Sepatu pantofel itu melangkah menyusuri sebuah lorong. Di lorong itu tampak hening. Hanya terdengar langkah sepatu pantofelnya yang beradu dengan lantai. Sesekali si pemiliknya menoleh ke samping kanan dan kiri. Memastikan jika ia benar-benar seorang diri di sana.
Tepat di ujung lorong, lelaki itu berbelok. Sebuah pintu kayu yang masih tampak bagus berdiri dengan kokoh di depannya. Di hadapan pintu kayu itu, tangan lelaki itu mengetuknya secara perlahan. Tanpa menunggu sahutan apapun, ia masuk ke dalam setelah membukanya.
Darah yang menggenang di bawah kakinya membuat lelaki itu berhenti melangkah untuk masuk. Ia menunduk dan mengikuti dari mana darah itu berasal.
Dua, tidak, tiga orang tampak tengah berbaring di sudut ruangan. Dilihat dari luka-luka mereka yang cukup parah dan dada mereka yang sudah tidak naik-turun, lelaki itu langsung tahu jika mereka telah menjadi mayat.
Tatapannya ia alihkan ke arah lelaki yang berdiri menjulang di hadapan ketiga mayat itu. Haruchiyo Sanzu, pelakunya, tengah menatap ke arah tiga orang yang kini telah menjadi mayat akibat ulahnya. Sudut bibirnya terangkat, membentuk kurva yang terbuka ke atas.
"Jangan lupa kau bersihkan jasad itu, Sanzu."
Suara milik lelaki bersurai hitam yang mendadak muncul di sebelah Sanzu mengalihkan perhatiannya. Hitto Kakucho, orang yang mengatakan kalimat tersebut hanya mendapatkan sebuah tatapan datar dari Sanzu.
"Kau tidak bersama Rindou lagi."
Kalimat itulah yang mengalihkan perhatian Ran dari Sanzu dan Kakucho kala ia masuk ke dalam ruangan dengan minim penerangan itu. Surai hitam milik orang di depannya menjadi hal yang Ran lihat. Tubuhnya yang memunggungi dirinya membuat ia tak dapat melihat bagaimana raut wajahnya saat ini.
"Rindou masih sibuk dengan urusannya," jawab Ran kemudian setelah ia mendekati sofa. Tubuhnya ia jatuhkan ke atasnya. Tatapannya sudah tak lagi tertuju ke arah Sanzu dan Kakucho.
"Urusan?"
Ran menoleh ke arahnya, kini wajah lelaki pemilik surai hitam itu bisa ia lihat dengan seutuhnya. "Ya, semacam itu."
"Apakah ia akan berkhianat?"
Pertanyaan itu membuat Ran menoleh pada Sanzu. Ia mendengus. "Kau tidak cocok untuk menanyakan kalimat itu."
Sanzu hanya menyeringai. Tentu saja, sifatnya yang manipulatif sangat tidak sesuai untuk bertanya demikian.
Mengabaikan percakapan tadi, Mikey melemparkan tatapannya ke arah Ran sejenak. Entah apa yang lelaki itu pikirkan tentang Ran. Setelahnya, ia menggigit taiyaki di tangannya hingga tandas.
Setetes air mengalir menuruni dagunya. Air yang berasal dari botol mineral yang ia teguk hingga tersisa satu per dua dari volume semula. Mikey mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan. Kemudian, berhenti pada Ran yang tengah menatap ke arah langit-langit ruangan. Kedua tangannya ia rentangkan ke samping. Diletakkannya di atas sandaran sofa.
"Ran, beritahu pada Rindou agar ia datang di pertemuan kita yang selanjutnya. Aku ingin membahas sesuatu yang penting."
***
Pikirannya seketika kosong. Tidak, sebenarnya tidak benar-benar kosong. Gadis itu tampak sedang memikirkan sesuatu. Namun, karena itu ia terlihat seperti tengah melamun.
Kini isi kepalanya dipenuhi dengan percakapan antara dirinya dan Shinichiro kemarin. Oh, tidak hanya itu. Ada satu hal lagi yang membuatnya tidak ingin tidur belakangan ini.
Ya, mimpi.
Beberapa hari belakangan, (Y/n) lebih sering bermimpi daripada yang biasanya. Ia jarang sekali melihat bunga tidur ketika ia terlelap. Bahkan, mimpinya terlihat sangat jelas.
Kemarin malam, gadis itu bermimpi tentang dirinya yang sedang berdiri di tengah padang rumput yang berwarna hijau. Ia seorang diri di sana. Namun, tiba-tiba seseorang menghampirinya. Menyapanya, dan juga tersenyum padanya. Mimpu yang sungguh aneh. Tetapi terasa sangat nyata.
Menyadari dirinya sudah melamun terlalu lama, gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Memaksa dirinya untuk fokus dengan materi yang sedang dijelaskan oleh dosen di depan sana.
Gadis bermarga (F/n) itu kembali melamun lagi kala ia mengingat-ingat percakapannya dengan Shinichiro. Meskipun satu hari telah berlalu, (Y/n) masih belum bisa melupakan tentang percakapan itu. Seolah-olah melelat dengan erat di dalam otaknya.
Mengetahui jika (Y/n) sudah melamun lagi, Mika yang duduk di sebelahnya menyenggol lengan gadis itu. Yang disenggol pun menoleh dan hanya memberikan cengirannya kala ia tahu dirinya melamun lagi.
Waktu berjalan terasa lambat. Namun, seketika mata kuliahnya pun berakhir. Bertepatan dengan (Y/n) yang sudah tidak lagi melamun. Ia sontak menoleh ke arah Mika di sebelahnya. Hari ini, temannya itu memiliki mata kuliah yang sama dengannya. Alhasil, mereka berada di kelas yang sama saat ini.
"Kau akan langsung pulang, Mika?" tanya (Y/n) kala ia melihat Mika yang sudah selesai merapikan buku-bukunya.
"Tidak. Aku masih memiliki satu mata kuliah lagi. Bagaimana denganmu?" Ia pun bertanya balik kepada (Y/n).
"Aku akan langsung pergi ke tempat kerja. Kuliahku sudah selesai hari ini," jawab (Y/n) kemudian. Ia sudah merapikan bukunya dan memasukkan ke dalam tas ransel hitam miliknya.
"Oh, begitu. Hati-hati, (Y/n)."
(Y/n) pun mengangguk. "Um, kau juga, Mika."
Seusai saling mengucapkan salam perpisahan, (Y/n) pun melangkah keluar kelas bersama dengan Mika. Lalu, mereka berpisah di depan kelas karena memiliki tujuan yang berbeda. Kembali fokus dengan langkahnya, (Y/n) mulai berjalan menuju area parkir kampus. Ia mendekati sepedanya dan segera mengayuhnya menuju sebuah café.
(Y/n) merasa sepedanya lebih nyaman untuk dinaiki setelah perbaikan di hari itu. Mengingat tentang perbaikan yang entah mengapa dilakukan oleh Ran, seketika gadis itu teringat jika dirinya belum mengganti biaya yang dikeluarkan oleh lelaki itu. Bahkan ketika empat hari telah berlalu dan (Y/n) sudah memakai sepedanya.
Rem di tangannya pun ditarik sebelum gadis itu berhenti di depan café yang menjadi tujuannya. Ia memarkirkan sepedanya lalu masuk ke dalam. Lonceng yang berbunyi kala ia membuka pintu terdengar di dalam café.
"Konnichiwa, (Y/n)-chan."
"Konnichiwa, Hinata-san," sahut (Y/n) diselipi oleh senyuman di akhir kalimat.
(Y/n) segera mengganti pakaiannya dengan seragam kerjanya. Seusai itu, ia bergegas menuju meja kasir yang telah ditunggu oleh para pembeli. Karena kesibukan yang ia alami, alhasil (Y/n) pun lupa dengan dirinya yang ingin mengembalikan biaya perbaikan sepedanya kepada Ran. Ia memang berniat untuk mengirim chat melalui LINE terlebih dahulu, namun kini gadis itu lupa. Bahkan tak ingat sama sekali.
Sebuah senyum pun terbentuk pada wajahnya kala seorang pembeli mengucapkan terima kasih. Pembeli tersebut adalah pembeli terakhir yang ia layani sejak tiga jam yang lalu. Bertepatan dengan dirinya yang mulai bekerja sesuai shift-nya di hari ini.
Tangannya mengambil sehelai tisu. Yang kemudian ia gunakan untuk mengelap bagian meja kasir yang tampak sedikit basah karena minuman dingin. Kala ia mendengar suara seseorang di depannya, dengan cekatan (Y/n) langsung membuang tisu tadi ke tempat sampah. Ia menengadahkan kepalanya untuk menyambut si pembeli yang baru saja tiba itu.
Tetapi, ketika manik (e/c) itu bersitatapan dengan lelaki di depannya, seketika (Y/n) melonjak kaget, terkejut. Ya, ia merupakan orang yang tak (Y/n) sangka akan bersua di jam kerja gadis itu.
"Kita bertemu lagi, (Y/n)."
***
Makasih udah baca dan vomment skskskskks❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Last Hello ✧ Haitani Brothers
FanfictionKala malam tiba, sang mentari bergerak pergi, menjauhi kalbu dalam hening. Bulan merangkak ke atas. Menjajakan dirinya di tengah kegelapan. Bunga tidur kembali muncul. Menyelimuti pikiranmu, menjaga alam bawah sadarmu. Itu pun kau indahkan. Tak memp...