Mars menatap kedua sahabatnya dengan gelisah. Jeni dan Vani sedari tadi hanya menatapnya dengan intens tanpa mencoba berdiskusi seperti yang Mars butuhkan. Vani akhirnya mendengus kesal. Membuat fokus Jeni beralih pada gadis itu, bukan lagi pada Mars.
"Kenapa, Van?"
Vani tersenyum miring. "Kayaknya kita emang harus nginterogasi Mars kayak rencana kita semalem."
Jeni terkekeh sinis. "Lo yakin Mars bakal sadar?"
Vani mengangkat bahunya. "Mene ketehe, secara lo tahu 'kan Mars suka main-main sama cowok? Bisa aja perasaannya juga main-main."
Mars melempar dua bantal di sampingnya ke wajah Jeni dan Vani. "Lo berdua ngomongin gue kayak nggak ada gue di sini aja! Gue denger bego!"
Jeni menatap sinis Mars. "Daripada marah-marah, mending lo duduk anteng pikirin jawaban buat pertanyaan kita."
Mars menautkan alisnya. "Kok jadi ngatur-ngatur?"
"Ya lo mau kita bantu enggak?!" tanya Vani dam Jeni kompak membuat Mars memilih mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
"Gimana?"
Mars menatap Vani kesal. "Gimana apanya?"
"Setuju nggak?"
Dengan berat hati Mars mengangguk, "Yain biar cepet."
Jeni dan Vani spontan saling berpelukan sambil bersorak kegirangan. Hal itu tentu membuat Mars semakin menatap aneh keduanya.
"Sebenernya gue mau diapain, sih? Mendadak gue kok ngeri sendiri ya."
Jeni melepas pelukannya pada Vani. Gadis itu mengisyaratkan Mars agar diam dengan tangan kanannya. Dan lagi-lagi dengan berat hati Mars diam.
"Oke kita mulai. Janji dulu jawab sejujurnya!"
"Hemm."
"Lo ada rasa sama siapa?"
Mars merasa pasokan udara disekitarnya seakan menipis mendengar pertanyaan itu. Oke, dia tahu Vani dan Jeni akan menanyakan hal-hal aneh padanya.
"Jawab jujur Mars." Jeni menatap Mars dengan serius.
"G-gue, em ... apa ya? Gue suka ngerasa degdegan kalau di-chat Bintang. Gue selalu ngerasa meleleh sama perhatian-perhatian kecil dari Ray. Tapi gue nggak suka Bintang di sekolah, sok-sokan nggak kenal!" Mars mendengus kesal. Sejujurnya ada rasa malu saat mengungkapkan hal itu.
Jeni tersenyum tipis. "Lebih ngerasa nyaman sama yang mana?"
"Bintang," jawab Mars lirih.
"Alasannya?" Mars melirik Vani sekilas. Gadis itu sibuk memakan jajan yang tadi Mars bawa.
"Setiap deket Ray, gue suka ngerasa nggak pantes aja. Ray itu terlalu baik buat gue. Ya ... kayak yang kalian tahu kenapa gue ngegagalin misi Z yang kalian berdua buat." Mars memutar bola mata malas
"Yang katanya bertujuan untuk membantu Tuan Ray yang terhormat dalam misinya mendekati Mars yang cantik jelita ini!" Jani dan Vani terkekeh geli. Mereka tahu Mars sangat tidak suka jika dijodoh-jodohkan. Terlebih lagi dengan Ray, karena begitu terlihat jelas kebaperan Mars selalu terkalahkan dengan pikirannya sendiri jika Ray terlalu baik untuk Mars yang tidak pernah serius dengan laki-laki.
"Terus kalau sama Bintang, kenapa lebih nyaman?"
Mars nyengir kuda. "Gue selalu ngerasa Bintang itu nyambung diajak ngobrol. Terus ... romantis, walau kadang alay sih hehe. Pengertian, sama sebenernya kayak si Ray. Tapi Ray terkesan maksa, walau ujungnya bikin baper, tapi tetep aja gue nggak suka!"
"Jadi ...?"
Mars menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangannya. "Ya itu masalahnya, gue nggak tahu! Apalagi Bintang aneh banget! Di-chat playboy-nya nauzubillah, lah di sekolah? Dichat cerewetnya ngalahin terompet tahun baru, lah di sekolah?"
Mars menatap Jeni dan Vani yang terdiam. "Kalian tahu 'kan maksud gue? Gue udah baper sama Bintang di-chat huaaa gue harus gimana?" Mars menendang-nendangkan selimut pink yang dipakai sebagai alas duduk di kasur Vani.
"Selesain nanti pukul 7 langsung sama orangnya. Yang jelas, gue sama Vani udah ngasih sedikit pencerahan. Sekarang kita siap-siap. Gue bakal buat lo jadi princess satu malam!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mars Salah Sasaran (Short Story✔)
Ficção Adolescente[ L e n g k a p ] Berawal dari Mars yang ingin menggagalkan misi Z. Gadis itu mengikuti taruhan dengan kedua sahabatnya untuk bisa mendapatkan perhatian Bintang. Cowok cupu dan kutu buku yang identik dengan kacamata juga rambut belah tengah itu...