Author POV
Rival menyesali ruang kerjanya yang besar ini. Memang, Rival lebih merasa nyaman dengan kondisi kerja yang sepi dan mewah ini. Ruangannya yang dilengkapi sofa nyaman, bar kecil untuk sekadar menyimpan brendy dan kaca-kaca besar dengan pemandangan kota yang begitu padat. Mungkin karena alasan pemandangan yang tidak disukainya, Rival lebih memilih melirik jendela kaca disamping.
Atau mungkin pemandangan kota tak ada apa-apanya dibanding pemandangan seorang gadis yang sibuk berkutat dengan komputer yang ada di luar ruangannya. Ya, gadis sombong yang tidak mau menyapanya itu.
Rival menggaruk sisi kepalanya yang tidak gatal, kebiasaannya apabila ia sedang frustasi. Frustasi yang ia sendiri herankan. Untuk apa frustasi dengan adik kelasnya saat SMA itu?
Merasa heran, apa yang salah bila adik kelasnya sendiri menjadi pegawainya? Sejujurmya ia tak pernah membayangkan hal ini.
Dulu mereka hanya sebatas adik dan kakak kelas yang berada dalam satu organisasi, yaitu club pencinta alam. Bahkan mereka beberapa kali mendaki gunung bersama. Dan tak jarang Rival memandu Luna saat mendaki. Sebaliknya Luna tak jarang memasaki makanan untuknya selama di gunung.
Lalu mengapa pertemanan yang harmonis dulu, sekarang berbeda?
Berkali-kali Rival mengangkat gagang telepon dan meletakannya kembali. Bimbang. Akankah ia meminta Luna ke ruangannya hanya untuk bertegur sapa?
Rasanya tidak wajar karena biasanya Rival yang berkedudukan sebagai petinggi perusahaan berhadapan langsung dengan bawahannya tanpa melewati sekretarisnya.
Begitulah Rival melewati hari pertamanya sebagai CEO di Indonesia. Menatap jendela, mengangkat dan menutup telepon, juga menggaruk kepalanya dengan frustasi.
------------------------------------------------------------
Haaiii, akhirnya bisa updet lagi. Semoga kalian suka dengan tulisanku. Aku akan tetap menulis walaupun ga ada yang baca, comment atau vote. Tapi aku sangat menghargai kritik dan saran kalian untuk membuat cerita ini menjadi lebih baik lagi. Terimakasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior
Romance6 tahun. Waktu yang cukup lama untuk melupakan orang yang kita cintai. Sayangnya satu tatapan darinya cukup membuatku merasakan sakit itu lagi. Tidak! Dia tidak mencintaiku. Begitu juga perasaanku seharusnya. -Raluna Rosallie Ruffman- 6 tahun. Waktu...