Ketahuan

5.4K 114 3
                                    

Cilaka dua belas, karena terbawa emosi sampai ke rumah, lupa merapikan baju kantornya yang berantakan dan kusut, pun tidak sadar wangi parfum Mira menempel di tubuhnya. Lagi, ia pulang terlalu dini, saat Alana masih bangun. Memang sih sudah jam sebelas, tapi biasanya jam-jam segini tuh Fatiah sedang berulah dengan nangis tak henti-hentinya.

Begitu membuka pintu, Alana sudah.menyambutnya dengan bayi mereka di gendongan perempuan itu. Menatapnya tajam, "Kau dari mana? Kok bajunya bisa berantakan gitu?"

Saat Alana mendekat Jo mundur, tidak mau istrinya itu mencium bau wanita di tubuhnya. "Jangan mendekat, aku masih bau keringat, tenangkan saja Fatiah."

Alana melihat wajah Jo seperti menyembunyikan sesuatu. Tapi Isak tangis Fatiah menyelamatkan pria itu.

Iya, malam itu. Tidak paginya.

Ketika hendak mencuci pakaian kemeja yang Jo pakai kemarin tergeletak kusut di atas keranjang bersama pakaian kotor lainnya.

Karena penasaran Alana memerhatikan kemeja itu dengan seksama, karena tidak ada hal yang aneh selain kusut, ia pun mencium baunya. Sebau apa keringat Jo sampai pria itu tidak mau ia mendekat semalam, padahal seingat Alana Jo tidak pernah lupa memakai deodoran sebelum pakai baju. Pun pada aktivitas berkeringat keduanya Alana tidak mencium bau keringat yang begitu menyengat.

Saat indra penciumannya bekerja ia mendapati bau parfum asing, bau mawar milik perempuan. Karena Alana tidak suka mawar, sedangkan parfum Jo seperti ini baunya.

Perempuan itu termangu, tidak tahu harus melanjutkan pekerjaannya atau menelepon Jo untuk menanyai. Tapi pria itu pasti masih sibuk di kantor, sedangkan Alana kehilangan semangat untuk bekerja.

Ia teringat sesuatu, lekas ia membawa kakinya melangkah ke kamar. Mengambil ponsel dari atas tempat tidur. Menekan tombol pemanggil.

"Ya, Lana?" suara wanita di seberang sana terdengar setelah empat Ki nada sambung berbunyi.

"Lia ... aku mencium bau parfum perempuan di kemeja Jo." Alana sungguh tidak ingin berprasangka buruk, hanya saja ia sekarang tidak bisa berpikir jernih. Ia butuh pendapat seseorang.

"Astaga, Al. Sudah aku duga yang hari itu aku lihat Jo dengan wanitanya!"

"Aku takut salah bertindak, Li. Bisa datang ke rumah enggak? Biar kau bisa menciumnya, barangkali ini penciuman aku yang salah."

"Baik, aku segera berangkat, ya, Al."

Lia adalah sahabat Alana sejak SMP, kedekatan mereka bagai saudara kandung. Alana sudah anggap Lia sebagai kakaknya sendiri, begitupun sebaliknya.

Lia sering kali ikut campur dalam kehidupan Alana, juga salah seorang yang menyarankan Al untuk menerima perjodohan antara dirinya dan Jo. Pendapat perempuan itu sangat berarti bagi Alana, juga seringkali sarannya tepat.

Kurang dari tiga puluh menit, sahabatnya itu sudah sampai di rumah Alana sendiri. Karena anaknya yang sudah berumur lima tahun ia titipkan bersama baby sitter nya yang sedang mengajak Marco--putranya ke Playgroup.

Tidak menunggu waktu lama Alana segera mengutarakan kejadian semalam, dan memberikan kemeja yang berbau parfum perempuan itu ke depan Lia.

"Kau benar, Al. Ini parfum perempuan." Lia tidak mau membuat Alana bersedih, tapi ia menjunjung tinggi kejujuran. "Astaga suamimu itu!"

"Tapi Li. Jo bukan laki-laki seperti itu...."

"Terus ini apa, Al, sayang?" Melemparkan kemeja itu ke meja, Lia menatap gemas sahabatnya yang bucin sekali dengan suaminya itu. Lalau dengan sedikit terburu-buru merogoh sakunya untuk mengambil ponsel. Ia membuka galeri, menscroll-scroll mencari beberapa foto yang sempat ia ambil ketika melihat Jo bersama wanita lain.

"Nih, nih, lihat Al. Sejak dua bulan lalu, suamimu itu udah bertingkah. Main api dengan perempuan lain."

"Ya, kan, tapi ini fotonya ngeblur, Li. Kayaknya emang aku yang terlalu berpikiran lebih. Jangan-jangan ini parfum teman kerjanya."

Lia memutar mata, "Ya, selingkuhan Jo adalah teman kerjanya gimana?"

"Astaga, Li! Aku harus bagaimana ini? Mau bertanya pada Jo, takut ia marah, lagi pula bukti aku belum cukup."

Tangan Lia meremas jemari Alana, "Makanya ayo kita buktikan!"

"Tapi ...."

"Enggak ada tapi-tapian. Kau mau tahu suamimu punya selingkuhan atau tidak?"

"Maulah. Mana mau aku lama-lama curigaan, jatuhnya dosa! Belum lagi kalau ternyata benar, aku bisa gila diduakan begitu."

Senyuman senang mengiasi wajah perempuan berambut pendek, Lia, yang langsung memeluk Alana. "Gitu, dong. Baru sahabat aku, berani ambil tindakan." Lalu melepaskan pelukannya, mata menatap lekat Alana. "Sekarang yang pertama kau lakukan adalah periksa ponsel, Jo."

"Ah, ini baru pertama saja kok susah. Kami sudah berjanji untuk sama-sama menghormati privasi masing-masing, Li. Aku dan Jo tidak pernah memeriksa ponsel kami. Mungkin karena saling percaya tidak ada yang perlu di khawatirkan dari hubungan kami."

"Hmm. Kalau gitu, kau pura-pura aja. Katakan ponselmu rusak, lalu pinjam punyanya!"

Muka Alana memelas ia tidak pernah berbohong pada Jo selama ini. Apalagi untuk mengintai, dan membuktikan bahwa suaminya itu selingkuh. Kalau ketahuan, dan ternyata Jo tidak bersalah bisa habis hubungan mereka!

"Ada cara lain tidak?"

"Ada, kita ikuti Jo satu harian!"

Alana semakin menciut, "Li. Itu makin parah."

"Makanya, udah. Periksa saja ponselnya!"

Pilihan memeriksa ponsel Jo lebih baik daripada menguntit seharian pria itu. Maka walaupun tidak enak hati dan rasanya berat. Alana akhirnya mengangguk.

***

Hari ini Jo pulang telat waktu. Saat ini pria itu sedang mandi. Di tempatnya Alana sedang keringat dingin, membayangkan bahwa ia sedang dalam misi menyelidiki sang suami.

Jo baru saja masuk ke dalam kamar mandi, di dalam kamar Alana berjalan mondar-mandir bersiap-siap berbohong. Tapi tiba-tiba sudut matanya menemukan sinar di tempat tidur. Itu ponsel Jo yang berbunyi memunculkan sebuah notifikasi di layarnya.

Kesempatan emas!

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan ia meraih benda pilih itu lalu membukanya. Untung sekali, hapenya tidak dikunci.

Menilik awas ke pintu bathroom, Alana dengan perlahan membuka aplikasi chat berwarna hijau yang biasanya Jo pakai berkirim pesan dan menelponnya.

Satu persatu chat yang ada Alana buka. Nama-nama yang tertera juga tidak ada yang janggal. Beberapa grup kantor, grup pertemanannya dan kliennya. Tidak ada chat dengan wanita terduga selingkuhan Jo. Pun di riwayat panggilannya.

Ia beralih pada SMS biasa. Di sana juga tidak ada. Lalu pilihan terakhir di memeriksa riwayat telepon berpulsa-nya. Dan saat menggeser ke bawah mata Alana membulat melihat sebuah nama perempuan dengan emoticon love di akhir.

Dapat! Jo benar-benar punya perempuan lain.

Saat yang bersamaan Jo keluar dari kamar mandi, melihat Alana sedang memegang ponselnya. "Apa yang kau lakukan dengan ponselku, Al?"

Mata Alana sudah berair, hatinya hancur mengetahui pria yang ia cintai ternyata punya selingkuhan.

"Semalam kau ke mana, Jo?"

***

Hahaha. Jooooooo kau kena imbasnya! Makanya jangan maen api!

Jangan lupa untuk tekan ⭐ dan beri komentar:*

Bukan selingkuhan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang