Subaru Levrog berwarna putih itu berhenti setelah diparkirkan dengan mudahnya di pelataran parkir kampusnya. Sang supir sontak menatap (Y/n) yang duduk dengan canggung melalui kaca di tengah. Seharusnya (Y/n) sudah turun saat ini. Namun, tindakan itu ia urungkan karena dirinya yang tidak bisa melakukannya. Pasalnya, gadis itu duduk di tengah-tengah antara dua lelaki bersurai dengan warna senada yang tak ia ketahui namanya. Namun, telah mengantarnya hingga tiba di kampusnya dengan selamat.
"Ah, aku lupa."
Setelah berkata demikian, sontak (Y/n) menoleh ke sebelah kirinya. Di mana lelaki dengan surai yang dipotong rapi tengah membuka pintu mobil lebih dahulu sebelum ia mengeluarkan kakinya. Disusul oleh dirinya sedetik kemudian.
"Terima kasih karena sudah mengantarku." (Y/n) membungkuk setelah ia berada di luar. Berdiri di sebelah Subaru Levrog putih itu.
"Sama-sama," sahut lelaki yang sama. Yang kini masih berdiri di luar mobil.
"Ano... siapa nama kalian?" tanya (Y/n) tiba-tiba. Ia merasa aneh kala dirinya ditolong oleh orang yang tak ia kenal. Setidaknya gadis itu ingin mengetahui nama mereka saja.
"Namaku Haitani Ran." Ran, lelaki bersurai rapi itu melirik ke dalam mobil. Tepat ke arah lelaki yang satunya lagi. "Ia adikku, Haitani Rindou."
(Y/n) mengangguk-angguk paham. Sambil memasukkan nama-nama mereka ke dalam ingatan jangka panjangnya. Barangkali dirinya akan lupa.
"Kau sendiri? Siapa namamu?" Ran berbalik bertanya pada (Y/n). Membuat gadis itu seketika tersentak karena tak menduga pertanyaan itu akan dilontarkan oleh Ran.
"Namaku (F/n) (Y/n). Kalian bisa memanggilku (Y/n)."
***
Dalam diam, gadis itu melangkah menyusuri koridor kampusnya. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian beberapa saat yang lalu. Ketika dua orang lelaki yang ia duga bersaudara itu mengantarkan dirinya menuju kampusnya sendiri. Bahkan kala (Y/n) bertanya tentang sepedanya, salah satu dari mereka yang bernama Ran justru mengatakan akan memperbaiki sepedanya.
(Y/n) pun bertanya-tanya di dalam benaknya. Mengapa mereka berdua bersikap baik kepada dirinya yang notabene merupakan orang asing bagi mereka?
Tak sekali pun (Y/n) merasa dirinya pernah bertemu dengan mereka. Jika pun pernah, (Y/n) sudah pasti langsung mengenal mereka setelah satu detik mereka bertemu tadi pagi. Setidaknya itulah yang ia rasakan.
Tidak terasa (Y/n) sudah tiba di depan pintu ruang kelasnya pagi ini. Ia membukanya perlahan. Beruntung, dosennya belum ada di dalam kelas. Meskipun sebelumnya ia sudah sangat panik karena nyatanya waktu tersisa beberapa saat lagi sebelum mata kuliah pertamanya dimulai.
Benar saja. Setelah pemikiran itu terlintas di dalam kepalanya, sang dosen yang menjadi pengajarnya di kelas pagi hari ini mendadak masuk ke kelas. Bersamaan dengan dirinya yang baru saja duduk di kursinya.
Gadis itu pun mulai mencoba untuk fokus ke materi yang sedang diterangkan oleh dosennya. Meskipun pikirannya masih diselimuti oleh kejadian tadi pagi.
***
"(Y/n)."
Kepala (Y/n) sontak menoleh kala ia tengah memasukkan bukunya ke dalam tote bag miliknya. Seorang gadis bersurai sepunggung mendekatinya dengan berjalan perlahan. Ia datang dari arah pintu kelas yang terbuka. Suasana kelas tampak sepi dikarenakan saat ini adalah jam makan siang.
"Hei, Mika," sapa (Y/n).
"Ingin makan siang?" tanya Mika setelah ia berdiri di sebelah (Y/n). "Ada juga hal yang ingin kutanyakan padamu."
"Eh? O-Oke. Ayo." (Y/n) sempat merasa ragu dan heran tentang Mika yang tiba-tiba berkata jika dirinya akan menanyakan sesuatu. Pada akhirnya, isi kepala (Y/n) dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang akan Mika tanyakan pada dirinya hingga pada akhirnya mereka tiba di kantin.
Keramaian langsung menyambut kala mereka bergabung di dalam ruangan berukuran 22 meter x 12 meter itu. Seketika perasaan tidak nyaman menyelimuti diri (Y/n). Mika yang peka dan tahu jika temannya itu tidak suka dengan keramaian segera menarik tangannya menuju sebuah stand makanan.
Seusai transaksi antara penjual dan pembeli berakhir, Mika membawa sebuah nampan di tangannya. Di atasnya terletak dua buah mangkuk yang diisi oleh dua menu berbeda. Salah satunya adalah miliknya sendiri dan yang lainnya adalah milik (Y/n).
Mereka menjauhi keramaian dan memilih untuk duduk di area luar kantin yang ternyata tampak lebih sunyi. Sebuah meja yang dinaungi oleh payung yang berdiameter cukup besar untuk dua orang menjadi tempat mereka untuk duduk. (Y/n) pun duduk di hadapan Mika yang telah duduk terlebih dahulu setelah meletakkan nampan ke atas meja.
"To the point saja, ada hal yang ingin kutanyakan padamu, (Y/n)." Mika menumpukan kedua sikunya ke atas meja. Jari-jarinya saling bertautan. Sementara dagunya diletakkan di atas tangannya. Manik hitamnya kini tertuju lurus ke arah (Y/n). Memberikan tatapan mengintimidasi yang membuat (Y/n) kesulitan untuk menelan saliva-nya.
"A-Apa yang ingin kau tanyakan, Mika?" balas (Y/n). Untuk menghilangi kegugupannya, (Y/n) meneguk air putih yang berada di dalam botol air mineral hingga tandas satu per empatnya. Seketika keringat dingin mengalir pada keningnya. Kemudian turun hingga ke dagu.
Dan, ketika Mika secara resmi mengeluarkan pertanyaannya, seketika pikiran (Y/n) terasa kosong. Juga tak ada jawaban yang keluar dari bibirnya.
"Siapa yang mengantarmu ke kampus tadi pagi?"
***
![](https://img.wattpad.com/cover/285517621-288-k97032.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Last Hello ✧ Haitani Brothers
FanfictionKala malam tiba, sang mentari bergerak pergi, menjauhi kalbu dalam hening. Bulan merangkak ke atas. Menjajakan dirinya di tengah kegelapan. Bunga tidur kembali muncul. Menyelimuti pikiranmu, menjaga alam bawah sadarmu. Itu pun kau indahkan. Tak memp...