Sebagai perempuan modern yang sukses dalam karier, dijodohkan adalah sesuatu yang sangat konyol dalam hidupku. Tapi ketika aku mulai mengenalnya apakah aku sanggup untuk mengubah semuanya, termasuk pandangan hidupnya tentang hubungan dan pernikahan...
Hari ini adalah hari cuti pertamaku dan besok rangkaian upacara adat pernikahanku dengan laki-laki yang aku kenal kurang dari 6 bulan lamanya akan segera dilangsungkan. Laki-laki yang dipilihkan oleh keluargaku dan disetujui oleh ketiga sahabatku untuk mendampingiku menjalani sisa hidup hingga ujung usia. Semoga saja dialah orangnya. Sejujurnya ada perasaan takut jika Juna akan menghilang entah ke gunung, pantai atau belahan dunia lain ketika hari H kami akan dilangsungkan. Bagaimanapun kami berdua menolak untuk dipingit sebelum rangkaian prosesi acara pernikahan mulai dilangsungkan kemarin. Karena kami sama-sama memiliki pekerjaan yang menumpuk di kantor dan harus diselesaikan sebelum deadline, apalagi kami sedang kejar target untuk membayar biaya resepsi pernikahan yang untungnya bisa dibayar lunas seminggu sebelum hari H berlangsung. Benar saja, Juna yang membayar sisa kekurangan 30 persen biaya tersebut tanpa bantuan biaya dariku. Aku sedikit tidak enak kepadanya karena Juna bahkan memberikan pelangkah kepada Adam sesuai dengan keinginan Adam. Aku awalnya protes pada Juna tapi dengan entengnya Juna hanya menjawab
"Sudah dibayar dan Lunas, tinggal tunggu barangnya sampai rumah, masa mau di batalin, Nad. Kan nggak mungkin juga."
Dan aku hanya sanggup mengembuskan napas pasrah ketika mendengar jawaban Juna. Bayangkan saja harga sebuah motor Harley Davidson itu berapa? Toh Adam sebenarnya masih mampu membeli sendiri tanpa meminta kepadaku atau Juna sebagai pelangkah. Penghasilan Adam itu besar, bahkan lebih besar daripada dariku selama ini dan yang lebih membuat aku ingin melemparkan sepatu high heels 10 centimeterku pada Adam adalah Juna memberikan tipe motor sesuai apa yang diinginkan oleh Adam selama ini. Sebuah Harley Davidson Fat Boy Tahun 2020 berwarna hitam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku menghela napas lemah, pasrah dan badanku terasa ringan seperti orang yang sedang setengah mabuk. Bagaimana bisa Juna mengeluarkan uang hingga 650 juta rupiah begitu saja tanpa berpikir panjang hanya untuk menuruti keinginan seorang Adam Raharja. Kakakku itu lebih dari mampu untuk membeli sendiri. Alasan dirinya tidak membeli motor Harley Davidson lagi karena Mama akan menjualnya lagi seperti kejadian kemarin.
"Nad, itu dicari sama orang yang antar kiriman dari Juna," kata Deva ketika memasuki kamarku. Kemudian aku turun ke bawah untuk menemui orang tersebut.
Aku turun ke bawah karena aku tau siapa yang mencariku dan apa tujuannya. Tidak lama aku menemui mereka, tiba-tiba orang yang ingin aku bunuh berdiri di sampingku, sudah bersama Mama dan Papa yang ada di sisi kanan dan kirinya.
"Wuih, memang nggak salah pilih calon suami lo, Nad. Calon adik ipar idaman gini satu banding seribu. Tau gini gue minta di bikinin adik nggak cuma 1 dulu, minimal 4 lah."
Aku melirik Adam dengan sudut mataku. Sengaja aku memberikan tatapan membunuh pada Adam. Aku bisa melihat dirinya tersenyum puas karena keinginannya terkabul. Sedangkan Mama dan Papa sudah berdiri sambil melongo tidak percaya dengan apa yang di berikan Juna sebagai pelangkah.
"Maksud lo apa?" Tanyaku pada Adam tanpa menoleh kepadanya.
"Ya kalo punya adik 4, lo coba bayangin aja gue dilangkahi sama semua adik gue. Pelangkah gue dari lo aja jelas Harley Davidson nanti dari ketiga adik gue lainnya, gue minta rumah, mobil, sama apartemen. Bahagia lahir batin gue, Nad andai itu jadi kenyataan."
Plak....
Plak ....
Plak......
"Au...au....au....sakit, Nad!" rengek Adam padaku ketika aku langsung menghujaninya dengan gamparan di lengan kirinya secara bertubi-tubi. Aku ingin melampiaskan rasa jengkelku kepadanya.
"Adam..." Teriakku padanya yang kini sudah lari menjauhiku untuk masuk kembali ke rumah.
***
Hari ini semua acara berjalan dengan lancar. Mulai dari prosesi pasang tarub, hingga pengajian yang dilakukan di rumah. Besok adalah hari di mana siraman dan aku meminta ijin kepada kutu kupret satu itu untuk menikah lebih dulu dari dirinya. Sebenarnya pelangkah untuk Adam hanya sepengadeg alias pakaian dan celana, di tambah sepatu saja. Aku sudah berbaik hati memberikan jam tangan Rolex padanya sebagai tambahan aksesoris. Karena aku tau dia sangat menyukai merek jam itu. Untuk membelinya pun aku harus merelakan insentif atas proyek Brunei Darussalam kemarin yang aku dapatkan. Ditambah sisa gajiku bulan lalu.
Tok....
Tok.....
Tok.....
Aku mendengar pintu kamarku di ketuk oleh seseorang dari luar.
"Come in." Kataku mempersilahkan.
Dan betapa kagetnya aku ketika melihat si kutu kupret alias si monyet, alias Adam Raharja masuk ke kamarku.
"Nad?"
"Hmm.." Jawabku yang masih asyik duduk di ayunan dalam kamarku sambil ngemil.
Aku melihat Adam mulai duduk di kursi yang berada di dekat meja kerjaku.
"Gue mau ngasih lo sesuatu."
Aku menolehkan kepalaku untuk menghadapnya. Aku tidak nmenyadari ternyata Adam membawa sebuah berkas bersampul berwarna hijau.
"Apa?"
"Nih." Adam menyodorkan sebuah sertifikat tanah kepadaku dan ketika aku membuka isinya ternyata itu sertifikat tanah yang Adam beli beberapa tahun lalu di daerah kalasan dan telah di bangun sebuah rumah diatasnya yang dijadikan sebuah guest house dengan gaya tradisional modern.
"Ini apa, Dam?" Tetiba aku menjadi bodoh padahal jelas-jelas itu sertifikat tanah.
"Itu kado nikahan buat lo, Nad. Gue nggak bisa kasih apa-apa buat lo dan gue sadar selama ini gue bukan kakak yang baik buat lo."
"Dam, kalo ini cuma karena pelangkah dari gue sama Juna lebih baik jangan, Dam. Gue masih punya rumah sendiri walau nggak gue tempati." kataku padanya karena memang aku memiliki sebuah rumah di daerah kasongan yang aku sewakan kepada pasangan bule asal Kanada.
Adam justru tertawa di dekatku.
"Gue ngasih itu nggak ada hubungannya sama Harley-Davidson dari lo sama Juna. Gue kasih itu emang tulus. Terlebih juga gue memang sudah mempersiapkan buat lo dari dulu. Gue rasa ini saat yang tepat gue ngasih ke lo. Lo jangan bilang ke Juna. Jadi kalo lo di sakiti sama dia lo bisa minggat ke rumah hadiah dari gue itu dan nggak bakal ada yang tau."
"Lo kalo doa yang baik-baik, Nyet." kataku sambil menggeplak kepala Adam dengan sertifikat tanah tersebut.
"Iya-iya. Gue cuma mempertimbangkan hal terburuk aja. Gue emang sengaja minta Harley soalnya kalo itu hadiah, gue yakin Mama nggak akan ngejual motor gue lagi." kata Adam sambil tersenyum bahagia.
Aku mengembuskan napasku. Bagaimana pun Adam adalah kakak terbaik di hidupku dan satu satunya saudara kandungku. Walau dalam hubungan kamijarang kami akur seperti ini, lebih sering kami saling menggoda bahkan mengerjai satu sama lain hingga teriakan, tangisan bahkan lemparan barang apapun di rumah sudah menjadi hal yang lumrah bin wajar, tapi kami berdua sadar itulah cara kami menyampaikan rasa kasih sayang satu sama lainnya. Tidak ada ungkapan aku sayang kamu, adikku. Ah, jika Adam mengatakan ini bukannya aku ingin memeluknya, yang ada justru aku akan melemparkan sandal jepit kepadanya. Percayalah, tanpa pertengkaran kami rumah ini laksana kuburan, sepi tidak ada suara sama sekali.