Dia Arya

167 27 0
                                    

Ketika Jo mendorong kursi roda milik  Juni ke atas travelator, tiba-tiba seseorang berjalan dengan terburu-buru, dan tanpa sengaja menubruk kursi roda yang tengah dinaiki oleh Juni, taruna itu sempat terguncang sedikit, beruntung Jo bisa menahannya dengan kuat. Netra anak itu nyalang di balik kacamata yang tengah ia kenakan, Juni ingin memaki, tetapi dia masih tau bagaimana cara berperilaku di tempat umum.

"Lain kali hati-hati woi," tukasnya dengan nada agak tinggi, orang itu sempat menoleh sekilas, lantas pergi begitu saja tanpa meminta maaf.

"Dia kenapa, sih? Aneh banget," rutuk Juni kepada Jo.

Jo hanya mengendikkan bahunya lantas kembali mendorong kursi roda milik Juni ketika mereka sudah sampai di tempat tujuan.

Hari ini gramedia terlihat sangat ramai dari biasanya. Juni langsung saja memutar roda kursinya menuju buku fiksi fantasi, sedangkan Jo sibuk memilah-milah pulpen di tempat alat tulis berada.

"Jo, menurut lo novel ini bagus, nggak?" tanya Juni tiba-tiba menyodorkan sebuah novel fantasi ke arah Jo. Taruna itu membalik novel tersebut dan membaca sinopsis singkat yang terletak di bagian belakang novel tersebut.

"Dari sinopsisnya sih menarik, kovernya juga keliatan elegan gitu, tapi gue nggak tau juga, sih."

"Firasat gue bilang ini novelnya emang bagus," ujar Juni dengan yakin.

"Emang bagus," tukas seseorang membuat Jo dan Juni langsung menoleh ke sumber suara.

Sang empu suara terlihat cuek dan malah sibuk dengan kuas-kuas yang ada di tangannya. Wajah orang itu dihiasi percikan cat yang mulai mengering, telapak tangannya juga bernasib sama. Hanya saja lebih parah daripada yang mengenai wajahnya. Akan tetapi, wajah dan pakaian yang dikenakan orang ini terlihat tidak asing.

"Tunggu, lo bukannya yang nyenggol kursi roda gue tadi pas di travelator?" tanya Juni memastikan.

Taruna itu melirik Juni sekilas, lantas berpaling lagi. "Sorry," ujarnya singkat.
Juni mengeram, anak itu mengepalkan kedua tangannya di atas pegangan kursi roda. Setidaknya ucapkan kata itu dengan benar. Bukan cuma maaf doang.

"Gue hampir aja jatoh, dan lo cuma bilang maaf?"

Pemuda itu berdecak, ia menghentikan aktivitasnya memilah-milah kuas. Anak lelaki di hadapannya ini rupanya sangat  menyebalkan. "Terus lu maunya apa? Gue udah minta maaf, gitu doang kurang? Apa perlu gue berlutut di kaki lu sekarang juga?"

"Bukan yang kayak gitu gue minta, seenggaknya bilang maaf dengan benar."

"Oke, gue minta maaf, tadi itu gue buru-buru. Maaf kalo gue hampir bikin lu celaka," ujar taruna itu mengalah. Biar gimana pun sikapnya di travelator tadi memang sudah sangat keterlaluan.

"Nama gue Juni, nama lo siapa?"
Lelaki itu terpaku seketika. Nama itu terdengar tidak asing di telinganya.
"Arya," balas anak itu cepat.

Kini gantian Juni yang terpaku. Arya, benarkah dia orang yang selama ini Juni cari tahu keberadaannya?

"Panti asuhan Jingga Baskara, lo inget?"
Arya meremas jemari tangannya, ia hampir saja menitikkan air mata kalau tidak ingat tengah berada di mana. Lelaki itu menunduk dan menatap wajah Juni dengan lamat. Masih sama, wajah itu tak menua sama sekali.

"Lu Juni? Juni temen gue?" tanyanya dengan nada yang sedikit bergetar.

Bertahun-tahun lamanya, dan baru kali ini mereka bertemu kembali.

"Kenapa lo nggak pernah datang lagi ke panti?"

"Karena gue enggak suka tempat itu, dan sekarang gue makin nggak suka," tuturnya. "Gue pamit dulu," sambung Arya lagi, anak itu meninggalkan kuas yang telah ia pilah dan pergi begitu saja, padahal ada banyak hal yang ingin Juni ceritakan padanya, termasuk bagaimana ia mengenal Jo dan keluarganya.

Dirgantara Juniar (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang