Chapter - 7. Trying So Hard

601 69 10
                                    

HAPPY READING 📖

---------------------------------------------

Bree mendengkus pelan. Ia menarik kursi lalu duduk dan menunggu pelayan menyediakannya makanan. Ia bersikeras untuk makan di ruang makan daripada di kamar. Setelah kejadian tadi, Zeus masih tetap tak mau membuka mulut. Ia mencecar, namun Zeus lebih suka untuk menghindari topik. Alhasil, saat Zeus memaksa agar ia makan, ia memilih makan di ruang makan daripada duduk di kamar. Sisi keras kepalanya memberontak untuk tetap tidak menuruti Zeus sebelum Zeus mengatakan apa yang terjadi dengan mereka.

Duduk di depan Zeus cukup membuat ia agak gugup. Ia memejamkan mata sekilas, kemudian mengambil segelas air. Diteguk hingga setengah kemudian memakan makanannya yang ia sendiri sedang tak berselera. Kunyahannya terasa sulit karena kondisinya belum memungkinkan untuk beraktivitas lebih. Beberapa kali ia memejamkan mata, meminimalisir sakit kepala yang mendera.

Ia mendongak, langsung mendapati Zeus menatapnya. Sayang, pria itu segera memutuskan kontak mata, seakan malu karena ketahuan. Gilirannya yang mengamati Zeus melahap makanan. Dapat ia terka, Zeus pun tak berselera.

"Aku sudah kenyang."

Zeus mendongak, menghentikan kunyahan karena kalimat Bree yang mengganggu pendengaran. "Kau baru makan, Bree. Habiskan makananmu."

"Aku bilang sudah kenyang."

Zeus menghela napas, bahkan helaannya terdengar. "Bisa tidak mendengarku sekali saja?"

"Kau yang seharusnya mendengarku."

"Astaga, Bree. Kau mau mendebatku sekarang? Habiskan saja makananmu dan istirahat. Aku sudah bilang biar aku yang menyuapimu, tapi kau bersikeras, kan?" Zeus mengetatkan rahang. Genggamannya di sendok dan garpu juga mengerat.

Bree berdecak. Bukan maksudnya untuk berdebat. Tapi ia tak berselera. Kepalanya pusing. Ini memang salahnya karena keras kepala ingin ke sini. Seandainya saja ia lebih memilih tidak makan, mungkin ia masih berbaring di ranjang menunggu kematian.

Zeus mengalihkan tatapannya kembali ke makanan. Ia pun tak berselera karena masih kenyang, apalagi sikap Bree yang seperti ini semakin mematikan selera makannya.

"Kalau kau merasa baikan, besok pagi kita akan berjalan-jalan mengelilingi rumah kita. Aku akan menemanimu." Bree hanya diam. Ia menguyah makanan dengan berat hati. Entah supaya apa Zeus selalu mengajaknya untuk mengelilingi rumah. Ia sudah terlalu bosan, bahkan tak lagi berniat melakukan aktivitas lebih. Seluruh dunianya mulai mati di sini.

"Hm," gumam Bree sebagai  jawaban. Ia masih memutuskan untuk mencari cara lepas dari Zeus. Hanya ada tiga kemungkinan. Satu, mereka memang terlibat di masa lalu. Dua, Zeus adalah sosok yang mengidap skizofrenia. Tiga, wajahnya memang mirip dengan sosok di masa lalu Zeus, dan Zeus menyekapnya kemudian terlibat dalam stockholm syndrome. Astaga, ia tak menyangka benar-benar bertemu manusia seperti Zeus. Pria ini mengidap penyakit, menurutnya.

"Buang jauh-jauh pemikiran mengerikan itu dari kepalamu, Bree. Kau akan terjebak di pikiran itu sendiri dan semakin membenciku dengan alasan yang pikiranmu buat. Kau akan menghabiskan waktumu begitu sia-sia karena terjebak pada pikiran itu."

"Kau yang membuatku terjebak pada pikiranku," jawab Bree cepat, namun terdengar datar.

"Kau hanya perlu menerimaku dan semuanya akan menjadi mudah. Satu hal yang harus kau ingat, aku tidak akan membiarkan istriku terluka, bahkan menyakitimu."

"Kau sudah menyakitiku."

Zeus menghela napas. Semua ini terlalu rumit. Ia tak bisa mengatakannya. Terlalu berkonsekuensi hingga akhirnya hanya dua pilihan pasti.

"Waktu yang akan menjawab semua pertanyaanmu." Zeus meletakkan kedua peralatan makannya kemudian membersihkan mulutnya menggunakan serbet. Ia berdiri kemudian mengelus kepala Bree seringan bulu. "Aku mencintaimu."

"Aku membencimu," jawab Bree langsung tanpa menatap Zeus. Helaan napas Zeus dapat ia dengar. Ia memejamkan mata pasrah saat Zeus mengecup puncak kepalanya. Ia benar-benar tidak mengerti dengan pria satu ini. Semua begitu rumit membuat ia harus memikirkannya begitu keras dan akhirnya pusing mendera.

"Istirahatlah. Jangan terlalu berpikir keras. Semua usahamu akan berakhir sia-sia." Bree mencengkram erat genggamannya. Zeus meremehkannya, seakan memang penculikan ini sudah direncanakan sejak lama. Zeus tahu trik-trik yang akan ia lakukan, sudah dipastikan Zeus bukanlah pria bodoh. Pikirannya saja bisa terbaca, apalagi gerak-geriknya. Sial. Ini tidak akan mudah.

Kepergian Zeus meninggalkan kemarahan pada Bree. Otaknya kian buntu terus mencari cara agar terbebas. Tidak mungkin selamanya ia bersama si buruk rupa itu, kan? Bagaimana kabar orang tuanya, kabar Lewis? Apa memang mereka tak mencarinya? Ponselnya pun sudah hilang. Seluruh akses untuk mengetahui dunia luar sangat terbatas.

Tiba-tiba ukiran senyum miring terpatri di wajah tirusnya. Mata almond yang semula meredup, kini menyirat kesinisan.

***

Pintu kamar terbuka, Bree berpura-pura tidur meskipun sejak tadi mata ini tak mau tertutup. Ia menyesuaikan gerakan napasnya agar tak terlihat berpura-pura. Tak lama, tangannya terasa digenggam hingga kehangatan menyelimuti. Hampir sepenuhnya sosok ini menggenggam seakan mengantarkan suhu hangat ke sekujur tubuh.

"Good night, Wife." Bibirnya dikecup singkat, berpindah ke pipi kanannya, meninggalkan jejak basah.

"Aku tidak akan memaksamu lagi, Sayang. Akan kucoba pelan-pelan membuatmu mencintaiku." Bisikan Zeus dengan elusan di rambutnya, kembali membuat ia bertanya-tanya. Dahinya bahkan hampir saja spontan berkerut.

"Aku sudah lelah menunggu, tapi keadaan tetap memaksa, kan? Aku bisa apa?"

Bisikan demi bisikan setidaknya menjadikan jawaban-jawaban. Bree terus mendengar, mengambil kesimpulan, kemudian menerka kembali. Atau ... bisa saja Zeus akan keceplosan membongkar apa yang terjadi.

"Kau tidur nyenyak sekali. Kau tahu, setiap malam aku tidak bisa tidur nyenyak. Rasanya selalu dihantui. Apa istriku baik-baik saja? Apa aku menyakitinya terlalu keras? Semua pertanyaan menyakitkan itu membunuhku perlahan. Tapi, aku tidak akan memperlakukanmu sama seperti Lewis memperlakukanmu, Sayang. Kita akan membangun kerajaan kita setelah semua ini berakhir. Sampai kau mengingatku kembali."

Bree tertegun. Bagaimana Zeus tahu kehidupan rumah tangganya dengan Lewis? Bagaimana Zeus tahu perlakuan Lewis padanya? Pria ini benar-benar tidak bisa diremehkan. Zeus tahu semua tentangnya tanpa ia harus membuka mulut. Sepertinya setiap jengkal dirinya, pria ini sudah tahu, bahkan pengalaman hidupnya dulu.

"Aku tidur di sini, ya? Melihatmu tidur, kantukku menyerang. Kau memang penawarku." Bree kembali merasakan bibirnya dikecup. Kali ini agak lama, bahkan ia bisa merasakan bibirnya dilumat.

Setelah ciuman itu berakhir, ia merasakan tangannya masih digenggam dengan helaian rambut. Ia membuka mata sedikit dan terkejut melihat posisi Zeus. Pria itu duduk di kursi menghadapnya dengan kepala yang menimpa genggaman tangan mereka bak anak kecil yang tertidur malas saat mengerjakan tugas sekolah.

Pria ini bisa tidur dengan nyaman, namun kenapa memilih posisi ini? Ia tahu besok pagi seluruh tubuh akan pegal-pegal, terutama kepala. Astaga, ia mendadak gemas sendiri dan berniat memanggil Zeus karena sedikit tak tega. Namun, mendengar dengkuran halus Zeus, ia mengurungkan niat sedalam-dalamnya karena pria itu sudah terlelap.

Posisi kepala Zeus yang membelakanginya, membuat ia dengan leluasa mengamati rambut hingga postur tubuh Zeus, seakan ingin menggali memori yang bisa saja tertinggal.

Namun, yang ia dapat hanya nyeri dan sakit. Sekeras apa pun ia mencoba, tetap saja nihil.

.

.

.

TO BE CONTINUED

Ugly Kidnapper ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang