Author POV
Sebulan ini serasa neraka bagi Luna. Pekerjaan yang menumpuk dan tumpukan map yang telah menggunung membuat mata Luna dihiasi kantung mata yang hitam. Pipinya pun terlihat tirus.
Alice sebagai teman dekat Luna menunjukan keprihatinannya dengan membawa makan siang sehingga Luna tidak perlu turun Dan membeli makanan.
"Tidak ada puasnya Mr. Reaven memberimu pekerjaan. Ada apa sih dengan kalian? Please don't lie to me," Alice melirik Luna curiga.
Yang ditanya malah menggigit bibir bawahnya. Alice tahu reaksi itu. Luna sedang gugup. Tak mungkin tidak ada apa-apa.
Alice sangat mengenal sifat Luna yang suka memendam perasaannya seorang diri. Mau senang atau sedih, hanya Luna seorang yang tahu. Tak jarang juga Alice melihat Luna senyum-senyum atau kadang cemberut tanpa alasan. Memang terlihat aneh. Tapi begitulah Luna dimata Alice.
"Baiklah. Aku akan cerita padamu. Tapi jangan tertawa, oke?" Kata Luna sambil mengangkat jari kelingkingnya. Ingin rasanya Alice tertawa. Janji jari kelingking?
"Oh, come on! Jangan tertawa hanya karena janji jari kelingking. Tahu kah kau kalo janji jari kelingking itu sangat berbahaya?"
Mata Alice membulat. "Oh ya? Are you sure?"
Luna mengangguk yakin. "Kau tidak tahu sejarahnya? Siapapun yang ingkar janji jari kelingking, maka kelingking orang itu akan dipotong. Dan apa kau lebih tertarik dengar cerita janji itu daripada ceritaku?"
Jari kelingking Alice menyambut jari kelingking Luna hingga bertaut. "I'm promise. Now, tell to me. Everything."
Luna menarik nafas panjang lalu memulai ceritanya mulai dari ia yang meloncat kegirangan saat berbicara pada Rival semasa SMA, hingga saat accident di lift seminggu yang lalu.
Ternyata Alice adalah pendengar yang baik. Walau Luna tidak sampai mengangis layaknya wanita pada umumnya, tapi bahasa Luna mulai tidak mudah dipahami. Tanpa koma apalagi titik, Luna bercerita tanpa henti. Untung saja Alice terbiasa mendengar radio dimobilnya yang sudah mulai rusak. Suaranya seperti bebek panik.
"Sejak kejadian di lift itu, Rival terasa lebih kejam terhadapku. Lihat saja tumpukan ini. Menurutmu dia kenapa?" Luna terlihat pasrah.
Alice menggeleng putus asa. Memang dia sendiri tak berpengalaman dalam dunia percintaan. Tapi nenek buta juga tahu kalau bosnya, Rival mulai punya rasa dengan Luna. "Menurutmu dia kenapa?"
Kok ditanya malah nanya balik, gerutu Luna dalam hati. "Mungkin dia kesal karena aku bersikap dingin padanya."
"Apa peduli dia dengan sikap dinginmu?" Tanya Alice gemas.
"Umm tidak tahu. Sudahlah, jangan berteka-teki seperti itu. Menurutmu kenapa?" Luna jadi merasa kesal dengan perkataan Alice yang berputar-putar.
Bola Mata Alice berputar malas. "He falls in love with you, stupid! He doesn't realize that. But I'm sure he will."
Alice menghitung berapa lama Luna terdiam dengan mulut setengah terbuka. Dalam hati Alice terkikik. Pada hitungan ke 24 Luna menjawab, "that's impossible."
"Bagaimana kau tahu itu? Apa mungkin orang jatuh cinta seperti orang dendam seperti ini? Andai kata ya-dan aku tak mau berharap- kenapa dia tidak menunjukan atau mengatakan perasaannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior
Romance6 tahun. Waktu yang cukup lama untuk melupakan orang yang kita cintai. Sayangnya satu tatapan darinya cukup membuatku merasakan sakit itu lagi. Tidak! Dia tidak mencintaiku. Begitu juga perasaanku seharusnya. -Raluna Rosallie Ruffman- 6 tahun. Waktu...