Benar

33 10 0
                                    

    Ingin rasanya Mars menimpuk kepala Ray dengan cup cokelat panas yang dia pegang. Lelaki itu tak memperbolehkan—atau bahkan mengantarkannya pulang. Ray malah membawanya ke taman kota. Jika Mars mengungkit-ungkit bahwa sekarang sudah malam, maka Ray akan mengungkit-ungkit janjinya tadi. Mars sungguh dibuat terdiam setiap kali Ray membuka suara.

    "Tadi saya nggak sengaja liat pesan cowok kamu sebelum kamu banting HP."

    Mars yang tadinya menatap lurus ke depan langsung menolehkan kepalanya. "Apa lo bilang?"

    "Pesan."

    "Lo ngintip ya?!" Mars menunjuk Ray tepat di mukanya membuat lelaki itu menghela nafas.

    "Kamu 'kan di samping saya, mana mungkin saya nggak lihat, apalagi kamu baca pesannya nggak di dalem hati."

    Mars membenarkan ucapan Ray di dalam hati. Benar juga, tadi Ray di sampingnya, terlebih lagi Mars membaca pesan itu lirih dan pasti sampai ke telinga Ray. "Lo baca bagian mana?"

    "Maaf ya jalannya gue batalin. Soalnya ada les musik."

    Mars meremas cup kosongnya, matanya menatap nyalang Ray. "Treus?"

    "Ya terus opini saya pasti rencananya kalian jalan malam ini, tapi dia batalin karena mau les musik. Makanya saya ajak kamu kesini, biar mood kamu balik lagi. Pastikan mood kamu jelek karena dia tadi."

    Perlahan remasan di cup minuman Mars melemah, matanya menatap manik mata Ray. Banyak hal tentang Ray yang selalu membuat Mars ingin mengenal sosok Ray sekaligus pergi jauh-jauh dari Raga yang bersinar itu.

    "Laki-laki yang nggak bisa nepatin janjinya nggak usah dipertahanin. Janji begini aja nggak bisa dilakuin, apalagi hal besar. Udah gitu dia ingkar alasannya cuma karena les musik. Bukannya itu bisa lain waktu ya?"

   Perkataan Ray terngiang, menusuk-nusuk hati Mars sampai terasa nyeri.

   Ray benar.

Mars Salah Sasaran (Short Story✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang