Bertepatan dengan habisnya jam istirahat, Luna kembali dari caffe dengan menenteng cup cokelatnya ditangan kanan dan sekotak donat karamel. Luna merasa butuh banyak asupan gula dan cokelat untuk membakar semangatnya. Nyatanya walau telah menghabiskan dua cup cokelat dan sepotong donat, semangat Luna tetap di titik nol.
Begitu melangkahkan kakinya menuju lift, Luna merasa ada yang janggal dengan suasana kantornya. Mengapa lobby hening begini? Kemana suara cempreng resepsionis yang kerjanya merumpi itu? Kemana suara keras para lelaki? Semua pertanyaan beralih pada pertanyaan yang lebih mengalihkan perhatian. Kenapa lift di ujung sana terlihat ramai? Jangan-jangan ada yang pingsan atau lift mati?
Luna setengah berlari menghampiri lift. Mendesak kerumunan kecil disana. "Permisi, saya mau lewat."
Begitu melihat isi lift, terjawablah semua pertanyaannya. Di dalam lift terdapat seorang wanita yang sangat cantik. Dengan tubuh indahnya yang di balut dress cantik nan mahal berwarna pink, wanita itu bak aprodite yang turun ke bumi. Postur tubuh yang sempurna membuat setiap wanita menatapnya iri. Rambut cokelat bergelombangnya membuat setiap lelaki betah menatapnya tanpa malu. Kaki jenjang yang dibalut stiletto merah dengan penuh percaya diri memasuki lift. Jangan tanya wajahnya. Dengan wajah belasteran indo-bule membuat wanita itu memiliki gurat wajah yang menarik. Hidung bangir, bibir tipis dan dagu panjang melengkapi kesempurnaannya.
Siapa pula yang tak mengenal wanita itu. Shofia La Shanedry. Model internasional yang telah membanggakan Indonesia. Bakatnya telah menghantarkan Shofia ke Paris, kota dunia fashion. Berpuluh kontrak telah ditanda tangani. Namanya melambung pesat seiring pesonanya yang makin matang seiring waktu.
Ya, Shofia La Shanedry. Teman Luna semasa SMA. Tak hanya teman Luna, namun teman Adam, Josh, Kent dan Shen juga. Tak terkecuali Rival. Seakan keajaiban sosok Shofia muncul dari foto di IPad itu hingga ada di Indonesia. Bukannya wanita ini ada di... Entah dimana pun diluar Indonesia. Luna tak pernah mengikuti berita model-model terkenal di majalah atau televisi, namun Luna tetap menganggap kehadirannya di Indonseia adalah keganjalan. Apalagi dari semua tempat di Indonesia, mengapa Shofia ada di kantor ini. Apa dia tersesat? Mengira di gedung Reaven Holding Company ada butik terkenal atau gerai Dior? Mungkin saja, bukan?
"Luna?" Sebuah sapaan lembut mengejutkan Luna dari lamunannya.
Shofia melangkah anggun menghampirinya. "Raluna, bukan?" Tanya Shofia memastikan. Mau tak mau Luna mengangguk bodoh. Sudah tidak ada waktu untuk pura-pura tidak mengenal Shofia karena jelas-jelas Shofia memanggil nama panjangnya.Akhirnya Luna menemukan kesadarannya lalu menjawab ragu, "Shofia?"
Shofia tersenyum menawan lalu menarikku ke dalam lift. Tidak dipedulikan lagi tatapan heran orang-orang disekitarnya. Luna jadi merasa risih sendiri. Berdiri di sebelah makhluk sempurna bukanlah sebuah kebanggaan.
Memang mereka teman semasa remaja. Namun dulu saat mereka bersama, Luna merasa dirinya hanya pembantu bila disamping Shofia yang bak ratu. Bila klub nya sedang berkumpul, Shofia selalu mendominasi suasana ramai sedangkan Luna hanya ikutan tertawa di sudut. Bukan salahnya kan kalau sekarang Luna merasa canggung? Apalagi kini Shofia membawa embel-embel model international sedangkan dirinya hanyalah seorang akuntan biasa.
Luna memperhatikan penampilannya yang lusuh. Blouse polos berwarna biru dan rok hitam selutut dengan stiletto hitam yang hanya 5cm membuatnya terlihat makin pendek dibandingkan Shofia. Sekali lagi Luna merutuki dirinya yang begitu acuh memilih baju. Walau gajinya cukup untuk membeli sepotong dua potong blouse Zara atau Dior, Luna tetap setia terhadap mba-mba mangga dua dan tanah abang. Kini disamping model berbusana hermes membuatnya semakin mirip dengan upik abu.
"Waaah sudah lama ya ga ketemu. Aku baru tahu kau kerja disini. Berarti kau pegawainya Rival?" Shofia mengajak Luna ngobrol sementara pintu lift tertutup membawa mereka ke lantai atas. "Ya begitulah. Sedang apa kau di Indonesia? Setahuku kau sedang kerja di Paris?" Luna bertanya penasaran. Shofia tertawa anggun lalu dengan santainya menjawab, "aku model, Luna. Dimana pun aku berada pasti tawaran kerja datang padaku. Aku sudah mengelilingi eropa namun London menjadi tempat favorite ku."
London? Apa secara tidak langsung Shofia mengatakan kalau ia sering ke London? Inikah jawaban atas pertanyaan Luna? Belum tentu, Luna. Belum tentu. Jangan berfikiran negative dulu, pikir Luna. Ia mencoba tersenyum lagi. Tentunya ia sadar bahwa kata-kata Shofia adalah sebagian kecil dari kesombongannya. Untungnya ia tidak memiliki sifat hendonisme seperti kebanyakan wanita sosialita.
"Kedengarannya menyenangkan, Shofia. Jadi mau apa kau kesini?" Tanya Luna to the point. Katakanlah Luna sinis atau kasar, tapi ia benar-benar kesal dengan tiap tutur kata dan gerak-gerik Shofia yang tidak pernah berubah sejak ia SMA. Tetap tebar pesona. Bertepatan dengan itu pintu lift terbuka. Merasa ini lantai tujuannya, Luna turun dan mendapati Shofia ikut turun di lantainya. "Tentu saja bertemu Rival. Menurutmu apa lagi?"
Pernyataan Shofia seakan memukul kesadarannya. Bertemu Rival? Bukankah Rival sedang ada rapat penting? Untuk apa Shofia menemui kekasihnya? Seingatnya ini perusahaan pengadaan barang, bukannya management model dan sebagainya. "Sayang sekali, Shofia, Rival sedang ada rapat penting dan tidak dapat di ganggu."
Shofia mengerutkan kening heran. "Benarkah? Tapi mengapa Rival memintaku untuk langsung masuk ke ruangannya?"
****
Kini bolehkah Luna berfikir negative. Bagaimana tidak? Mendapati kenyataan bahwa kekasihnya membohonginya? Bertemu wanita itu membuat perasaan Luna yang awalnya berada di titik nol menjadi minus 10.
Luna merasa hatinya di remas. Luna merasa posisinya digantikan oleh Shofia? Atau sebaliknya? Luna hanyalah pengganti Shofia selama Rival di Indonesia? Pemikiran itu tidak membuat Luna merasa lebih baik.
Sejak Shofia masuk ke dalam ruangan Rival, Luna tak hentinya melirik pintu yang masih tertutup itu. Shofia tak keluar-keluar membuat Luna bertanya-tanya, apa Rival ada di ruangannya? Apa yang mereka lakukan di dalam? Luna mengerjapkan matanya lalu menggeleng. Sebuah penolakan mampir bertubi-tubi di otaknya berbanding terbalik dengan kenyataan yang beberapa saat kulihat. Semua hal ini membuat nafas Luna sesak.
Rasa penasarannya sudah tidak dapat dibendung lagi. Hatinya sudah terlalu sakit untuk sekadar berfikir dengan logika dan mengikuti kata hatinya. Dengan ragu ia melangkahkan kakinya ke pintu ruangan Rival lalu membukanya tanpa diketuk.
Tatapannya membeku pada pemandangan dihadapannya. Hatinya terasa diremas, kepalanya berdenyut nyeri dan kakinya terasa goyah. Tanpa kata-kata lagi ia meninggalkan ruangan itu dengan air mata berlinangan.
Kejadian itu seperti video yang berputar dikepalanya tanpa henti. Rival dan Shofia yang berciuman panas.
*****
Rival mendorong bahu Shofia pelan. Matanya membelo tak percaya, berganti-ganti melihat Shofia dan pintu ruangannya yang terbuka lebar. Ia melihat wajah Luna yang terkejut dengan jelas. Sama jelasnya saat melihat tatapan Luna yang terluka dan kecewa.
"Gila kamu, Shof! Kau tidak lihat ekspresi Luna tadi?" Rival setengah berteriak pada Shofia lalu meraih kunci mobilnya, berniat mengejar Luna. Tetapi sebuah tangan lembut menarik lengannya kuat. Shofia menggeleng tegas. "Jadi kamu lebih milih ngejar dia dari pada keberhasilan rencana kita? Buat apa aku kembali ke Jakarta kalau bukan karenamu?!"
Perkataan Shofia menyadarkan Rival. Ia mengurungkan keinginannya mengejar Luna walau dengan tatapan tak rela. Ia kembali duduk di sofa lalu mengusap rambutnya frustasi. "Tapi tidak begitu caranya, sayaaang! Kau tahu kan bagaimana perasaanku melihat tatapannya tadi?"
Shofia turut duduk di samping Rival lalu mengusap pundak Rival dengan lembut. "Percayalah, ini untuk kebaikan kita. Untuk kebaikannya juga. Kita semua membutuhkan kepastian, bukan? Pada akhirnya Luna akan menangis juga, bukan?" Shofia pun tersenyum kemenangan.
------------------------------------------------------------------
Haiiii, sudah lama tidak menulis. Di chap 14 aku sedih membayangkan Luna dan Alice LDB (long distance bestfriendship) hahaha. Makanya aku kasih gambar Luna dan Alice di mulmed. Sedangkan di chap ini aku kasih gambar Shofia yang badai. Alhamdulillah kelar segala urusan. Akhirnya bisa nulis lagi. Semoga kalian suka tulisan jelek ini :)
Love you all :*
-luceat
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior
Romance6 tahun. Waktu yang cukup lama untuk melupakan orang yang kita cintai. Sayangnya satu tatapan darinya cukup membuatku merasakan sakit itu lagi. Tidak! Dia tidak mencintaiku. Begitu juga perasaanku seharusnya. -Raluna Rosallie Ruffman- 6 tahun. Waktu...