20

27.9K 2.2K 29
                                    

Arjuna Harvito Widiatmaja POV

Hari ini aku melalui kegiatan yang sama dengan Nada namun di tempat yang berbeda. Aku melalui acara pengajian ini di rumah Papaku. Setelah acara selesai aku memasuki kamarku di rumah Papa yang ada di lantai 2. Aku rebahkan diriku di atas ranjang. Aku tatap langit Langit kamarku namun pikiranku sudah jauh berkelana mengobservasi hubunganku dengan Nada.

Sebenarnya apa yang aku rasakan kepada Nada selama ini? Cinta jelas bukan karena aku tidak memiliki kemampuan mencintai, namun menerima perjodohan ini dan setuju untuk menikah dengannya secara suka rela memang bukan karakter diriku, biasanya aku paling tidak bisa dipaksa atau di atur oleh siapapun, termasuk Papa jika itu sudah menyangkut keputusan yang akan merubah nasib bahkan takdirku ke depannya. Mungkin ini efek pelet makanan enak yang setiap hari Nada kirimkan padaku. Dan lebih herannya sejak terbiasa dengan makanan yang Nada masak itu, aku tidak terlalu menyukai makanan luar rumah. Satu satunya cara agar aku bisa "terus hidup" dengan mencicipi masakan Nada adalah dengan menikahinya. Memang aneh, tapi itulah kenyataan gang ada saat ini.

Banyak yang mengatakan aku beruntung mendapatkan Nada yang sempurna. Dan aku mengakui itu. Mungkin Nada satu satunya paket komplit yang terbaik hingga saat ini di hidupku. Aku sudah sering mengecewakannya karena aku tidak bisa membalas perasaannya selama ini kepadaku. Aku tau Nada tulus padaku, namun aku tidak bisa berjanji padanya untuk menjadi imam yang baik di kehidupan kami kelak setelah menikah.
Aku mengambil handphoneku di atas meja dekat tempat tidur dan wajah Nada yang cantik dengan kulit eksotisnya telah terpampang di sana. Karena aku menjadikan Foto Nada sebagai wallpaper handphone.

Foto yang aku ambil ketika kami berdua pergi ke Dieng untuk menikmati sunrise di bukit sikunir. Kala itu aku mengajaknya ke sana dengan menaiki motor. Aku kira awalnya Nada akan menolak atau protes dengan pilihan kendaraan yang aku pakai, namun ternyata aku salah besar. Justru dia lebih bersemangat dari diriku untuk touring ke Dieng. Mungkin itu pulalah salah satu pertimbanganku mau menikahi Nada. Nada bisa mengerti apa yang aku suka, tidak pernah melarang bahkan sepanjang kami PDKT, aku lebih sering melakukan kegiatan sederhana seperti camping di pantai, mendaki bukit atau gunung, touring berdua dengan motor dan satu lagi, panjat tebing. Tidak ada istilah kami kencan di mall, apalagi nonton film berdua. Percayalah, kegiatan kami benar-benar jauh dari ruangan tertutup.
Awal Nada aku ajak panjat tebing di pantai Siung, wajahnya sudah seperti mayat hidup. Pucat sekali tapi ketika dia sudah berhasil melakukannya dan tau rasanya, justru Nada mau mencobanya lagi dan lagi hingga ketagihan. Benar-benar definisi dari tak kenal maka tak sayang.
Deringan suara handphone membuatku harus mengangkatnya dan dia yang sedang menghiasi pikiranku, menelepon di tengah malam begini. Segera aku mengangkatnya.

"Hallo," sapaku padanya.

"Hallo, Jun bilang sama aku kalo kamu lagi khilaf biar aku nggak akan makan kamu malam ini."

"Kamu kenapa marah-marah?" Tanyaku masih sabar pada Nada yang langsung ngomel di telepon.

"Motor buat si Monyet sudah datang tadi sore, Ini mahal banget, Jun. Aku ganti aja, ya tapi aku cicil 10x tanpa bunga syukur-syukur dapat diskon dari kamu biar cepet lunas."

Aku menembuskan napas pasrah, "Nad, aku sudah bilang kalo aku ikhlas kasih itu ke Mas Adam, lagi pula toh dia bakal jadi kakak aku juga kan nantinya setelah kita menikah."

"Tapi nggak harus Harley Davidson juga, Jun ngasihnya. Aku yakin si Monyet sanggup belinya. Dia kan pegang perusahaan Papa, belum lagi bisnis yang lain. Saham dia banyak. Usahanya juga di mana-mana."

Sebenarnya aku tau kalo Mas Adam sanggup membelinya sendiri. Namun karena aku merasa ingin memberikan sesuatu yang spesial untuknya karena dengan ikhlas mau dilangkahi adiknya, maka aku berikan saja apa yang dia inginkan. Lagipula aku belum pernah memiliki saudara. Seumur hidupku aku adalah anak tunggal Papa dan cucu tunggal Eyang. Kadang aku merasa uang yang aku miliki tidak ada artinya karena aku tidak memiliki saudara untuk berbagi. Terkadang aku iri melihat hubungan Nada dan Mas Adam yang walau seperti Tom and Jerry tapi terkadang mereka bisa saling melindungi dan begitu akur, walau seringnya terjadi perang yang absurd diantara mereka. Terkadang aku sampai heran, apa yang membuat mereka hingga saling serang bahkan sapi, bantal dan beberapa barang di rumah sering menjadi senjata dadakan.

Itulah hal yang aku impikan di hidupku dan hanya akan selalu jadi khayalanku. Aku sedikit beruntung setelah mengenal Nada. Sedikit banyak aku memiliki teman berbagi, berdebat bahkan adu mulut untuk hal hal yang tidak penting. Terkadang Nada bisa menjadi teman bicara yang serius, bisa menjadi musuh, berperan jadi kakak, ibu bahkan menjadi pasangan yang baik untukku di setiap kesempatan.

"Aku kan sudah bilang dari kemarin kalo sudah dibayar lunas, masa mau di batalin, Nad?"

"Ah, Juna. Kamu bikin aku gila malam malam. Udah aku mau tidur, besok masih ada acara siraman. Kamu juga buruan tidur."

Belum sempat aku menjawab, telepon dari Nada sudah diputus secara sepihak. Aku tertawa membayangkan wajah Nada yang pasti merah karena marah. Dan entah kenapa, terkadang membuatnya marah sanggup mengahdirkan keceriaan di diriku.

Kali ini aku akan mencoba menjalani apa yang di minta keluargaku. Semoga saja Nada adalah wanita yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Mamaku, yang tega meninggalkan Papaku dan aku begitu saja untuk bersama laki-laki lain. Aku berharap ini adalah pernikahan sekali seumur hidup bagi kami berdua. Walau entah bagaimana besok kehidupan kami berdua setelah menikah akan dijalani setidaknya aku tidak akan kabur dari prosesi ini.

***

Untuk Part 21- 60 (End) bisa dibaca di Karyakarsa teman-teman.

Link ada di bio Mamak.

Terimakasih.

Best regard,

Mamak e tole

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

#ArjuNada (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang