Flasback

84 25 5
                                    

"... bakal menyebar ruas. Nama sekolah kita juga bakal tercemar."

Pemuda itu menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan keadaan sekitar yang siapa tahu ada yang kini memperhatikannya.

Dia mendekatkan diri ke arah sumber suara. Berdiri di samping pintu, sembari mendengarkan pembicaraan yang tengah berlangsung.

"Tapi bukan seperti itu juga, Bu. Kita ini, kan, tahu kalau dia murid berprestasi, dan dia juga kan yang telah mengharumkan nama sekolah?! Belum ada bukti juga, 'kan, yang membuktikan dia bersalah?!"

"Ya, bukan berarti karna dia berprestasi dan ada bukti atau belum, kita harus diam saja dan membiarkan nama sekolah ini tercemar!"

"Mau di taruh di mana muka sekolah, ini?!"

"Pak Suho harusnya lebih tegas, dong! Kita bisa kena masalah karna ngebiarin siswa bermasalah itu!"

"Kasus pembunuhan—"

"Kai!"

Pemuda itu berjengit kaget, dia langsung menutup mulutnya agar tidak kelepasan berteriak.

Dia lalu memukul pundak pemuda yang baru saja mengangetkannya, keras, yang langsung saja membuat si empunya meringis kesakitan.

"Aish, lo ini bener—"

Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Hueningkai cepat-cepat membekap mulut Beomgyu dengan tangannya, dia lalu membawa pemuda itu pergi dari sana.

"Ngeing nga ngak ngak!" Beomgyu menepuk-nepuk tangan besar itu sembari meronta minta di lepaskan.

Hingga akhirnya, bekapan pada mulutnya—atau lebih tepatnya seluruh wajah—terlepas, membuat pemuda itu lantas menghirup rakus udara di sekitar. Dirinya hampir saja pingsan karna menipisnya pasokan oksigen.

Setelah di rasa telah netral, dia menatap kesal pemuda jakung di hadapannya. "Gue tau tangan lo wangi. Tapi, gak gitu juga, sih, maneh! Aing, hampir aja pink sun gara-gara, sia!"

"Guu tuu tungun lu wungu. Tupu, guk gutu jugu, suh, munuh! Uung, humpur uju pungsun guru-guru, suu!" cibir pemuda blasteran itu, menirukan cara bicara Beomgyu dengan bibir di monyong-monyongkan. "Ya in, dah, biar cepet."

"Si anj*r!" umpat pemuda beruang itu, kesal dengan tingkah yang lebih muda. Namun, sedetik kemudian ekspresinya berubah menjadi serius dengan kedua alis bertaut.

"Lo ..." Dia menggantungkan kalimatnya, menatap pada raut setengah kebigungan itu. "Ngapain lo di ruang guru? Nguping?"

Hueningkai mendesah singkat, sudah menduga juga pertanyaan seperti itu akan terlontar. "Gue enggak sengaja denger pas lewat sana. Siapa tau dapet info, ya, udah, deh, lanjot aja," jelasnya, balas menatap tatapan mengintimidasi yang tertuju padanya.

Beomgyu menyipitkan mata, memajukan tubuhnya dengan tatapan penuh selidik. "Lo enggak lagi nyari alesan, 'kan?" tanyanya, lalu detik berikutnya dia tertawa sembari memundurkan tubuhnya.

Pemuda blasteran itu memutar bola matanya malas, dia berdecak. "Lu kenapa, sih?! Kalau gila jangan keblabasan, di tangkep nanti."

Beomgyu meredakan tawanya, dia mengusap sudut matanya yang mengeluarkan air mata. "Gak apa-apa, lucu aja gitu. Lu juga, ngapain, sih, pake segala nyari info dari guru, mana tau mereka soal ginian."

[√] Can't You See Me? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang