Chapter - 4. Mistery

762 103 11
                                    

HAPPY READING 📖

--------------------------------------

"Makan," perintah Zeus dengan suara lembut. Disodorkan sesendok makanan ke mulut Bree dengan kesabaran penuh. "Makan, Bree."

Mulut Bree tetap tertutup, membuat kesabarannya semakin menipis dari detik ke detik. Ia mengembuskan napas sebagai penyalur kekesalan.

"Aku sudah berbaik hati memberimu makan, Bree. Mau kusuap atau kuperkosa? Kau tidak akan bisa menuntutku karena aku suamimu yang mengambil hakku."

Bree langsung menoleh, melayangkan tatapan sinis dan datar. Zeus menyunggingkan senyum miring. Ancamannya yang satu ini sudah ia pastikan teramat ampuh. Perempuan mana yang hanya diam jika sudah diancam pemerkosaan?

"Selesai makan kau bisa mengelilingi rumah ini. Bukankah seharusnya istriku menikmati fasilitas yang kuberikan?"

Bree membuka mulut, mengeluarkan suara untuk sekian lama terdiam. "Kenapa kau menculikku? Apa salahku?"

"Pembahasan itu lagi, Bree?" Zeus memutar bola mata, menyodorkan suapannya ke depan mulut Bree. "Makan."

Mulut Bree tetap tertutup, seakan hanya untuk melontarkan pertanyaan. Bahkan telinganya hanya dipergunakan untuk mendengar penjelasan.

"Kau istriku."

"Kau melakukannya dengan pemaksaan. Apa karena wajahku yang mirip istrimu?" Bree kembali melontarkan apa yang ada di otaknya. Suara serak yang cukup mengganggu, tetap saja tak ia pedulikan.

"Kau satu-satunya istriku. Dengar?"

"Kau bohong."

"Aku tidak bohong. Kau istriku."

"Aku bukan istrimu dan berhenti berhalusinasi. Lepaskan saja aku." Bree menatap lurus. Sudah ia duga pria ini memiliki masa lalu yang menyeramkan hingga mengganggapnya sebagai istri. Atau dugaannya benar jika pria ini pernah kehilangan istri yang memiliki wajah yang sama dengannya?

"Aku tidak berhalusinasi. Kau benar-benar istriku. Sekarang, maupun di kehidupan selanjutnya, kau tetap istriku."

Bree memejam sejenak. Sepertinya kesabarannya pun sedang diuji. Namun, ada cubitan kecil saat mendengarnya. Kalimat-kalimat itu menyesakkan. Kalimat yang membuat kepalanya agak berdenyut.

"Sekarang makan. Tekanan darahmu rendah. Jangan membuat hidupmu sia-sia. Mulailah hidup baru bersamaku. Aku buruk rupa, buruk sifat, namun satu hal yang harus kau tahu. Aku akan menjaga istriku."

Lagi, kata-kata itu terdengar tak asing. Ia pernah mendengarnya dengan intonasi yang sama. Ia pernah mendengarnya, namun tak tahu di mana.

"Siapa kau?" gumamnya, kali ini tatapannya terarah pada Zeus, mengamati diam-diam wajah rusak itu. Wajah yang membuat dahinya berkerut.

"Suamimu." Zeus tersenyum. Ia menyodorkan sendok, menyuapi Bree. Akhirnya setelah sekian lama membujuk, Bree bak robot menurut. Ia mengelus lembut rambut Bree. "Istri penurut," pujinya.

Tatapan Bree tak lepas dari Zeus. Ia semakin bingung. Mengapa mati-matian Zeus mengakui sebagai suami? Apa benar ia pernah memiliki utang dengan pria ini dan sekarang Zeus menagihnya? Apa benar ia pernah memiliki hubungan? Setahunya tidak pernah. Semasa ia hidup ia tidak pernah berhubungan dengan orang-orang mengerikan ini. Gangster mafia, preman, ia tidak pernah berurusan dengan mereka. Apa-apaan ini!

Zeus menyodorkan segelas air ke bibir Bree setelah makan. Ia tersenyum puas saat Bree lagi-lagi menurut. "Jadilah penurut seperti ini. Aku akan memberikan apa yang kau mau."

Ia berdiri kemudian berkata lagi, "Akan ada pelayan yang membutuhi kebutuhanmu. Mandilah. Aku akan keluar dan aku memberikan kebebasan sebagai hadiah." Ia menunduk, mengecup kening Bree. Dalam beberapa detik, ia memejamkan mata.

"Aku keluar," pamitnya. Kaki panjangnya melangkah keluar kamar Bree, membiarkan pelayan masuk menyiapkan kebutuhan Bree dan sebagainya.

Bree menatap punggung Zeus yang menjauh. Ia harus memecahkan teka-teki di kepala. Sikap Zeus yang berbanding terbalik menimbulkan pertanyaan demi pertanyaan.

Kenapa pria itu bisa mengenalnya?

Kenapa pria itu bisa menculik dan mengklaimnya?

Kenapa Zeus mengatakan kata-kata yang terasa samar-samar di ingatan, seakan pria itu memang pernah mengenalnya? Bahkan menjadi bagian terpenting di hidupnya?

Apa ini permainan yang harus ia selesaikan? Apa ini bagian dari rencana tersembunyi untuk menculiknya dari keluarga? Ia tahu keluarganya memiliki cukup banyak musuh bisnis. Ia hanya mencoba realistis. Ia memaksakan ingatan ke beberapa tahun silam. Bisa saja ia memang pernah berbincang sedikit dengan Zeus di jalan atau di tempat lain. Bisa saja pria itu menyukainya pada pandangan pertama dan menculiknya karena tahu sulit untuk menyakinkan orang tuanya, apalagi dengan rupa buruk. Namun, ia tidak mendapatkan apa-apa. Ingatan itu tidak muncul. Ia tidak pernah mengenal Zeus.

"Nyonya, kami sudah menyiapkan air hangat untuk Anda." Bree menoleh dari lamunannya. Ia beranjak dari ranjang. Tubuhnya sudah benar-benar lengket karena beberapa hari ini tak mandi. Setidaknya ia harus menyegarkan tubuh dengan berendam. Bisa saja pikirannya terbuka.

"Tinggalkan aku sendiri," pinta Bree saat dua pelayan hendak melayaninya. Dapat ia lihat kedua pelayan itu tampak keberatan, namun akhirnya menurut juga.

Ia menanggalkan semua pakaian, memasuki bath up dan mendesah lega. Kepalanya ia dongakkan, bersandar di tepian bath up. Matanya terpejam, menikmati air hangat memijit tubuhnya. Kehangatan yang pas dengan busa-busa tak terlalu berlebihan. Ia terpejam cukup lama. Pikirannya ia kosongkan sejenak. Ia harus beristirahat total. Ia harus memiliki tenaga untuk melawan Zeus. Ya. Ia sudah meyakinkan sendiri jika ia harus melawan Zeus. Pria itu hanya orang asing yang sengaja mengontrol dan memengaruhi pikirannya untuk dijadikan pelayan baru. Ia harus memecahkan kepingan misteri ini dengan perlawanan, paksaan. Ia juga yang akan mengungkapkan keburukan Zeus ke mata publik, menjadikannya pria buronan.

***

Zeus menatap pigura besar yang dibingkai keemasan. Mata sendunya terpaku pada satu objek. Objek yang selalu ia datangi saat merasa bahagia.

"Janji?"

"Ya! Aku tidak akan kabur! Aku akan selalu berada di sampingmu! Bagaimana bisa aku meninggalkanmu, huh?"

"Hahaha! Kita akan membangun istana kita sendiri. Anak yang banyak agar kau tak merasa kesepian, dan membuat mereka iri dengan hidup kita."

Ia tersenyum miris.

"Aku mencintaimu, Zeus!"

"Aku juga. Kau duniaku."

Setetes bulir menjatuhi pipi. Ia meneguk ludah. Kepingan-kepingan ingatan itu menyakitkan. Ia ingin bertindak cepat, namun tidak semudah itu. Ia tidak boleh gegabah. Satu kesalahan saja, ia bisa kehilangan semuanya.

"Hei, kalian! Aku ingin bilang aku mencintai Zeus Ashton!"

Teriakkan itu terngiang, semakin membanjiri air pipi yang tak kuasa ditahan. Ia menyentuhkan jemarinya ke pigura besar itu dan tersenyum.

"Aku menerima wajah burukku karenamu."

.

.

.

TO BE CONTINUED



Ugly Kidnapper ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang