Juni, namaku Jo

345 48 0
                                    


Cukup lama Juni terdiam memandangi rumah barunya. Rumah itu bentuknya sederhana, tetapi masih terlihat elegan bagi orang-orang yang memandanginya. Halaman rumahnya pun dihiasi dengan banyaknya tumbuhan sehingga rumah itu terlihat sangat nyaman untuk ditempati, itu baru halaman depannya saja, dan kata bunda, halaman belakang jauh lebih luas dan rindang dari ini.

"Ayo masuk," tukas bunda seraya mendorong kursi roda yang dinaiki Juni secara perlahan, sedangkan ayah sibuk mengurus barang-barang anak itu yang dibawanya dari panti. Barang milik Juni tidak banyak, namun ada beberapa buku tentang astronomi, dan sebuah teropong jarak jauh yang kelihatannya sudah agak tua. Ada sebuah nama terukir di sana, tetapi tidak terbaca dengan jelas oleh ayah. Ada juga sebuah gambar yang dilaminating dan diberi bingkai, di sana tertulis nama Arya dengan jelas.

"Juni punya saudara?" tanya ayah penasaran.

Bocah itu menggeleng. Lebih tepatnya dia tidak tahu. Karena sedari dulu keluarganya adalah penghuni panti tempat ia kecil dan dibesarkan.

"Terus, Arya siapa?"
Perlahan raut Juni berubah sendu, ia menundukkan kepala dan memainkan jemari tangannya. "Arya itu temen Juni di panti, dia suka ngegambar, dan gambar yang ada di bingkai itu satu-satunya gambar yang Juni punya. Arya bikinnya pas Juni lagi sedih."

"Sekarang Arya di mana?" tanya bunda ikut penasaran pula. Dari mimik wajah yang anak itu perlihatkan, bunda paham betapa berharganya Arya untuk Juni.

"Nggak tau, terakhir Juni ketemu Arya pas usia kami enam tahun. Arya udah diadopsi lebih dulu, dan semenjak itu Arya nggak pernah lagi datang ke panti," jelas anak itu dengan nada rendah. Dia sangat merindukan temannya itu. Kala anak-anak lain menjauhinya pas tau Juni enggak bisa lagi jalan, Arya justru lebih memperhatikannya dan membantu ibuk panti merawatnya dengan baik.

"Padahal Arya udah janji sama Juni,  Arya bilang bakalan rajin ngirimin Juni surat, tapi nyatanya enggak ada. Arya udah lupain Juni," ujar anak itu masih saja sedih.

Bunda menghela napas dan mengusap surai anak itu dengan lembut. "Nanti kalau udah waktunya, Arya sama Juni pasti ketemu. Juni jangan sedih lagi, kan nanti ada Jo, abang Juni."

"Abang?" tanya Juni kebingungan. Pasalnya, sewaktu di panti tadi ayah bilang kalau dia dan Jo seumuran?
"Iya, soalnya Jo lebih tua dua bulan dari Juni, hehe."

"Oh, begitu. Juni paham," balasnya seraya mengangguk-anggukkan kepalanya.

☆☆

Ketika pertama kali melihat Jo, awalnya Juni merasa gugup. Pasalnya, Jo hanya diam sewaktu melihat dirinya. Anak itu berkacamata, dan tatapannya kelihatan seram kalau enggak lagi tersenyum. Juni pikir Jo tidak suka padanya, sama seperti teman-temannya di panti karena menganggap bahwa Juni sangat menyusahkan mereka.

Juni juga penasaran, apa yang Jo pikirkan tentang dirinya, namun semakin dipikirkan semakin membuat Juni merasa takut. Bagaimana bila Jo menyuruh kedua orang tuanya untuk membawanya kembali ke panti?

"Juni, ya? Kenalin, nama aku Jo. Kata bunda, aku tua dua bulan dari kamu. Berarti aku abang kamu dong. Hmm, tapi kita keliatannya seumuran, panggil aku Jo aja deh kalo gitu, hehe," ujar Jo sukses membuat Juni terdiam seketika. Belum lagi mata Jo yang terlihat seperti bulan sabit ketika ia tersenyum. 

"Aku Juni, salam kenal, Jo," balas Juni terdengar canggung.

Bunda hanya tersenyum melihat interaksi kedua anak tersebut. Awalnya Bunda sempat khawatir Jo sulit menerima Juni, tetapi kalau diperhatikan, tampaknya mereka akan menjadi saudara yang saling melindungi satu sama lain.

Dirgantara Juniar (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang