Lelaki itu menghela napasnya pelan, menatap nanar punggung sang Adik yang sedari tadi terus melamun, pandangan yang lurus ke depan dengan tatapan kosong. Mata yang terlihat bengkak, akibat terlalu lama menangis.
Masi mengingat kejadian semalam yang sungguh membuat hatinya perih saat melihat air mata serta isakan yang keluar dari mulut Adiknya.
"Gak, Bang! Jangan bawa gue! Dady pasti bakal bantu gue!"
Beomgyu terus meronta, melepaskan cengkraman di tangannya yang menyeretnya keluar dari mansion.
Mark tidak menghiraukan, dia menambah laju jalannya, hingga ketika sampai di depan mobilnya, dia menghentikan langkahnya. Membalik badan menatap Beomgyu yang terus terisak dengan air mata yang terus mengalir dari pelupuk.
"Gyu, please hear me!" Mark memegang kedua pundak Beomgyu. Menyuruh pemuda itu menatapnya.
"Jangan terlalu berharap dengan, Dady! Dady gak akan bantu lo! Sadar, Dady cuman mau manfaatin lo doang!" tegasnya.
Yang lebih muda menggeleng kukuh. "Enggak! Dady gak gitu! Dady pasti bakal bantu gue! Cuman Dady yang bisa bantu gue!" sanggahnya, menolak tegas ucapan Mark.
Mark menghela napasnya kasar. "Bukannya ini emang tujuan lo? Lo udah balas dendam, and see? Lo berhasil. Jadi, buat apa lo mengharapkan bantuan, Dady lagi?!" Beomgyu menggeleng.
"Lo tau istilah 'apa yang kau tanam itulah yang kau tuai'? Kalau lo emang gak mau di penjara, jadi buat apa lo lakuin itu."
"Lee Beomgyu, sadar!"
"Gue sadar!" jawabnya.
"Dady gak akan pernah bantu lo!"
"Gak! Dady bakal bantu gue!"
"Gyu!"
"Dady gak gitu …."
Mark menarik Adik kecilnya itu ke dalam dekapan, membiarkan pemuda itu menumpahkan tangisnya.
"Dady pasti bakal bantu gue …," racaunya. "… gue bener, 'kan?"
Beomgyu memukul pelan punggung Kakaknya itu berkali-kali. "Kenapa? Kenapa … gue harus lahir di dunia ini?"
Tangis Beomgyu semakin kencang, isakannya terdengar pilu dan itu sukses membuat Mark meneteskan air mata pula. Hatinya terasa teriris mendengarnya.
Jujur, dia tidak sanggup untuk mendengar itu semua. Hatinya ikut mencelos.
Kini mereka berada di Apartement milik Mark, membawa pergi Beomgyu dari Mansion sang Ayah. Menjauhkan Beomgyu dari pria paruhbaya itu, yang kapan saja bisa menyakiti pemuda itu.
Dia tidak mau hal itu terjadi, cukup sudah penderitaan yang di alami sang Adik. Dia tidak mau Beomgyu merasakannya lagi.
Mark tau ini sudah sangat terlambat, dia menyesal karna tidak terlalu bersikap lebih tegas kepada Beomgyu, dan sampai-sampai dia tidak tahu bahwa sang Ayah telah menghasut Beomgyu sampai Adiknya itu terseret ke dalam masalah ini.
Dia sudah tau rencana jahat sang Ayah, karna dulu pun dia sempat di hasut namun, untungnya dia tidak termakan omongan sang Ayah, mencoba berpikir dewasa bahwa balas dendam bukanlah satu-satunya jalan keluar dari semua masalah.
Tepatnya ketika dirinya berusia 16 tahun, tepat setelah 5 tahun dirinya di tinggal oleh sang Ibu. Saat itu dirinya tengah bermain petak umpet dengan Beomgyu, dan tidak sengaja mendengar pembicaraan sang Ayah dengan tangan kanannya saat melewati ruangan sang Ayah. Sebenarnya ruangan itu kedap suara, namun, karna pintunya yang kebetulan sedikit terbuka, sayup-sayup dapat terdengar dari luar.
Mark mendengar Ayahnya berteriak frustasi, terdengar berbagai umpatan keluar dan kata makian serta kecaman. Dia juga mendengar suara seperti sebuah kaca atau barang yang di lempar. Beberapa kali juga dia mendengar sang Ayah menyebut Ibunya.
Yang dia tangkap dari arah pembicaraan itu adalah, Ayahnya yang marah karna pembunuh Istri—Ibunya belum juga di temukan.
Hingga tiba-tiba Beomgyu datang menghampirinya sembari menangis, membuat dirinya yang saat itu masih berada di depan ruangan sang Ayah tertangkap basah.
Saat itu, Ayahnya tidak bereaksi apapun, nampak biasa saja tidak mempedulikan Mark yang menguping pembicaraan mereka.
Hingga pada keesokan harinya, Ayahnya menghampirinya, ikut bermain dengan kedua putranya, terutama si bungsu.
Mark sempat heran, karna memang tidak biasanya Ayahnya itu bersanding bersama dengan mereka. Ayahnya yang super sibuk, yang Mark tahu mengurusi perusahaannya.
Ayahnya mulai mendekatinya, memulai pembicaraan dengan topik yang meruju pada seban meninggalnya sang Ibu.
Mark awalnya ikut mendengarkan namun, semakin lama arah pembicaraan itu semakin aneh. Ayahnya itu seperti terkesan menyuruhnya untuk melakukan pembunuhan. Mark mulai menentang, dia tidak mau melakukan itu.
Saat itu reaksi Jaehyun biasa saja, tetapi di hari-hari berikutnya pria paruhbaya itu terus saja membicarakan hal serupa, dengan sedikit kata yang terkesan kasar.
Mark tentu saja risih dengan itu semua, hingga pada akhirnya, dia mendatangi ruangan Jaehyun, berbicara dengan Ayahnya itu soal masalah yang selalu di bicarakan.
Mark menolak tegas semua perkataan yang di lontarkan Jaehyun, membuat keduanya sempat bercekcok dan berakhir perang dingin hingga saat ini.
Saat itu dia memang masih remaja labil, namun, dia masih mempunyai pikiran jernih dan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Sekali lagi Mark menghela napasnya, kakinya melangkah menghampiri sang Adik lalu merangkul pundaknya.
"Baru pertama kali ke sini, 'kan lo? Gimana? Baguskan pemandangannya?" tanyanya beruntun seraya menoleh ke arah Beomgyu.
Tanpa mengalihkan pandangan, Beomgyu tersenyum, mengangguk mengiyakan. Dia akui pemandangan kota di pagi hari yang saat ini di lihatnya sangat indah.
"Pantes lo jarang pulang ke rumah, Bang. Ternyata lo di sini," ujarnya.
Mark terkekeh pelan, dia kembali menatap ke depan. "Gak selalu. Bisa di bilang jarang banget Abang ke sini. Entah Abang juga heran, ngapain beli apart kalau akhirnya jarang di tempatin," ungkapnya. "Lagi pun Abang gak pulang juga karna kerjaan di kantor yang makin numpuk."
Beomgyu menarik satu sudut bibirnya. "Pengen banget gue bisa jadi kayak lo, Bang. Bisa sukses tapi, mau berangan gimana pun akhirnya, tempat terakhir gue di penjara," ujarnya.
Mark diam, dia menghela. "Gue udah siapin sarapan. Makan dulu, yuk. Udah lama juga Abang gak masakin buat lo," ajaknya mengalihkan pembicaraan.
Beomgyu mengangguk, tahu jika Kakaknya itu tengah mengalihkan pembicaraannya. Dia lantas berjalan mengikuti lelaki itu ke meja makan.
"Siang nanti mau ke makam, Mommy? Udah lama juga kita berdua gak ziarah ke makam, Mommy. Mommy pasti kangen banget sama anaknya, apalagi sama bayi beruangnya."
Yang di sebut 'bayi beruang' tersenyum tipis, tatapannya meneduh.
"Boleh."
To Be Continued …
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Can't You See Me? [END]
Teen FictionKisah seorang anak laki-laki yang kini tengah bimbang akan apa yang dia alami saat ini. Masalah kian sering menimpanya dan kebencian yang selalu menyelimuti dirinya. Dengan semua yang terjadi dia kehilangan orang-orang yang sangat dia cintai serta s...