Because

29 7 8
                                    

    Mars berjalan dengan sangat lambat saat turun dari mobilnya. Bagaimana tidak? Karena kedua sahabatnya yang sungguh ribet. Dia dianjurkan datang 10 menit lebih awal dari janjinya dengan Bintang. Dia membuka perlahan pintu kafe, terdengar dentingan lonceng kecil dari pintu membuat beberapa pasang mata pengunjung mengarah padanya. Mars acuh tak acuh, walau dia sedikit malu mengenakan dress merah maroon yang Vani pilihkan untuknya. Tapi, mau bagaimana lagi? Kata mereka ini demi dia juga.

    Gadis itu menatap sekelilingnya. Mars jadi bingung harus duduk di mana sekarang. Dengan ragu, dia menghidupkan ponsel dan mengirim pesan pada Bintang.

Anda
Gue udah sampai
Mau duduk di mana?

Bintang
Lah? Cepet amat?
Gue lagi di jalan
Tunggu bentar yaa

Anda
Iye iye nggak apa
Sans aja yang nyetir

    Mars berjalan pelan ke meja nomor dua. Dia memilih kursi sebelah kanan dekat jendela.

Bintang
Oke cin

Anda
Cin apa?!


Bintang
Cinta😶
Ya kali:V
Cin, bucin, lo kan bucin tuu

    Mars mengernyit heran. Dia kok baru sadar, ya? Bagaimana bisa Bintang menyetir mobil sambil membalas chatnya?

    "Fast respon bener. Ini cowok cari mati? Kalau gue jadi Bintang, mending gue cari wifi."

Anda
Ini HP dibawa siapa?!
Lo bukan Bintang kan!

Bintang
Gue Bintang✌
Gue berangkat ke kafe sama abang gue, dia yang nyetir bukan gue

Anda
Ohh

Bintang
Udah di parkiran

    Mars semakin dibuat heran. Saat dia menatap terus ke arah pintu masuk kafe, bukan sosok Bintang yang retinanya tangkap. Malah, dua sosok lelaki berjaket yang salah satunya terasa sangat familier baginya. Dan dia semakin kaget kaget saat dua sosok itu menghampirinya.

    "Lo siapa?!"

   "Sett dah ngegass." Mars bangkit dari duduknya, gadis itu balas menatap tajam sosok berjaket putih di hadapannya. "Gue manusialah."

    "Lo pindah deh, meja nomor dua udah gue booking sama pacar gue."

    "Enak aja! Meja ini udah di-booking temen gue!" Mars dibuat naik pitam.

Rese banget ini cowok! Main ngusir-ngusir!

    Kedua lelaki di hadapannya saling melempar tatapan. "Nggak usah ngada-ngada!"

    Mars menyipitkan matanya. Dia mengenali suara dan wajah lelaki tampan ini. Seperti ....

   "L-lo cowok rese yang ngelempar botol mineral ke kepala gue kemarin 'kan?!"

    Sekarang Mars bisa melihat lelaki berjaket putih itu mematung. Dia menatap Mars lebih intens dari tadi. Beberapa detik kemuadian dia terkekeh sinis. "Beda ya sama kemarin? Pakai celana training abu-abu sama kaus item."

    "Sabodo teing! Pergi lo huss! Temen gue udah mau dateng!" Mars mendorong pelan badan lelaki berjaket putih itu.

    Lelaki itu berdecak kesal. "Heh, denger ya cewek pendendam. Di sebelah gue ini pemilik kafe sekaligus Abang gue. Coba tanya ke dia siapa yang udah booking meja nomor dua ini."

    Mars melirik lelaki yang ia perkirakan berumur 25 tahun yang berdiri dengan tenang di samping lelaki berjaket putih itu. Tunggu, kata Bintang pemilik kafe itu adalah kakaknya, apa mungkin kafe ini dimiliki oleh dua orang? Atau, dua orang di depannya sedang mencoba mengibulinya?

    "Kak, temen saya udah booking meja nomor dua duluan, namanya Bintang. Dan kata Bintang, kakaknya yang punya kafe ini. Kakak partner-nya, ya?"

    Lelaki berjaket putih yang tadinya menatap kakaknya dengan cepat beralih menatap Mars. Lelaki itu membulatkan mata sepenuhnya. Raut terkejut itu jelas tertangkap matanya.

    "Kenapa? Nggak percaya? Nih." Mars memperlihatkan chat-nya dengan Bintang tepat di depan mata lelaki berjaket putih. Dan, raut terkejut itu semakin mendominasi wajah tampannya.

    "Bang?" Lelaki itu menatap kakaknya penuh tanda tanya.

    "Mene ketehe, katanya si doi pacar lo. Ya udah selesaiin sendiri, gue nggak tahu apa-apa." Pemilik kafe itu menepuk pundak lelaki berjaket dan berlalu pergi.

     Tinggalah Mars dan lelaki itu di sana. "Lo mau tahu siapa gue?"

    Mars menggeleng. "Nggak, buang-buang waktu aja. Gue tahu siapa elo, elo cowok rese yang sela-"

    "Gue Bintang yang lo maksud."

Mars Salah Sasaran (Short Story✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang