PART DUAPULUH DELAPAN

249 18 2
                                    

I'm back, Jangan lupa vote dan komen ya, biar aku semangat buat nulis cerita ini.
Lanjut!
Ramein lapaknya

Happy Reading



"Cepatlah buka matamu sayang" ucap Afgan dalam hati sampai tidak sadar bahwa ia meneteskan air matanya di sana, Afgan yang merasakan hal itu langsung cepat-cepat untuk menghapusnya.

"Papah ikut" Ales bersuara setelah Afgan mulai melangkahkan kakinya.

" Mamah di sini aja jagain Rania" Carisa berkata dengan mata yang sedikit membengkak.

Sesampainya di dalam sana Afgan serta Ales langsung mendudukkan bokongnya di atas kursi yang empuk.

"Katakan dengan cepat!" Afgan bersuara langsung ke intinya setelah berada di dalam sana.

"Maaf sebelumnya tuan dan tuan muda apa nona Rania sebelumnya tidak memberitahu Anda bahwa dia menderita penyakit?"

"Penyakit?, jangan mengada-ngada!"

"Saya berat mengatakan ini, tapi anda harus mengetahuinya."

Afgan terdiam seketika perasaan tidak enak itu mulai muncul di dalam relung hatinya, lalu menatap Dokter tersebut dengan tajam karena tak kunjung melanjutkan ucapannya.

"Lanjut kan perkataanmu jangan setengah-setengah!"

"Tuan nona Rania menderita penyakit kanker otak" Dokter tersebut berkata dengan cepat lalu memejamkan matanya.

"Apa kanker otak katamu?, Kau mengatakan gadisku kanker otak?" Tanya Afgan yang mulai kembali emosi.

"Afgan tenang kan dirimu nak" Ales berkata sambil menguatkan anaknya.

"Saya minta maaf tuan tapi begitulah yang sebenarnya, penyebab itu juga yang membuat nona Rania menjadi koma serta banyaknya pendarahan di kepalanya kemungkinan setelah bangun nanti akan mengalami amnesia."

"S-serta...."

"Katakan jangan terlalu bertele-tele!"

"Setelah saya perkirakan umur nona Rania tidak lama lagi sekitar dua tahun, karena kanker otak yang di alami nya sudah menjalar di seluruh permukaan kepalanya. Kanker otak ini memang sudah ada saat nona masih remaja tapi baru di rasakan setelah beranjak dewasa."

Afgan berdiri lalu membogem Dokter tersebut dengan sangat brutal "kau dasar Dokter bodoh, kau bukan tuhan untuk mengetahui semua hal itu!" Berkata dengan emosi yang meluap-luap.

"Afgan kamu tidak boleh seperti ini, ada Rania di dalam sana yang sangat membutuhkanmu!" Ales menengahi pertengkaran tersebut dengan pikiran yang dewasa.

"Urus kepindahan gadisku, tempatkan di ruang VVIP sekarang!"

"Baik tuan saya permisi." Dokter tersebut keluar dengan terburu-buru saking takutnya melihat tatapan tajamnya.

"Pah katakan padaku bahwa Rania tidak mengalami kanker otak pah, katakan!" Ucap Afgan setelah kepergian Dokter tersebut dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Bodoh sekali aku ini, penyakit gadisku saja tidak aku ketahui?, Bodoh, bodoh , dasar bodoh" sambil memukul tembok berkali-kali hingga terdapat banyak bercak darah di sana.

Afgan meluruh di tembok dengan tangisan yang sangat pilu, baru kali ini pemimpin itu kembali menangis setelah lima tahun lamanya. Ales yang melihat tangisan anaknya menjadi sedih.

"Afgan ayo berdiri, jangan lemah seperti ini di mana Afgan yang tangguh selama ini?" Ales berkata sambil menguatkan anaknya.

"Aku tidak bisa jika sampai berpisah dengan Rania pah" Mendongak kearah papahnya dengan tangis.

"Aku bisa jika berpisah bertahun-tahun tapi aku tidak bisa jika berpisah untuk selama-lamanya."

Air mata yang Ales tahan sedari tadi kini mulai luruh seketika, Ales tidak mampu membendung air matanya karena melihat anaknya yang sangat terpukul kali ini.

Afgan sangat lemah jika menyangkut tentang gadisnya, gadis yang sangat dia cintai, Afgan tidak sanggup jika harus kehilangan lagi. Masalah datang dengan bersamaan menimpahnya. Belum lagi masalah pasar gelapnya di Amerika, perusahaan, dan lagi tentang gadisnya. Tentu Afgan lebih mengutamakan gadisnya dari apapun, tapi dia harus membunuh para penghianat terlebih dahulu.

Afgan tidak berkata apa-apa tubuhnya bergerak untuk berdiri setelah tidak ada lagi air mata yang di keluarkan, kakinya melangkah keluar dari ruangan yang semula penuh tangisan itu kini menjadi sedingin salju.

---------

Afgan membuka pintu VVIP rumah sakit, matanya menangkap gadisnya yang tengah tertidur dengan sangat damai. Di luar sana banyak bodyguard yang tengah berdiri untuk menjaga tunangan sang pemimpin. Jam sudah menunjukkan pukul duabelas siang, Carisa dan Ales berpamitan pulang untuk beristirahat karena Carisa merasa tidak enak badan mungkin karena terlalu syok serta terlalu banyak menangis hari ini. Afgan memasuki ruangan yang penuh dengan bau obat-obatan, pantatnya langsung didudukkan di kursi yang berada di samping gadisnya.

"Buka mata mu sayang" Afgan berkata dengan sangat lirih sambil mengusap-usap tangan gadisnya dengan lembut.

"Rasanya baru kemarin kita bertemu, kamu belum merasakan kebahagiaan karenaku dan sekarang....," mungkin terdengar lebay tapi itu adalah perkataan yang murni keluar dari mulutnya sendiri.

"Apa di sana sangat indah hmm?" Afgan terus saja bersuara walaupun tidak ada yang menjawab ucapnya.

"Apa di sana sangat indah sehingga kamu malas membuka mata?" tanyanya lagi.

"Katakan padaku sayang, katakan!"

Tes

Air mata yang di tahan sedari tadi kini mulai meluncur dengan indah di pelupuk matanya. Tiba-tiba matanya berubah menjadi tajam lalu bibirnya mengeluarkan senyum smirk.

"Aku akan membalas semua ini kepada seseorang orang yang telah membuat mu terbaring di sini!" ucap Afgan dengan sangat serius sambil mengepalkan kedua tangannya, lalu menghapus air matanya dengan kasar.

"Siapapun yang berkaitan dengan ini akan aku hancurkan! Sampai tidak tersisa!" Ucapnya dengan penuh tekad.

Hawa di dalam ruangan yang semula dingin kini tambah dingin. Afgan mengambil handphone yang terletak di saku celana lalu menghubungi kontak orang kepercayaannya.

"Halo tuan" ucap Andi di seberang sana.

"Hmm, apa kau sudah mengurus masalah di sana?"

"Maaf tuan, tapi sepertinya anda harus turun tangan sendiri untuk melihat keadaan di sini, karena masala-"

"Apa katamu?, Aku tidak mau tahu Andi semua harus beres!, Apa masalah seperti ini saja kau tidak bisa mengatasinya?, Aku tidak mau mendengar kata gagal!, kalau sampai itu terjadi maka bersiap-siap lah!"

"Waktumu sampai besok pagi, jika kau gagal kau akan tahu sendiri apa yang akan aku lakukan!"

"Tapi tua-"

"Kau berani membantah ucapanku hah?" Afgan bertanya dengan tajam.

"Tidak tuan saya-"

"Aku akan mendengar kabarnya baiknya besok pagi!"

Tut Tut

Panggilan di tutup dengan sepihak, lalu Afgan kembali mencari kontak sekertaris nya lalu menghubunginya dengan cepat.

"Halo tuan."

"Kau periksa berkas di bagian keuangan lalu cocokkan dengan pengeluaran yang di lakukan perusahaan Minggu lalu, cepat!" Afgan berucap langsung keintinya, ingat dia tidak suka terlalu bertele-tele.

Rizal yang mendengar hal itu langsung menajamkan pendengarannya, "baik tuan."

"Telepon saya saat ada kejanggalan!"

"Baik tuan."



Seperti biasa jangan lupa comen and vote, ramein yukk lapaknya.
Salam manis dari Lia

See you 🖐️

TBC

Minggu, 19 September 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AFGAN [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang