6.

6.2K 698 2
                                    

"Sa.. sa.. berani-berani nya ya lu ngomong begitu didepan Kak Babas.."

Ya, Babas itu Baskara yang dimaksud oleh Yasa. Panggilan akrab nya jika berada disekolah.

"Ya terus gue harus apa kalau dipermalukan begitu?"

"Diem aja kek.. lu kayak gak tahu senioritas aja"

"Gue gak akan tinggal diam kalau dia bawa-bawa abang gue!"

"Serah lo deh, Sa. Pokoknya kalau ada apa-apa lo jangan ngadu ke gue.."

"Dih, siapa juga pengen ngadu sama elu.."

Kini mereka berada di salah satu toko perlengkapan olahraga, setelah Yasa mengatakan ingin membeli bola sebagai tambahan koleksinya dikamar dan Arsa sudah berjanji akan menemaninya.

Mereka berjalan mengelilingi toko-toko itu, sesekali Arsa melirik list harga yang tertera di pajangan toko. Bola matanya membulat sempurna melihat nominal-nominal itu, Arsa sangat ingin. Tapi ia tidak punya uang sama sekali, ia sangat boros dalam keuangan. Seperti yang kita tahu.

Tapi melihat Yasa yang membeli 2 bola sekaligus mampu membuat Arsa memiliki keyakinan bahwa temannya ini adalah seorang anak konglomerat, segala mengeluarkan kartu berwarna hitam. Arsa dibuat iri detik itu juga.

Setelah selesai berbelanja mereka tidak langsung pulang. Kali ini Arsa mendapatkan rezeki lebih untuk makan di restoran kesukaannya, ya.. walaupun setiap bulan ia juga makan disana bersama Bima tapi kali ini berbeda. Yasa akan mentraktirnya, sebuah kesempatan emas ingin memesan apa saja.

"Santai aja dong makannya. Gak akan gue minta" ujar Yasa melihat lahapnya Arsa makan ditengah keramaian restoran.

Arsa hanya mengangguk patuh, namun setelahnya ia terbatuk-batuk karena tersedak.

"Tuh kan, santai aja dong kapten..."

Pandangan Yasa beralih pada sekitar luar restoran. Terdapat beberapa meja yang diletakkan disana untuk tamu yang ingin berkencan seraya menikmati suasana luar.

"Eh, Udin. lu kapan kaya mereka?" tanya Yasa seraya menunjuk arah luar dengan dagu nya.

"Gue masih SMA banbang, gua maunya pacaran waktu kuliah aja. biar ada yang bantu skripsian" jawab Arsa.

"Itu namanya lo manfaatin pacar lo!"

Setelahnya Arsa hanya tertawa pelan kemudian melanjutkan makannya.

"Eh, sa. Itu Kak Babas kan?"

Yasa menunjuk kearah yang ia tuju. Menunjukkan posisi Baskara yang sedang duduk dengan seorang wanita dengan seragam sekolah yang sama dengan mereka.

Arsa melirik sejenak. Setelah memastikan bahwa itu kakak kelasnya, ia lanjut fokus pada makanannya. Tidak berminat sama sekali dengan apa yang dilakukan oleh orang itu.

"Pacar nya kali, ya?"

"Ya kali. Mana gua tahu"

|
|
|


"Abang!"

Pundak yang sebelumnya merosot kini bangkit seketika. Mata Bima yang sebelumnya mengantuk kini terbuka lebar akibat ulah Arsa yang tiba-tiba masuk kedalam kamar nya.

"Nih, udah jadi"

Arsa menyerahkan satu lembar kertas desain dari nya. disudut kertas itu sudah ada wajah tampan Bima dengan tubuh yang berbalut almamater sekolah kebanggaan. Tahun ini dirinya akan mencalonkan diri sebagai ketua OSIS, dan brosur ini akan menjadi satu dari beberapa bagian promosinya untuk mencalonkan diri esok hari.

"Soft filenya nanti gue kirim ke email lu" lanjut Arsa.

"Makasih adekku sayang!" Bima memeluk adiknya dengan erat, bahkan sampai membuat kertas itu lusuh akibat terhimpit badannya.

Sedangkan Arsa hanya bisa pasrah karena badannya sudah terlampau lemas di dekap Bima dengan erat.

"Bima! Arsa! Makan kebawah!"

Teriakan Mama akhirnya bisa melepas dekapan itu. Arsa meraup banyak-banyak oksigen lalu mulai menjalankan aksi balas dendam dengan menendang bokong sang abang hingga Bima hampir saja terpental ke lantai.

"Kabur!!"

"Arsa! tak patut nih bocah!"

Suasana makan malam itu hanya diisi oleh Mama, Bima dan juga Arsa. Ayah masih berada di kantor dan mengatakan akan pulang sebentar lagi. Tapi itu tidak menjadi alasan keadaan menjadi hening, justru lebih heboh karena tidak ada Ayah yang marah jika ribut saat makan.

Lihat saja Arsa yang sudah menjahili abangnya dengan merebut paha ayam yang berada diatas piring Bima, padahal dirinya belum menyentuh makanannya sedikitpun.

"Abisin dulu makanan lu,tuh!" ketus Bima.

Mama yang berada dihadapan mereka hanya sebagai penonton keributan kedua anaknya, sesekali menambah lauk atau nasi untuk Bima dan Arsa.

"Arsa, habisin dulu makannya,dek.." ujar Mama, karena melihat Arsa tak berhentinya mengganggu Bima.

Arsa mengangguk sambil terkekeh kecil. Tiba-tiba ia teringat sesuatu yang membuat dirinya menghentakkan sendok itu dan membuat Bima tersedak.




uhuukk uhukkk..



"Minum dulu, Bim.." ucap Mama menyodorkan satu gelas penuh air putih.

"Batuk pak haji?" Nada bicara itu benar-benar membuat Bima kesal tapi ia harus tetap sabar karena dihadapannya ini ada Mama. Ia akan balas dendam nanti.

"Arsa mau ikut lomba, Ma. Mewakili sekolah!" Pekik Arsa dengan semangat yang membuat sudut bibir Bima yang sebelumnya mengerucut kini mengumbar senyum.

"Oh ya? Bagus itu. Jadi harus banyak latihan dong?" Jawab Mama.

"Iya Ma, kemungkinan tiap pulang sekolah bakal latihan terus sampai sore"

"Asal jangan sampai malam kaya kemarin."

Ucapan itu bukan dari Mama ataupun Bima. Itu dari Ayah yang seketika datang dari arah pintu masuk rumah. Arsa tidak lagi mengatakan apa-apa, ia menyandarkan dirinya di kursi sedangkan Ayah sudah berlalu dari sana menuju kamar untuk bersih-bersih.

Tiba-tiba keadaan menjadi hening. Arsa sedikit menunduk seraya menatap setengah makanannya yang belum habis.

Bima menghela napas, melihat perubahan sikap Arsa setelah mendengar penuturan Ayah tadi. Adiknya memang gampang terbawa omongan, dan dengan mudahnya putus asa.

Bima meraih tangan Arsa dengan lembut, beberapa kali mengusap telapak tangan itu agar adiknya tenang.


"Arsa hebat ya? semangat adek abang.."







💚

ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang