Manik (e/c) itu bersitatap dengan manik violet milik lawan bicaranya. Hening yang seharusnya terasa tenang kini justru terasa menyesakkan. Bagai bernapas tanpa oksigen.
Lelaki yang berdiri di belakang gadis itu pun hanya diam. Sibuk menafsirkan apa yang sedang terjadi saat ini. Sementara (Y/n)? Gadis itu mendadak bisu seketika. Mulutnya dibungkam oleh kejadian yang kini berada di depan matanya.
"Ia adalah temanmu, bukan?"
Suara yang berasal dari Shinichiro di belakang (Y/n) membuat gadis itu seketika tersadar. Ia mengangguk perlahan. Raut wajahnya terlihat gelisah juga risau di saat yang bersamaan.
"Shinichiro Sensei."
Panggilan (Y/n) mengalihkan atensi Shinichiro kepadanya. Lelaki itu kembali menunduk. Menatap ke arah (Y/n) yang ternyata sedang memiringkan kepalanya ke arah lain. Menghindari tatapan dua lelaki di hadapan mereka.
"Bisakah kau mengantarkan aku ke tujuan utama kita yang sebelumnya?" pintanya. Lebih tepatnya, titah gadis itu. Memang bentuknya berupa pertanyaan. Namun, tersirat ketegasan di dalam ucapannya.
Ia hanya belum siap jika harus bertemu dengan lelaki bersurai violet itu. Yang sejak tadi pandangan matanya tak lepas dari (Y/n). Entah apa yang sedang ia pikirkan terhadap gadis itu. Namun, (Y/n) hanya belum ingin berbincang dengan mereka ataupun salah satu dari mereka.
"Um. Baiklah."
Mengerti dengan kejadian yang terjadi di depan matanya saat ini, Shinichiro pun kemudian mendorong kursi roda yang dipakai (Y/n) ke tempat di mana sang apoteker berada. Rasa lega dirasakan oleh (Y/n) kala Shinichiro bersedia menuruti perkataannya. (Y/n) hanya ingin segera mengambil obat sesuai resep. Lalu, pergi dari sana secepat mungkin.
Ya, itulah rencana yang ia susun di dalam kepalanya.
Namun, kenyataannya saat ini berbanding terbalik dengan apa yang (Y/n) harapkan. Kala obat yang ia butuhkan sudah didapatkan, mendadak mereka dicegah oleh orang yang sama dengan orang yang paling (Y/n) ingin hindari.
Ran dan Rindou.
Rindou-lah yang menahan tangan Shinichiro yang hendak mendorong kursi roda tersebut. Tentu saja lelaki itu terkejut. Tidak menyangka akan terjadi hal semacam ini.
"Pergilah. Kami ingin membicarakan sesuatu dengan (Y/n)," titah Rindou setelah apa yang ia lakukan.
Shinichiro tidak langsung menuruti perkataan Rindou. Bukan karena ia tidak mengerti. Melainkan karena ia khawatir pada gadis yang sejak tadi hanya menghindari tatapan dari dua orang yang berwajah mirip tersebut. Shinichiro melemparkan tatapannya ke arah (Y/n). Yang seolah-olah berkata: 'apakah kau akan baik-baik saja?'.
Tak lama, (Y/n) pun mengangguk samar. Rasa ragu sempat menghampiri Shinichiro. Ia ragu untuk meninggalkan (Y/n) di sana. Entah mengapa ia merasa demikian. Namun, karena desakan yang ia rasakan secara tak langsung dari kedua Haitani bersaudara itu, alhasil dengan enggan Shinichiro meninggalkan mereka di sana.
"(Y/n)."
Namanya yang dipanggil seketika membuat (Y/n) merasa panik. Keringat dingin mulai mengalir pada pelipisnya hingga turun ke dagu.
"Y-Ya?" sahut gadis itu gugup.
"Kau sudah tahu apa yang harus kau lakukan, bukan?"
***
Taman rumah sakit menjadi tujuan utama mereka. Awalnya (Y/n) hendak bangun dari kursi roda yang ia duduki dengan alasan bahwa dirinya telah baik-baik saja. Namun, alasannya itu ditolak oleh Ran maupun Rindou. Mereka berdua sama-sama mengatakan jika (Y/n) harus duduk di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Last Hello ✧ Haitani Brothers
FanficKala malam tiba, sang mentari bergerak pergi, menjauhi kalbu dalam hening. Bulan merangkak ke atas. Menjajakan dirinya di tengah kegelapan. Bunga tidur kembali muncul. Menyelimuti pikiranmu, menjaga alam bawah sadarmu. Itu pun kau indahkan. Tak memp...