LIMA : Gengsi

14.6K 910 0
                                    


"Kamu udah sadar?"

Aull mengerjap-ngerjapkan matanya karena merasa silau, dia mengedarkan pandangan karena merasa asing dengan tempat ini.

"Saya di mana?"

"Kamu di rumah sakit, tadi pagi kamu pingsan, makanya saya bawa ke sini."

Aull melihat Alwan yang baru saja datang. Rumah sakit? Memangnya dia kenapa sampai– Ah, Aull baru ingat, tadi pagi dia tiba-tiba merasa sakit di perutnya semakin parah sampai-sampai dia kesakitan setangah mati lalu setelahnya dia tidak ingat apapun.

"Pak," Aull tiba-tiba terduduk lalu memanggil Alwan dengan tatapan melasnya, membuat Alwan langsung mendekati gadis itu karena takut ada apa-apa.

"Kenapa? Ada yang sakit lagi?"

Aull menggeleng, seperti orang ketakukan Aull yang sudah gemetar menggenggam tangan Alwan membuat Alwan jadi panik sendiri.

"Terus kenapa? Pusing? Mual?"

"BUKAN, IH! BAPAK KENAPA BAWA SAYA KE RUMAH SAKIT, SIH?!" teriak Aull tiba-tiba yang jelas membuat Alwan langsung terkejut.

"Ha–hah?" Alwan menatap Aull kebingungan, memang kenapa jika dia bawa gadis itu ke rumah sakit? Bukankah orang sakit memang di rawat di sini?

"Saya gak sadar berapa jam?"

Alwan melirik sebentar jam tangannya yang sudah menunjukan pukul dua belas siang yang artinya Aull sudah pingsan selama empat jam.

"Empat jam."

"Astagaaa!"

"Kamu kenapa, sih? Ada apa?"

"Bapak gak tau apa?! Kalo ada orang yang gak sadar lama di rumah sakit, pasti bangun-bangun organ tubuhnya berkurang?! Ya ampun, jangan-jangan ginjal saya udah diambil lagi! Eh, atau jantung saya dituk–"

"Ssstttt! Kayanya otak kamu ada yang kegeser, deh. Ngelantur banget ngomongnya." Alwan menutup mulut Aull yang bawel sekali padahal dia baru saja siuman.

"Lagi pula gak ada yang mau ngambil organ kamu, gak laku juga kalo dijual. Udah, gak usah bawel."

Aull menekuk wajahnya menatap Alwan dengan sinis. Alwan ternyata masih tetap menjadi Alwan, lelaki yang selalu mengesalkan.

"Sembarangan aja kalo ngomong!"

"Kamu yang sembarangan, kebanyakan nonton film, sih, makanya jadi dramatis."

"Ck, Bapak tuh walaupun saya lagi sakit tetep aja ngeselin, ya. Tau gitu tadi saya gak usah bangun aja sekalian. Males banget diajak ribut mulu!"

"Kok jadi kamu yang marah?"

"Biarin!"

Aull melipat kedua tangannya merajuk, Alwan menghela nafas. Oke, kali ini dia yang harus mengalah, kalau saja Aull sedang tidak sakit sudah dia kerjai lagi seperti kemarin.

"Yaudah, maaf, saya yang salah, deh."

Aull tersenyum. "Nah, gitu dong. Kali-kali Bapak yang harus minta maaf sama saya."

"Ull, tapi ini sebenernya saya mau marah banget tau gak."

"Dih? Kenapa?"

"Kamu kenapa gak bilang saya, sih, kalo punya penyakit bahaya, hah?!"

"Penyakit bahaya apa, sih, Pak? Saya cuma Maag doang kok dibilang bahaya." Aull mengambil buah-buahan yang sudah terpotong rapih di atas meja samping bangkar lalu melahapnya satu persatu dengan santai.

"Iya, emang cuma Maag, tapi Maag kamu tuh udah kronis, Aull. Kamu tau gak dokter bilang apa? Kalo kamu biarin penyakit kamu itu dan gak diobatin sama sekali, kamu bisa kena kanker lambung tau gak!"

҂ Babbysitter CEO Manja ҂Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang