Jantungnya berdetak dengan kencang kala tangannya bergerak mengambil sebuah pena dari atas meja di hadapannya. Detak jantungnya semakin menggila di saat ia mulai menandatangani surat itu. Sebuah tanda tangan yang dibuat hanya dalam waktu dua detik itu mengakhiri rasa gugup yang (Y/n) rasakan.
Gadis itu meletakkan pena ke atas meja. Kemudian kembali duduk dengan tegak seraya menatap seorang dokter yang sudah menjadi orang yang cukup dekat dengannya selama tujuh bulan ini. Manik (e/c)nya memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh lelaki di depannya itu.
Dan, ketika (Y/n) mendengar apa yang dikatakan oleh Shinichiro, detak jantungnya kembali berdetak dengan cepat. Juga memunculkan perasaan lega jauh di dalam lubuk hatinya.
"Operasinya akan dilakukan tiga hari lagi."
***
Itulah yang dikatakan oleh Shinichiro tepat tiga hari yang lalu. Waktu bergerak terlalu cepat hingga ia tidak sadar jika hari ini merupakan hari di mana gadis itu akan menjalankan operasi itu.
Perutnya belum diisi sejak tadi pagi. Hanya sebungkus roti rasa cokelat sebagai sarapan. Tentu saja, itu dilakukan sesuai dengan anjuran dari Shinichiro yang merupakan bagian dari syarat-syarat sebelum melakukan operasi. Namun, anehnya (Y/n) sama sekali tidak merasa lapar. Air putih terasa sangat cukup untuk melenyapkan rasa lapar tersebut.
Jam menunjukan pukul dua belas siang. Masih tersisa waktu sekitar tiga jam lagi sebelum operasi itu akan dilaksanakan. Entah mengapa, kakinya membawa dirinya ke tempat ini. Tempat di mana (Y/n) bertemu pertama kalinya dengan mereka; Ran dan Rindou.
Dua orang yang ternyata memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya di masa lalu. Sesuatu yang entah bagaimana bisa ia lupakan begitu saja. Tanpa terkecuali.
Gadis itu berdiri pada tepi sebuah jembatan. Jembatan itu berwarna merah yang menghubungkan jalan yang satu dengan yang lainnya. Hari ini, (Y/n) tidak membawa sepedanya bersamanya. Ia hanya membawa tote bag yang biasa dipakainya. Yang kini hanya terisi dengan ponsel dan dompetnya yang sudah menipis.
Helaan napas keluar dari bibirnya. (Y/n) menengadahkan kepalanya ke atas. Sinar matahari yang menyilaukan matanya membuat dirinya menghalangi sinar tersebut dengan tangannya. Langit tampak biru dengan beberapa burung yang terbang dengan bebasnya.
Masih sambil menatap ke arah cakrawala yang bernuansa biru itu, bibirnya berucap, "Kaa-san, Tou-san apakah aku sudah menjadi anak yang baik selama kalian masih hidup?"
Tentunya pertanyaan itu hanya dibalas dengan hembusan angin. Yang meniup surai (h/c)nya mengikuti irama sang bayu itu.
***
Ruang operasi ternyata terlihat lebih menyeramkan dari yang (Y/n) bayangkan. Selama ini, ia selalu melihat ruangan yang sangat steril itu melalui film-film yang ia saksikan. Tidak pernah ia sangka sama sekali jika saat ini dirinyalah yang berada di ruangan itu.
Selama ini, memangnya hal inilah yang telah (Y/n) tunggu. Tepatnya setelah tujuh bulan ia menunggu. Hingga hari ini adalah saat di mana gadis itu bisa mewujudkan keinginannya. Bukan hanya sekedar sebagai angan-angannya semata.
Sebelum obat bius mulai menyebar dan bekerja di dalam tubuhnya, sekali lagi (Y/n) menoleh ke sebelahnya. Tepatnya ke arah orang yang tidak pernah ia duga akan berada di ruangan yang sama dengannya saat ini.
Sebuah senyum mengembang pada bibirnya kala (Y/n) melihat wajah orang di sebelahnya itu yang tampak tenang. Tanpa ada beban dan juga terlihat menawan. Di saat yang bersamaan, manik (e/c) itu pun tertutup rapat.
***
Semenjak pembicaraan terakhir mereka saat itu, Mika belum bertemu dengan (Y/n) lagi. Seusai menerima panggilan telepon yang tiba-tiba sebelum mereka pulang bersama, gadis itu mendadak lenyap. Ponselnya tidak dapat dihubungi. Rumahnya pun kosong. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bahkan, (Y/n) tidak hadir di kampus. Di mata kuliah yang sangat penting sekalipun.
Wajar saja jika Mika cemas karena hal itu. Pikiran-pikiran negatif mulai memenuhi kepalanya. Ditambah (Y/n) telah menghilang selama satu bulan. Yang hanya membuat suasana semakin memburuk.
Gadis itu menjatuhkan dirinya ke atas sofa. Ia menghela napas panjang. Menandakan jika dirinya sudah tidak tahu harus mencari (Y/n) ke mana lagi. Pasalnya, gadis itu mendadak menghilang. Tanpa sebab dan hanya mengakibatkan Mika duduk termenung di rumahnya sendiri.
"(Y/n), sebenarnya kau pergi ke mana?" desah Mika frustasi.
Manik hitam miliknya itu ia pejamkan. Mika hendak menenangkan pikirannya sejenak sebelum kembali berkutat dengan tugas kuliahnya. Oh, tentunya juga memikirkan tentang (Y/n).
Getaran yang berasal dari ponselnya membuat Mika sontak membuka matanya. Dengan harapan jika panggilan tersebut berasal dari (Y/n).
Benar saja. Panggilan tersebut ternyata memang berasal dari orang yang sudah ia tunggu selama satu bulan ini. Dengan rasa tidak percaya juga rasa senang, Mika menjawab panggilan tersebut.
"Maaf, Mika."
Bukanlah sahutan ceria seperti biasa yang dilakukan oleh (Y/n) yang didengar oleh Mika, melainkan ucapan maaf yang tiba-tiba. Bingung, tentu saja. Tanpa angin serta hujan, (Y/n) justru mengatakan itu di saat pertama kali ia menghubungi Mika setelah satu bulan lamanya.
"(Y/n)! Kau ke mana saja selama ini?! Apakah kau baik-baik saja?! Aku khawatir padamu, (Y/n)!" cecar Mika melalui telepon yang disambut dengan kekehan dari (Y/n) di seberang sana.
"Aku baik-baik saja. Untuk pertanyaanmu yang pertama, aku tidak bisa menjawabnya. Ah, terima kasih telah khawatir padaku, Mika." Tanpa Mika ketahui, sebuah senyum mengembang di bibir (Y/n). Ia tidak merasa terkejut dengan reaksi yang Mika berikan.
Mika menghembuskan napas panjang melalui hidungnya. "Apakah ada sesuatu yang kau sembunyikan lagi dariku?" tebaknya.
Suara tawa yang terdengar dari seberang sana membuat Mika yakin jika pertanyaannya mendapat jawaban 'ya' secara tidak langsung. Gadis itu melipat bibirnya ke dalam. Merasa jengkel di saat yang bersamaan.
"Apa yang kau sembunyikan?" tanya Mika setelah ia terdiam sejenak.
"Hal itu berkaitan dengan kertas putih waktu itu. Kau sudah berjanji tidak akan pernah bertanya lebih lanjut tentang itu, bukan?"
Mika tersentak seketika. Masih ia ingat dengan jelas apa isi dari kertas itu. Kertas yang tentunya memiliki hubungan terkait dengan (Y/n).
"Aku menyesal mengatakan kalimat itu," umpat Mika kesal pada dirinya.
"Jangan khawatir, Mika. Lihatlah, saat ini aku bahkan bisa menghubungimu. Itu sebagai tanda jika aku benar-benar baik-baik saja 'kan?" Dari seberang sana, (Y/n) berusaha meyakinkan Mika jika dirinya memang baik-baik saja. Toh faktanya memanglah demikian.
Dengan rasa enggan di dalam dirinya, Mika menyahut, "Ya, aku percaya padamu."
Secepat mungkin, (Y/n) mengalihkan topik pembicaraan itu. Ia pun menjelaskan tentang dirinya yang menghilang selama ini kepada Mika. Tentang ia yang mengambil cuti kuliah, juga apa yang gadis itu lakukan selama ini. Ketika mendengarnya, Mika hanya menghela napas berkali-kali. Sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran (Y/n) itu.
Di saat yang bersamaan, sebuah kebohongan pun kembali diciptakan. Yang menjadi akar dari kebohongan untuk yang selanjutnya.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/285517621-288-k97032.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Last Hello ✧ Haitani Brothers
FanfictionKala malam tiba, sang mentari bergerak pergi, menjauhi kalbu dalam hening. Bulan merangkak ke atas. Menjajakan dirinya di tengah kegelapan. Bunga tidur kembali muncul. Menyelimuti pikiranmu, menjaga alam bawah sadarmu. Itu pun kau indahkan. Tak memp...