Chapter 8 - Scolded

282 68 0
                                    

Angin berhembus dari utara ke selatan. Lampu jalan mulai menyala bersamaan dengan datangnya kendaraan dari arah yang berlawanan. Mentari mulai kembali ke peraduannya. Bersembunyi di balik awan hingga akhirnya menghilang dari netra orang-orang yang berlalu lalang.

Meskipun suasana tampak menenangkan dan damai, hal itu tidak berlaku dengan apa yang tengah terjadi di antara ketiga orang tersebut. Si gadis tengah duduk di sebuah kursi taman. Di hadapannya berdiri dua orang lelaki dengan warna surai yang sama. Tatapan mereka sama-sama tertuju ke arah sang gadis bersurai (h/c) itu.

Posisi kedua lelaki itu yang berdiri di depan (Y/n) mencegah gadis itu untuk lari ataupun kabur dari mereka. Tujuannya memang demikian. Toh (Y/n) pun tidak memiliki keinginan untuk lari dari sana. Ia bahkan tidak tahu di mana dirinya saat ini. Lebih tepatnya ketika ia terbangun dari tidurnya ia sudah berada di sebuah taman yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

Seketika (Y/n) teringat dengan kejadian sebelum ia berada di sana. Di hadapan dua orang lelaki yang entah mengapa membawanya ke tempat ini.

***

Buku catatannya yang terakhir pun ia masukkan ke dalam tote bag-nya. Manik (e/c)nya ia edarkan ke sekitarnya. Mengecek apakah hanya dirinya seorang yang berada di ruangan itu. Namun, ternyata masih ada beberapa teman satu jurusannya yang tampak masih betah berada di sana. Hal itu pun sontak membuat kekhawatiran (Y/n) berkurang.

Plimsoll sneakers putihnya beradu dengan lantai yang ia pijak. Diikuti oleh bunyinya yang terdengar sangat kentara di dalam ruangan yang cukup sunyi itu.

Sontak kedua tungkai kakinya berhenti melangkah ketika ia tiba di area parkir kampus. (Y/n) berdiri tepat di sebelah sepedanya. Ia menggeser sepedanya dari tempat parkir untuk sepeda yang telah disediakan. Kemudian, gadis itu hendak menaikinya kala ia mendengar bunyi klakson yang cukup dekat di belakangnya.

Tentu saja (Y/n) menoleh. Diliputi oleh rasa penasaran yang membuatnya urung menjalankan sepedanya, (Y/n) pun hanya diam di tempat. Menyaksikan penumpang yang duduk di kursi belakang membuka kaca jendela dengan perlahan.

"Ikutlah dengan kami, (Y/n)."

***

Dan hal itulah yang menyebabkan (Y/n) berada di hadapan Ran dan Rindou sekarang. Mereka masih diam di dalam posisi yang sama. Berdiri di depan (Y/n). Ran dengan kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Sementara Rindou melipat tangannya di depan dada.

Dua lelaki di depannya itu memiliki wajah yang mirip. Dari warna surai hingga warna netra mereka. Sekilas mereka tampak sulit dibedakan jika potongan rambut mereka sama.

"Mengapa kau bisa berada di sana?"

Rindou yang tiba-tiba bertanya sontak membuat (Y/n) cukup terkejut. Selama ini lelaki itu selalu menolak untuk berbicara. Pembicaraan yang terjadi di antara mereka bertiga selalu didominasi oleh Ran dengan (Y/n) yang sesekali menimpali. Entah apa penyebabnya, namun kali ini Rindou-lah yang membuka percakapan terlebih dahulu.

"Maksudmu, di mana?" (Y/n) pun balik bertanya. Ia masih belum paham dengan apa maksud dari pertanyaan Rindou.

"Di gedung tua dua hari yang lalu. Kau tidak mungkin lupa, 'kan?" Rindou mengernyitkan keningnya. Beranggapan jika (Y/n) telah lupa.

"Ah..." Kini (Y/n) mulai tampak paham. Ia mengangguk-angguk kecil. Mengerti apa yang ditanyakan oleh Rindou.

"Lalu, mengapa kau bisa berada di sana?" ulangnya.

(Y/n) pun menengadahkan kepalanya. Menatap ke arah manik violet milik Rindou yang juga tertuju lurus ke arahnya. "Itu kejadian yang tidak sengaja terjadi," jawabnya tanpa beban. Bahkan disertai oleh senyuman di akhir katanya.

Jawaban yang diberikan oleh (Y/n) membuat Rindou merasa geram seketika. Gigi gerahamnya saling beradu dan menimbulkan bunyi gemeletuk di dalam mulutnya.

"Apa kau tidak tahu bahaya yang ada di dalam sana, (Y/n)?!"

Bentakan yang Rindou tunjukan pada (Y/n) sontak membuat si gadis tersentak. Rasanya sudah sangat lama ia tidak dihardik seperti itu. Memang pernah beberapa kali ketika dosennya tidak menyukai hasil tugasnya. Namun, hal itu sama sekali tidak membuat (Y/n) sedih. Tetapi, entah mengapa, perkataan Rindou saat ini mendadak memberikan rasa sedih juga sakit.

"Rindou."

Panggilan Ran pun membuat Rindou menoleh. Tanpa mengatakan apa-apa, Ran hanya memberikan kontak mata kepada adik laki-lakinya itu. Yang anehnya dapat dipahami oleh Rindou.

"Maaf. Aku tidak sengaja membentakmu," ucap Rindou sambil menatap ke arah tanah yang sama-sama mereka pijak saat ini.

(Y/n) yang sebelumnya menunduk kini perlahan menengadahkan kepalanya. Ia menyunggingkan senyumnya seraya berkata, "Tidak apa-apa."

Namun, reaksi yang (Y/n) berikan itu memberikan keterkejutan pada Haitani bersaudara itu. Meskipun (Y/n) telah berusaha menyembunyikannya dari mereka, mereka tetap masih dapat mengetahuinya. Manik (e/c)nya yang tampak berkaca-kaca tidak dapat berbohong sama sekali.

Ya, gadis itu menangis, dan merekalah penyebabnya.

***

END ━━ # . 'Last Hello ✧ Haitani BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang