chapter 18 (end)

12.2K 374 6
                                    

Sayangnya, pengakuan dosa Rival dan Shofia tidak memperbaiki hubungan Rival dan Luna. Luna yang masih kesal dengan Rival, mendiamkan Rival habis-habisan. Pulang pergi kantor sendiri, weekend bersama Shen, Josh, Kent dan Adam, dan makan siang bersama Shofia.

Seperti mendukung usaha Luna yang menjauhi Rival, Shofia malah sering mengajak Luna menghabiskan waktu bersama.

"Aku senang melihat Rival menderita," kata Shofia enteng saat ditanya Luna, mengapa Shofia membantunya menjauhi Rival. "Kau sendiri kenapa menjauhi Rival?" Tanya Shofia balik.

Luna mendengua kesal. "Bukan dia saja kan yang bisa memainkan perasaan orang?"

"Jadi ini ajang balas dendam?" Shofia tertawa diikuti anggukan Luna yang begitu yakin.

*****

Sudah seminggu ini Rival mempunyai hobi baru. Melototi kalender. Ia sudah menyusun rencana sedemikian rupa. Luna tak bisa mengelak lagi. Tidak ada lagi jam kantor yang padat karena Luna tidak bisa pura-pura sibuk kerja. Tidak ada lagi Shofia yang menemani Luna hang out karena Rival sudah mengirim Shofia kembali ke Paris. Tidak ada lagi acara hibernasi Luna di apartemennya karena Rival sudah menduplikati kunci apartemen Luna.

Bukan Rivaldi Rev Reaven kalau tidak bisa menaklukkan wanita. Dengan title playboy cap gomeh, wanita seperti Luna pun bertekuk lutut padanya. Yah... Walaupun hati Rival jungkar balik juga menghadapi cinta Luna yang 'berbeda'. Berbeda karena Luna bukanlah wanita pasaran yang hobi pamer romantis. Disaat setiap wanita bangga menggandeng kekasihnya di hadapan publik, Luna malah memberi jarak satu meter di antara mereka bila sedang jalan berdua. "Takut diliatin fans kamu, Riv," katanya. Tapi Rival menarik tubuh kecil Luna dalam rangkulannya dan tidak melepasnya hingga sampai mobil. Begitulah Luna. Rival samlai gemas kalau di kantor, kadang-kadang Luna pura-pura tidak melihat Rival.

Bertepatan dengan tanggal merah di hari Kamis dan Jumat yang memberikan hari weekend berkepanjangan, Rival sudah memesan tiket trip ke Pulau Lombok untuk menikmati indahnya gunung dan pantai disana bersama Luna dengan harapan memperbaik hubungan mereka. Untuk melengkapi kesempurnaan rencananya, Rival sudah mengancam keempat temannya, Adam, Kent, Josh dan Shen untuk jauh-jauh dari Luna selama akhir weekend. Apabila tidak, Rival sudah menyiapkan peti mati empat buah untuk mereka. Anehnya, dengan patuh mereka mengangguk, menyetujui perintah Rival. Rival lega walau ada yang mengganjal dalam hatinya. Sejak kapan mereka patuh sama gue? Pikir Rival sambil mengerutkan dahi.

Tapi biarlah. Yang penting rencananya berhasil. Dan kini Rival mengetuk pintu apartemen Luna dengan hati berdebar. Namun tak ada sahutan dari dalam sana. Rival tak terkejut. Ia sudah menduga Luna masih menjalani aksi bungkamnya. Ia punya senjata khusus untuk mengatasi ini. Hehehehe, Rival terkekeh pelan sambil mengeluarkan kunci apartemen Luna. Dengan perlahan dibukanya pintu itu.

Hening.

Kok sepi sekali?

Rival mulai menyusuri tiap jengkal apartemen. Nihil. Tidak ditemukan sedikit pun tanda-tanda kehidupan. Ia cukup yakin Luna tidak keluar dari apartemennya hari ini. Terakhir kali Luna keluar apartemennya kemarin sore. Rival mendengar jelas pintu apartemen Luna terbuka kemarin. Tapi...

Astaga! Ya, Rival mendengar Luna keluar kemarin sore, tapi ia tidak mendengar bunyi pintu kamar Luna lagi saat malam. Itu artinya Luna belum pulang lagi. Rival menepuk jidatnya hingga membekas bentuk telapak tangan berwarna merah disana. Seharusnya ia sadar hal kecil itu. Pasti Luna kabur lagi darinya. Dan pasti Luna dibantu oleh manusia-manusia purba itu.

Dengan tergesa-gesa Rival mengambil smartphonenya dan menyambungkan telepon. Ia menggeram kesal.

Belum sempat seseorang disana mengucapkan halo, Rival sudah menyemburkan kekesalannya. "Sudah siap masuk peti mati rupanya kalian?"

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang