Pram dan Mira

7K 108 0
                                    

"Semuanya hanya masa lalu, seharusnya aku tahu itu. Agar tidak berharap apa-apa di masa depan."

Mengusap wajahnya kasar, ia berhenti berkelana di masa lalu. Hal itu hanya membuatnya semakin sedih saja. Semua cerita romantis yang pernah ia lalui bersama Jo adalah cerita usang tidak berarti lagi.

Cinta sejati yang dulu mereka agungkan adalah cerita lama. Hidup terlalu sulit ditebak, dan sekeras apapun itu kita harus tetap melaluinya.

Sekeras apapun ia mencoba untuk mengembalikan keadaan, nasi telah menjadi bubur tidak akan  bisa diubah lagi.

Berusaha bangkit dari keterpurukan, melupakan barang sebentar masalahnya, ia tidak boleh menyerah masih ada orang yang menyayanginya.

Tepat ketika mencoba memejamkan mata, ia ingin beristirahat total di hari liburnya ini sebuah ketukan pintu menggagalkan rencana. Ia terpaksa bangkit, walau dengan perasaan tidak minat.

"Mira, aku membawakan sop ayam untukmu," ujar seseorang dengan semangat ketika pintu telah ia buka.

Pram berdiri di sana mengangkat rantangan di wajahnya. "Mas Pram tidak kerja?"

"Sudah pulang, hari ini hanya sedikit tugas yang perlu diselesaikan. Kamu sudah baikan?"

Pria itu menyentuh kening Mira, mengecek seberapa tinggi suhunya. "Masih anget."

"Hmm, tapi sudah lebih baik dari yang tadi pagi."

Menyadari mereka masih berdiri di pintu, Mira membawa Pram masuk. Meminta pria itu duduk di sofa sedangkan dirinya menyiapkan bawaan Pram di dapur.

Kali kedua Pram bisa datang ke rumah sang gadis pujaan hati. Ia merasa Mira sekarang telah menerima hadirnya. Dalam hati Pram bertanya; apa Mira sudah membuka hati untuknya?

Tersadar dari lamunannya saat suara denting antara mangkok kaca beradu dengan meja kaca. Mira membawakan makanan yang ia bawa.

"Silahkan dimakan, Mir. Kata Mama bila badan tidak enak, kita harus mengisi energi nya agar bisa melawan penyakit. Kalau kamu tidak berenergi, bagaimana bisa melawan penyakit, kamu akan semakin lama sakitnya."

Mira mengangguk menyetujui, sesendok kuah ia cicipi. Rasanya sangat enak. "Enak, Mas. Beli di mana?"

"Alhamdulillah kau suka. Mama yang masak Mir."

Mira berhenti mengunyah daging ayam di mulutnya mendengar jawaban dari laki-laki. "Ibu Mas?"

"Iya, khusus buatmu." Khusus buat menantunya, sambung Pram dalam hati. 

Mira tidak memikirkan lebih jauh lagi, cukup jawaban Pram ia telan bulat-bulat mengingat kepalanya masih penuh. Makanan berkuah itu sedikit panas, saat memakannya uapnya mengenai wajah Mira. Tidak terelakan keringan memenuhi wajah ditambah rambut panjang yang ia gerai. Untuk mengurangi panas dan menghindari peluh yang semakin membanyak, Mira mengambil karet di sakunya mencepol surainya asal.

Namun perempuan itu lupa akan sesuatu. Saat Pram melihat ke arah leher wanita itu yang kini terekspos, sebuah bercak biru menarik perhatiannya. Jumlahnya cukup banyak bertebaran di beberapa bagian. 

Lalu Pram baru menyadari tidak hanya di leher, tetapi juga ada di dada Mira melalui kerah baju tidur yang turun pria itu bisa melihatnya.

Mira merasa agak risih saat Pram memandangi dirinya seperti itu. Apalagi saat ini mata pria itu intensif melihat ke dadanya. 

"Ekhem," dehamnya lalu membetulkan kerahnya yang tadi kedodoran. Pram salah tingkah di tempatnya merasa bersalah telah melihat area yang tidak sengaja tampak itu.

"Mir .... Lehermu kok banyak biru-biru gitu?"

Mira membeku beberapa detik sebelum ia dengan cepat menguraikan kembali rambutnya. "Ah, ini gatal-gatal, Mas." Ia berbicara senormal mungkin menutupi perasaan panik dan malu di saat bersamaan. 

"Oh, ya? Sama eum .... tadi aku melihat ada di .... Eum dadamu."

Ah, itu alasannya pria itu melihat dada Mira begitu lekat. Mira ingin menuangkan kuah sop ke kepalanya, ia sudah sangat jahat berpikir Mas Pram yang baik hati ini diam-diam mencuri pandang pada punyanya.

"Iya, Mas. Kayaknya di seluruh badan Mira deh kenanya." Tangannya menggaruk-garuk leher bertingkah seperti kegatalan.

"Oalah, kau tidak bilang. Aku bisa singgah ke apotik dulu tadi membelikan mu salep." Pram menyesal tidak menghubungi Mira terlebih dahulu sebelum datang. "Tapi unik, ya. Warnanya biru-biru gitu."

Unik? Mira tidak tahu harus menanggapi seperti apa kepolosan Pram. Apa ia harus bersyukur pria tidak menyadari bahwa itu ada bekas .... Atau ia merasa bersalah karena lagi-lagi ia berbohong pada pria sebaik Pram.

Mendadak sup ayam yang enak itu tidak menggugah seleranya lagi. Tapi kalau tidak dimakan, rasanya Mira seperti tidak menghargai Pram, pria itu sudah jauh-jauh datang, Tante--mama Pram juga sudah capai-capai buat. Jadi ia memaksakan diri untuk memakannya, setidaknya sampai perut kosong yang sejak tadi pagi belum terisi itu kenyang.

"Cepat sehat, ya, Mir. Kantor sepi tanpa dirimu."

Mira tersenyum hendak terkekeh, tapi karena sedang makan jadinya hanya bisa senyum nyengir. "Kantor sepi atau yang lain? Tugas Mas Pram jadi lebih berat ya?" 

"Eh, enggak, kok. Serius kantor jadi sepi."

"Halah, Mas. Biasanya juga Mira enggak banyak bicara."

"Iya, bener, kok. Kalau tugas banyak mana mungkin aku bisa pulang cepat dan menjenguk dirimu."

Sudah lama rasanya Mira dan Pram tidak bersenda gurau seperti. Ternyata masih semenyenangkan itu. Pram tidak tahu tiba-tiba saja perasaannya pada Mira semakin menggebu. Sudah cukup lama ia simpan apakah ini saat yang tepat.

"Mir...."

"Ya, Mas?"

"Mira udah punya pacar?"

Kali ini Mira tidak bisa lolos dari kuah sup yang salah jalur dan terasa pedih karena masuk tenggorokan. 

"Uhuk-uhuk."

Pram panik buru-buru menyerahkan gelas berisi air putih pada Mira dan menepuk-nepuk punggungnya. "Pelan-pelan Mir."

Mira berpikir keras, menyadari bahwa kepingan-kepingan janggal yang ia rasakan selama bersama Pram kini terjawab sudah. Semua perhatian dan kebaikan yang berlebihan itu karena Pram menyukainya.

Ah, kenapa aku tidak menyadarinya selama ini? batin Mira berkecamuk.

"Kaget ya aku tanya seperti itu?"

Mira menoleh sambil menggeleng pelan, "Eh, bukan, Mas. Mira aja makan kurang hati-hati."

Pram menghembuskan napas lega, ia tidak mau karena ini suasana jadi canggung kendati ia masih penasaran Mira sudah punya kekasih atau tidak.

"Mm, Mir ...."

"Ya, Mas?" tanya Mira dengan raut wanti-wanti kalau pria itu bertana sesuatu yang aneh lagi.

"Akhir pekan ini kau ada acara tidak?"

Ternyata benar Pram malah menanyai yang aneh, yang bulan Pram yang ia kenal. Tapi kali ini Mira memilih jujur. "Enggak, Mas. Kenapa?"

Mira sebenarnya bisa menebak pria itu mau mengajaknya jalan-jalan atau kencan mungkin.

"Kau mau jalan-jalan sama aku?" 

Nah, kan. Tapi tawaran itu sangat menarik, hitung-hitungan ia ingin refresing dari kerumitan masalah selama ini, ia pun menjawab; "Mau, Mas."

****

Asek di PDKT sama Pram. Wkwkwk

Cangtip1

Jangan lupa tekan bintang dan komentar pembaca kesayangan:*

Bukan selingkuhan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang