18

22.3K 2.3K 27
                                    

Sharenada Raharja POV

Sejak pulang dari Jepang 3 hari lalu, aku masih sibuk dengan pekerjaanku yang entah  kapan akan selesai ini, karena aku harus mengambil cuti menikah yang paling tidak selama seminggu. Sempat aku berfikir untuk mengajukan Unpaid leave, setidaknya 2 bulan sama seperti Deva dulu, tapi ketika aku utarakan keinginanku kepada Pak Raka, beliau menolaknya. Karena katanya dirinya tanpa diriku di kantor bagaikan ambulance tanpa uing-uing. Bagaikan seorang suami yang tiba-tiba menjadi duda.

Tadi ketika Juna menjemputku di kantor. Beberapa karyawan yang rata-rata wanita menatap Juna dengan pandangan menyelidik dan ingin tau. Hingga akhirnya Lulu menginformasikan jika Juna sudah datang dan aku pun pergi ke luar dengan Juna menuju tempat penyuluhan tentang perkawinan sebagai salah satu syarat yang diminta KUA kepada kami untuk menikah.

Karena kami berdua orang yang sama-sama sibuk. Kami tidak sempat mengganti pakaian kerja kami, sehingga aku ke sana masih dengan setelah dress pendekku dan tas jinjing hermes, kado ulang tahun dari Om Tom tahun lalu. Sempat aku berfikir untuk menjual tas ini, karena Tas Hermes ini original, asli dan lumayan juga untuk menutup kekurangan biaya resepsi pernikahanku dan Juna. Sayangnya ketika aku menginfokan ini ke Juna, dia menolaknya karena katanya aku harus menghargai sesuatu yang di berikan orang lain kepadaku. Ya kalo di kasihnya barang biasa ya aku tidak berkeinginan untuk menjualnya, tapi ini Hermes. Harganya saja seharga mobil dan rumah. Bahkan pertama kali Mama tau kalo aku mendapatkan kado Hermes dari Om Tom, Mama sempat menginginkan aku mengembalikannya. Karena Mama takut jika Om Tom tidak tulus memberikan ha'diah itu kepadaku dan meminta "imbalan."

"Nad, seksi banget kamu kalo kerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nad, seksi banget kamu kalo kerja."

Aku menghembuskan nafasku pasrah. Pokoknya bagi Juna apapun yang aku pakai selalu dikatakan sexy. Bukannya bangga dibilang sexy olehnya, aku kadang justru serba salah dan sebal sendiri.

Karena cara Juna mengatakannya bukan dengan intonasi memuji tapi seperti menghina.

"Apa aja yang aku pakai memang selalu kelihatan sexy di mata kamu, Jun. Sayangnya kamu nggak pernah bangga jalan sama aku."

"Kamu ngomong apa sih, Nad?"

Aku tidak menjawabnya. Malas, memang Juna bukan tipikal laki-laki yang bisa di kode atau peka. Bersamanya aku harus jujur, karena itu lebih baik agar dia bisa tau maksud hatiku. Daripada diam sambil berharap ia akan bisa membaca hatiku, mau sampai lebaran gajah semua hanya akan menjadi impian tanpa pernah menjadi kenyataan.

"Ngomongin kamu tadi di kantorku. Kenapa nggak gandeng aku pas turun? Kamu menikmati ya jadi santapan mata cewek-cewek di kantorku tadi? Bilangnya aja nggak tertarik buat cari perhatian perempuan, tapi kenyataanya, kamu menikmati juga."

"Kamu cemburu sama teman-teman kantor kamu tadi?"

"Nggak, Jun. Aku nggak berhak cemburu sama kamu. Karena aku lagi berusaha menjaga hatiku sendiri di zona aman. Andai suatu saat kamu bakalan pergi kaya lionel pas kita udah mau nikah, setidaknya aku tidak akan sehancur Deva sampai berniat mengakhiri hidupnsegala."

"Lionel siapa?"

"Mantan calon suami Deva yang terpaksa pernikahan mereka gagal karena lionel menghamili saudara Deva yang namanya Sekar. Bahkan pernikahan yang Deva siapkan untuk dirinya dan Lionel justru menjadi pesta pernikahan Lionel dan Sekar di Bali. Sedangkan Deva? Datang sebagai tamu undangan." Kataku mencoba menerangkan kepada Juna dan kini aku menggelengkan kepalaku pelan.

Sepertinya Juna kaget mendengar penuturanku. Walau aku tau kalo Juna tidak akan sekejam Lionel tapi siapa yang bisa jamin jika dia tidak akan meninggalkan diriku di detik-detik akhir? Toh dia tidak pernah berencana menikah seumur hidupnya karena takut kejadian seperti orangtuanya akan terulang. Padahal di Tuhan, aku tidak berniat meninggalkannya seperti Mamanya meninggalkan Papanya dan dirinya ketika masih bayi dulu.

Makanya aku suka keki kalo ada orang terdekat kami yang memuji hubungan kami seperti jalan tol ini, tanpa hambatan dan rintangan. Padahal mereka tidak tau saja, aku sedang "offroad" di tengah sungai berarus deras dengan batu batu besar dan tajam di semua sisi. Jika aku tidak bisa mengendalikan, maka aku yang akan kalah dan terbawa arus, hancur berkeping keping sama seperti Deva dulu.

karena yang aku hadapi adalah laki laki yang memang baik padaku, asyik diajak ngobrol, dekat dengan keluarga beserta tiga sahabatku hanya saja dia tidak mencintaiku. Bahkan tidak pernah ada kata bersyukur telah memilikiku di hidupnya. Perempuan mana yang tahan diperlakukan sepertiku? Pasti satu banding seribu. Apalagi jika aku mau, aku bisa mencari yang lebih dari Juna dalam segala aspek, karena mengingat kualitas yang ada pada diriku. Sayangnya kata orang restu keluarga itu penting, nah yang mereka restui ini Juna, ya sudah ikuti saran mereka saja, agar menjadi anak yang berbakti dan hidupnya selalu terberkahi.

"Sorry, aku nggak tau." aku melihat Juna menyesal karena pembicara kami sepertinya justru menimbulkan masalah.

"Nggak pa-pa , sorry kalo aku ngomel ke kamu."

"Iya, nggak pa-pa aku yang salah. Aku minta maaf."

"Udah di maafin." kataku.

Kemudian aku diam saja selama perjalanan ke KUA degan mobil Land Rover discovery 2021 milik Juna ini. Hingga akhirnya kami sampai di sana.

Kemanapun aku dan Juna pergi, bukannya GR tapi kami sering menjadi santapan mata orang orang di sekitar. Mungkin karena tinggi kami berdua yang berada di atas rata rata orang Indonesia. Aku yang 178 cm, Juna 187 cm.

Selama proses penyuluhan itu, kami di beri satu buah buku kecil tentang hak-hak dan kewajiban suami istri untuk dibaca berdua.

"Jun, kamu aja yang baca, nanti kamu presentasi ke aku ya? Kerjaanku banyak banget mau cuti 'kan soalnya."

"Apalagi aku, Nad? Ya udah dibaca kalo sempat aja."

Kemudian setelah selesai penyuluhan tersebut, aku diantar Juna kembali ke kantor. Tapi tidak seperti tadi kali ini Juna membukakan pintu mobil untukku ketika kami sampai di kantor, kemudian menggandengku hingga aku memasuki ruanganku, bahkan tadi ketika ada di lift pun Juna tidak melepaskannya tangannya dariku.

Tepat setelah Juna meninggalkanku untuk kembali ke kantornya, Lulu bertanya kepadaku, "Bu, ditanyain anak-anak, pak Juna statusnya siapanya ibu?"

"Calon suami saya. Jadi jaga mata kalian, sudah mau sold out dia." Kataku memperingatkan sekertarisku dan aku berharap dia menyebarkan gosip tersebut ke jajaran bigos alias biang gosip di kantorku.

"Baik, bu. Terimakasih konfirmasinya." jawab Lulu dan aku meninggalkannya memasuki ruanganku untuk melanjutkan pekerjaan yang sudah harus aku selesaikan sore ini sebelum aku pulang ke rumah.

***

#ArjuNada (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang