Di Nomor Duakan

31 7 0
                                    

    Mars menatap Ray dengan kesal. Lelaki baku itu masih saja mengganggunya. "Bisa nggak sih, nggak usah deket-deket gue?"

    Ray tersenyum miris. Akhir-akhir ini Mars semakin menjaga jarak dengannya, padahal beberapa hari yang lalu gadis itu mulai melunak. "Memangnya kenapa? Ada yang cemburu kalau saya deket-deket kamu?"

    Mars merotasikan bola matanya. Entah kenapa saat di dekat Ray, dia sudah tidak merasakan kenyamanan lagi. Karena belakangan ini yang menghantui pikirannya malah sosok Bintang, Bintang, dan Bintang.

Sial.

    "Ada! Ada yang cemburu!" Mars tidak yakin dengan jawaban spontannya. Memangnya siapa yang akan cemburu jika Ray mendekatinya? Nadia?

    "Siapa?" Ray semakin menundukkan kepalanya. Mencoba mensejajarkan wajahnya dengan wajah Mars.

    Mars mendadak cemas, sekarang dia harus menjawab apa? Masa Mars harus membocorkan rahasia Nadia pada Ray? Apalagi hanya demi mengelabuhi Ray, sosok yang disukai wakil ketua OSIS itu sejak masa MOS.

     "Pacar Mars."

    Tubuh Mars mematung. Ditatapnya Ray yang kembali menegakkan badannya. Lelaki itu menatap lurus ke sosok yang berdiri di belakang Mars, ada Jeni dan Vani di sana. "Emang Mars punya pacar? Setahu saya dia jomlo."

     Jeni tertawa kecil. "Wah, si Mars nggak ngasih tahu lo, ya? Dia baru aja jadian kemarin. Em ... 4 hari yang lalu." Jeni melipat kedua tangannya di depan dada.

    Ray tersenyum canggung. "Bener, Mars?" Mars mengangguk ragu hal itu membuat Ray menghela napas kasar.

    "Ohh gitu ya hehe. Maaf ya saya sering gang-"

    Ray mengerjapkan matanya beberapa kali saat Mars berjalan mendekatinya. Gadis itu tersenyum tipis. "Gue yang salah Ray. Gue yang harusnya minta maaf. Ngasih lo harapan, ya 'kan? Ya ... walau sebenernya lo yang maksa, tapi bodohnya gue nggak nolak segala bentuk perhatian lo." Mars memegang kedua pundak Ray, ditatapnya Ray dengan lembut.

    "Lo ganteng, lo pinter, seorang Ketua OSIS yang terkenal karena kebijaksanaannya, dan yang terpenting, lo itu baik .... Baik banget! Lo bisa dapetin cewek yang lebih dari gue, Ray. Yang bisa bales perasaan lo juga."

Nggak kayak gue.

    Ray tersenyum kecut. Dengan perlahan, diturunkan kedua tangan Mars yang berada di pundaknya. Digenggamnya dengan erat kedua tangan itu. Mata Ray sama sekali tidak beralih dari wajah Mars. "Saya tahu, saya nggak pantes buat kamu."

    Mars berdecak kesal. "Bukan lo yang nggak pantes buat gue, tapi lo terlalu baik buat gue, Ray." Mars menatap Ray, berusaha meyakinkan sosok tampan itu.

    Rau terkekeh geli. "Terserah kamu aja. Yang terpenting, kapan pun itu, saya masih ada buat kamu." Ray tersenyum tipis, diusapnya pelan puncak kepala Mars.

    "Kamu tahu, 'kan? Saya suka sama kamu, dan entah akan sampai kapan. Mungkin sampai saya sadar kamu itu udah ada yang punya. Tapi buat sekarang, saya masih belum sadar."

Anggap aja gue keterlaluan. Ini Ray lho yang gue sia-siain?! Most Wanted-nya SMA Bumi Pertiwi, apalagi dia tulus banget. Sial, gue kayak orang jahat. Ah, bukan kayak, tapi emang jahat!

     "Dan lagi, kalau emang saya sepinter yang kamu katakan, seharusnya saya nggak sesayang ini sama kamu. Saya nggak sesempurna itu." Ray mengusap pipi Mars lembut. Jelas sekali Ray kecewa. Dia kira Mars menerimanya. Lagipula, selama di sekolah dia tidak pernah melihat Mars bersama laki-laki lain, bahkan mendengar desas-desus Mars dekat dengan lelaki selain dirinya pun tidak. "Yah, tapi mau gimana lagi? Hati kamu nggak sama saya." Ray tersenyum lebar. Tapi matanya sarat akan kesedihan.

    "Saya pamit, bukan untuk menyerah, cuma untuk memberi kamu ruang. Ruang yang akan kamu isi dengan sosok yang kamu suka, bukan saya. Lagipula, perjalanan hidup saya masih panjang, ya, 'kan? Urusan hati bisa di nomor duakan."

Mars Salah Sasaran (Short Story✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang