetapi sebelum Yasa pamit pulang teman Arsa itu mengatakan Arsa sedang ingin bubur ayam. Maka dengan segera Mama memenuhi permintaan itu, harap-harap suasana hati sang anak membaik.
"Makasih ya udah mau ngomong sama Mama." ucap Mama seraya menampil senyum hangatnya pada Arsa.
Sang anak hanya berkedip dengan wajah datarnya. Tetapi tangannya bergerak meraih pergelangan Mama untuk ia genggam. "Mama.. Arsa minta maaf udah cuekin Mama." ucapnya.
Lantas Mama menggeleng pelan. Diusapnya surai sang anak agar tenang. Tentu saja Mama paham bagaimana situasi saat itu dan memaklumi apa yang Arsa lakukan kemarin.
Bagaimanapun menerima kenyataan yang tidak kita inginkan itu sakit.
"Mama gak apa-apa, Nak.."
"Mulai sekarang.. apa-apa cerita sama Mama ya? kalau ada sesuatu yang mengganjal disini–" ucap Mama menunjuk tepat di dada Arsa "–harus cerita ke Mama. Jangan dipendam, oke?"
Arsa mengangguk pelan sebagai jawaban. Jika dilihat dari sorot matanya Arsa dapat menangkap bahwa Mama pun turut kecewa tentang keadaannya, kini hidupnya hanya akan terus melibatkan orang-orang dan Arsa sangat tidak suka itu.
Jika saja Yasa tidak datang dan memberikan nya petuah pagi mungkin Arsa akan semakin terpuruk hari ini. Untung saja Yasa merupakan tipe teman yang baik dan dapat diandalkan dalam situasi apapun, bahkan ia bisa membuat Arsa yang sudah terpuruk jauh bisa bangkit walaupun belum sepenuhnya.
Arsa masih mendalami perkataan Yasa pagi itu yang benar-benar membuat pikirannya melebar luas. Pagi itu Yasa datang membawa sebungkus soto betawi yang masih hangat hasil meminta kepada sang abah yang memang menjual sarapan pagi.
Yasa dengan iktikad baiknya benar-benar masuk kedalam kamar itu walau tidak ada jawaban saat dipanggil. Sebelumnya ia sudah mendengar penuturan Bima yang sudah putus asa, Yasa hanya bisa menepuk pelan bahu kakak dari sahabatnya tersebut. Tidak ingin ikut campur atau menasihati Bima karena ia yakin Bima pasti sudah paham.
Tetapi Arsa, ia harus diberi perhatian lebih. Karena ia adalah korban. dan Yasa yakin ia belum siap menerima semua kenyataan ini.
"Sa, gue tau lo dengar.."
"Kemarin gue sama anak-anak tanding tanpa lo. Cuma dapat juara 2. Lo tau gak kenapa?"
"Karena kami khawatir sama lu udin! kami khawatir sama si kapten! dengar lo baru sadar pas banget kita mau tanding, gue pikir lo bakal datang atau telepon gue."
"Pulang tanding gue langsung cari tau lo dan ternyata lo udah balik ke rumah."
"Gue ketemu bang Bim. keadaannya hancur banget, gak jauh beda sama bokap dan nyokap lo."
"Sa, gue tau lo sakit. Gue tau lo belum bisa terima semua ini. Gue tau lo bingung, bimbang, tentang apa dan siapa yang harus lo salahin."
"Sa.. kita emang belum kenal lama. Mungkin aja gue belum tau sifat lain yang ada di diri lo."
"Tapi gue yakin. Arsa yang selama ini gue kenal gak mungkin menyerah gitu aja. Gak mungkin egois tiap hari."
"Sa, lo boleh marah. Lo boleh sedih. lo boleh kesel. tapi jangan lama-lama, ada hal menarik lain di masa depan sa.. dan lo harus lihat itu"
"Masa depan gue udah hancur yas.. Gue udah gak bisa apa-apa." potong Arsa. Bersamaan dengan deru nafasnya yang mulai tidak teratur.
"Terus tadi apa? egois? Lo pikir gue kaya gini karena gue egois?" lanjutnya.
Yasa menggeleng pelan. Kini ia berjalan untuk lebih dekat kearah Arsa. Ia menduduki dirinya diujung kasur milik sang sahabat.
"Sa.. Bukan cuma lo yang sedih dengan semua kejadian ini. Bokap Nyokap lo, abang lo, gue dan anak-anak lain juga sedih sa.."
"Tapi ada hal lain yang bikin kita sedih. Yaitu keputusasaan lo ini. Jangan ngira kami gak ikut sakit sa."
"Sekarang, udah saatnya lo bangkit. Gue tau sulit tapi lo harus coba buat terima kenyataan sa.."
"Sa lo paham kan? gue ngomong gini karena gue gak pengen kapten gue terpuruk lebih dalam."
Finalnya. Yasa diam, membiarkan suasana kamar itu hening sampai-sampai suhu ruangan itu terasa lebih dingin.
"Gue bawain soto betawi. Hasil ngemis ke abah, jadi wajib dimakan." ujar Yasa takut-takut akan di tolak. Tetapi jawaban Arsa selanjutnya membuat Yasa tersenyum simpul.
"Padahal gue lagi pengen bubur ayam!"
🔸🔸🔸
Dihari yang sama Bima berniat untuk tidak sekolah hari ini. Kemarin malam dirinya benar-benar tidak bisa menahan lagi. Pikirannya penuh sampai-sampai ia tidak bisa menjabarkannya satu-persatu.
Hingga sakit kepala itu muncul kembali. Kepalanya terasa di banting keras kearah tiang, lantai dingin yang ia pijaki terasa bergerak cepat. Bima tidak bisa membayangkan jika kemarin Ayah tidak masuk ke kamarnya.
Bima masih ingat bagaimana wajah panik Ayah saat menghampirinya yang sedang menarik keras rambutnya, dengan keringat dingin yang bercucuran. Ayah tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan obat sebagai penolong Bima.
Untungnya pusing itu kian mereda sampai pagi ini. Bima berjalan kearah dapur untuk melihat sarapan pagi ini, dilihatnya terdapat 3 kotak bubur ayam yang tersedia dimeja makan.
"Loh Ma, bukannya Mama gak suka bubur?" ucap Bima.
"Bukan untuk Mama, ini untuk Arsa. Kamu sama Ayah juga ada itu masing-masing dimakan ya!" ucap Mama dengan tangan yang memegang nampan berisi bubur dan segelas air putih. Buru-buru naik ke lantai atas dengan senyum yang merekah sempurna.
Belum sempat Bima mencerna Ayah sudah duluan memotong. "Alhamdulillah. Arsa udah mau makan, Bim"
Dalam hatinya ia bernafas lega sekaligus berucap syukur. Sedikit sesak didalam hatinya berkurang. Belum saja ia menyentuh makanannya, Bima turut mengikuti Mama.
Matanya melirik kearah pintu kamar Arsa yang terbuka setengah, melihat Arsa yang sudah mau disuapi oleh sang Mama rasanya Bima harus bersyukur berkali-kali.
"Padahal Yasa udah janji bawain bubur ayam loh Ma." celetuk Arsa dengan mulut yang masih terisi.
Sontak Bima mengulas senyum kecil. Adiknya kini sudah mulai banyak berbicara dan bahkan tertawa kecil bersama Mama. Rasanya itu lebih dari cukup untuk Bima saat ini.
Tiba-tiba saja Arsa menoleh kearahnya. Bima benar-benar terkejut, rasanya seperti maling yang tertangkap basah oleh pemiliknya.
Beberapa detik mereka beradu tatap dengan tatapan kaget Bima dan wajah datar Arsa.
Lantas Arsa membuang wajahnya. Melihat ke sembarang arah asal jangan kearah Bima. dan Bima bisa merasakan bahwa kehadirannya tidak diinginkan saat ini.
🔸🔸🔸
💚
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAKA
FanfictionArshaka, Adik laki-laki hadiah istimewa dari Mama akan menjadi satu dari beberapa bagian penting dari hidup Bima. [BUKAN BxB] <1000 kata