HAPPY READING 📖
---------------------------------------
Zeus tahu Bree tidak akan kembali. Padahal ia sudah berharap banyak Bree menuruti permintaan yang benar-benar ia inginkan. Ia ingin seperti dulu. Memeluk, mencium, bahkan tidak memiliki jarak seperti sekarang. Ia sakit dan kini bertambah sakit karena lagi-lagi diingatkan harus menerima proses menyakitkan.
Ia berbaring dengan berat hati. Tubuh yang lelah, tidak semenyakitkan hati yang semakin patah. Ia memunggungi pintu, memejamkan mata dengan hati yang menangis. Sebulir air mata menetes dan semakin deras. Rasanya ia ingin membalikkan waktu, namun ia tahu tidak akan mungkin. Ia takut semua ini akan sia-sia berujung mustahil. Ia ingin menyerah.
Isak kecil terdengar di sela bibir. Ia rindu sentuhan itu. Ia rindu saat-saat dulu. Ia rindu kehangatan itu. Ia merindukan semua sebelum malam itu merenggut semua kebahagiaan yang telah mereka bangun. Sebelum semuanya hancur, tidak menyisakan secuil kebahagiaan.
***
"Zeus!!!" Terpanggil, Zeus mengerjapkan mata. Tubuh yang telah tengkurap di atas tanah, tergeletak tak berdaya. Kegelapan hendak menyelimuti, namun sekuat tenaga ia mencari istrinya. Jemari yang sudah terlalu lemah, bergerak untuk meraba. Semakin ia mencoba, kegelapan semakin datang, membawanya pada kantuk yang tidak bisa perkirakan kapan akan hilang.
Kelopak mata yang hampir terpejam erat, menangkap satu sosok yang tergeletak beserta darah berceceran dari kepala.
Susah payah, bibirnya bergumam, "Bree ...." Setelahnya, ia benar-benar terlelap, mengikuti kegelapan.
Goncangan itu ia dapat lagi. Tubuhnya bergetar hebat kemudian tersentak dengan mata terbuka. Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah atap putih yang kosong. Kesadarannya kembali, ia menyadari ia di kamar dan tertidur. Ia mengembuskan napas, meskipun jantung terus memompa kencang dan agak panik.
"Berisik!" Cepat-cepat ia menoleh. Pupilnya melebar. Tanpa banyak bicara, ia bergerak cepat untuk mendekap Bree yang berbaring menghadapnya.
"Bree, please don't go!" bisiknya keras dengan napas memburu, cepat, dan mata terpejam erat. Tubuhnya lagi-lagi bergetar hebat, menghadirkan trauma yang semakin memburuk. Setiap goncangan, menimbulkan ketakutan.
Bree mematung. Ia bisa merasakan tubuh Zeus bergetar. Ia bisa merasakan ketakutan berlebihan. Ia tidak mengerti kenapa Zeus bisa sehisteris ini.
"Jangan ... jangan pergi." Kata itu terus-menerus keluar, semakin menimbulkan kebingungan. Semulanya, ia hanya membangunkan Zeus dengan menguncangkan tubuh Zeus karena Zeus amat berisik. Jika sebelumnya ia menolak untuk menemani Zeus, entah mengapa hari ini sikap gilanya meminta untuk menemani Zeus. Mungkin karena sakit?
Di sinilah ia, berbaring di sebelah Zeus sejak Zeus tertidur. Mendengar kebisingan karena racauan tak jelas Zeus, dengan paksa ia membangunkannya. Namun, ia tak tahu reaksi Zeus terlalu berlebihan. Pria ini sepertinya memang mengidap penyakit.
"Besok kita ke rumah sakit."
"Jangan," lirih Zeus sembari menggelengkan kepala. Rumah sakit benar-benar memberikan kenangan mengerikan. Ia tidak mau mengingat kenangan menyakitkan yang membuka luka semakin lebar. Ia masih belum siap. "Kumohon jangan pergi."
Bree tak mau mengangguk. Ia tak mau menyetujui. Ia hanya ingin berdebat karena Zeus masih keras kepala. Sayangnya, ia tidak diberi pilihan untuk menolak. Akhirnya ia memberikan tubuhnya untuk dipeluk tanpa memberikan jawaban. Zeus sedang sakit dan mungkin saja Zeus sedang bermimpi buruk.
Suara dengkuran halus Zeus menyita perhatian dari lamunan tentang Zeus. Ia menunduk sedikit, melihat Zeus dari atas yang sedang bersandar nyaman di dadanya. Pria buruk rupa ini memiliki sesuatu yang tak ia ketahui. Ada kejanggalan yang ingin ia tuntas habis. Namun, itu bukan ranahnya. Tapi, mengapa ia merasa sesuatu tentang Zeus berkaitan dengannya?
Ia menyentuh perlahan permukaan wajah Zeus yang kasar. Bagian alis yang tertutupi kulit, pipi bak jalanan tanah tanpa aspal, kelopak mata yang mengkerut dan tampak mengerikan, namun di baliknya ada berlian safir yang cukup memikat. Tulang hidung yang agak penyot dan bengkok ke kiri. Namun, bagian bibir baik-baik saja, seakan memberikan kesempatan agar wajah itu tak sepenuhnya buruk.
Ibu jarinya mengelus pipi Zeus, merasakan kasarnya. Tanpa sadar, sesuatu menghantam pikiran hingga ia mengerutkan kening dengan bibir sedikit terbuka. Kenapa ia merasa ini tak asing?
Ia menjauhkan tangannya, menyadari sudah lancang, meskipun ia dilanda kebingungan akut. Ia membuang napas melalui mulut. Risih Zeus memeluknya dan takut sesuatu terjadi di antara mereka, ia melepas perlahan lingkaran lengan Zeus di pinggangnya.
"Jangan pergi." Gumaman itu benar-benar menimbulkan ketidaknyamanan. Ia bingung harus melakukan apa. Ini benar-benar kesalahan karena menerima permintaan Zeus untuk menemaninya. Seharusnya selepas mencuci peralatan kotor, ia kembali ke kamarnya tanpa haus memikirkan kondisi Zeus.
Itu adalah kesalahan kecil yang menimbulkan dampak besar, dan ia bodoh telah melakukannya.
***
Matanya berkedip sayu dan pelan beberapa kali, mencari sosok yang sepertinya terpental jauh. Bibirnya bergumam-gumam, meracau pelan meskipun suaranya tidak akan terdengar. Helaan napas terakhir menjadi akhir ia membuka mata, melihat sekitar sebelum semuanya menggelap dan hening.
.
.
.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Ugly Kidnapper ✅
RomansaPertama kali publish : 20 Juni 2021 Bree Ramsey harus menerima kenyataan ia diculik oleh sosok buruk rupa. Selain kenyataan, ia pun harus menerima segala arogansi, sikap otoriter, dan yang terparah omong kosong dari Zeus Ashton yang mengatakan ia ad...