Hening menyapa. Bersamaan dengan dedaunan yang perlahan turun menyambut permukaan tanah. Nuansa jingga kemerahan tampak indah mengelilingi dua gadis yang tampak tengah saling duduk berhadapan. Salah satunya menatap lurus dengan tatapannya yang serius. Yang ditatap terlihat gelisah dengan matanya yang tertuju ke arah lain.
"Jadi, apa jawabanmu?"
Mika, gadis bersurai pirang itu, kembali mengulang pertanyannya. Ia mengabaikan fakta bahwa (Y/n) terlihat jelas tidak ingin menjawab pertanyaannya. Entah apa alasannya. Namun, ia tetap keras kepala dan menanyakannya ulang.
"Hmm..." (Y/n) bergumam panjang. Ia ingin menjawabnya. Namun, sebaliknya, bibirnya justru terkatup rapat. Toh ia juga tidak perlu ragu untuk mengatakan siapa orang yang mengantarnya tadi pagi.
"Namanya Ran, Haitani Ran," jawab (Y/n) akhirnya.
Manik hitam milik Mika tampak memicing. Menatap penuh selidik ke arah lawan bicaranya. Bukannya ia tak percaya pada (Y/n), hanya saja ia merasa ada hal lain yang disembunyikan oleh gadis itu. Namun, seketika tatapan berubah kembali menjadi normal. Ia mengaduk-aduk strawberry milkshake-nya dengan perlahan. Sekaligus membiarkan angin musim gugur menerpa wajahnya.
Tentu saja, melihat reaksi yang Mika berikan membuat jantung (Y/n) berpacu dua kali lebih cepat. Juga menciptakan keringat dingin mengalir pada keningnya. Sebenarnya, sifat Mika yang terkadang overprotective pada (Y/n) sebagai temannya itu sama sekali tidak menganggu gadis itu. Hanya saja dirinya seketika merasa panik di kala tiba-tiba Mika bertanya tentang dirinya. Seperti saat ini, misalnya.
Ada alasan pula mengapa (Y/n) hanya memberitahukan nama Ran kepada Mika. Menurut pandangan gadis itu, ia merasa jika Ran lebih bersahabat dibandingkan dengan Rindou yang merupakan adiknya. Entah, mungkin saja ini hanyalah pemikiran (Y/n) semata. Atau memang benar-benar demikian.
Entah dikarenakan oleh dorongan apa, (Y/n) melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ketika ia melihatnya, gadis itu baru tersadar jika sebentar lagi mata kuliah selanjutnya akan dimulai.
"Mika."
"Hm?" Mika bergumam. Di bibirnya masih terselip sebuah sedotan kertas yang ia gunakan untuk meminum strawberry milkshake-nya.
"Kurasa aku harus pergi sekarang. Sebentar lagi mata kuliahku yang selanjutnya akan dimulai," ujar (Y/n) seraya bangkit berdiri. Ia melirik arlojinya sekali lagi. Untuk memastikan jika jam yang ia lihat sudah benar.
"Um, hati-hati."
(Y/n) mengangguk. Ia melambai singkat ke arah Mika sebelum berbalik dan berlari kecil memasuki pintu kantin yang sama dengan yang sebelumnya mereka lewati. Mika pun menurunkan tangannya bersamaan dengan (Y/n) yang juga telah menghilang dari pandangannya.
Selepas kepergian (Y/n), Mika mengembalikan pandangannya ke depan. Tepatnya ke arah botol air mineral milik (Y/n) yang tentu saja gadis itu lupakan. Ia mendengus pelan mengingat sifat temannya yang mudah lupa itu. Bersamaan dengan percakapan yang mereka buat tadi.
Haitani Ran.
Entah mengapa, Mika merasa pernah mendengar nama itu di suatu tempat. Di mananya, ia tidak tahu. Hanya saja dirinya merasa demikian. Tanpa sebab, tanpa akibat. Atau setidaknya itulah yang ia rasakan setelah mendengar (Y/n) menyebut namanya.
Langit yang tampak kelabu menjadi pemandangan yang Mika lihat kala ia menengadahkan kepalanya. Sebagai tanda langit yang tidak bersahabat dan sebentar lagi pun hujan akan turun. Helaan napas keluar dari bibirnya. Pikirannya kembali tertuju pada (Y/n).
Hanya saja, Mika merasa ada sesuatu yang besar akan terjadi pada temannya itu.
***
Suara bersin milik seseorang memecahkan keheningan di kala senja perlahan menghapus langit biru. Pelakunya, (Y/n), tengah mengelap hidungnya dengan tisu yang baru saja ia keluarkan dari tas. Angin yang mendadak berhembus membuat dirinya kembali bersin. Gadis itu pun mengelap hidungnya untuk yang kedua kalinya.
Dingin mulai terasa. Angin bertiup semakin kencang. Pepohonan pun mengikuti irama sang angin. Menciptakan suasana yang cukup membuat (Y/n) ingin bergelung di balik selimut. Sayangnya, ia tidak memakai pelindung apapun untuk mencegah kulitnya bersentuhan langsung dengan sang bayu. Seketika ia teringat dengan hoodie-nya yang masih dijemur di bagian belakang rumahnya.
Bus yang ia tunggu sejak tadi tak kunjung datang. Alhasil, (Y/n) pun hanya bisa menunggu sejak tadi. Sesekali menengadahkan kepalanya ke atas untuk melihat apakah bus yang ia tunggu sudah tiba atau belum.
Nyatanya harapannya kembali pupus kala ia melihat jalan raya yang tampak sepi. Kendaraan sesekali berlalu lalang. Kemudian, kembali hening.
(Y/n) pun bertanya-tanya; berapa lama lagi ia harus menunggu?
"Hei, (Y/n)."
Sontak si gadis pemilik nama (Y/n) itu pun menengadahkan kepalanya. Sebuah mobil yang sama dengan yang ia lihat sebelumnya berhenti tepat di depan (Y/n). Bukan hanya itu yang menjadi perhatian gadis itu. Melainkan seseorang yang duduk di kursi penumpang sekaligus sebagai orang yang memanggilnya tadi.
Warna surainya yang berwarna lilac terlihat mencolok di mata (Y/n). Tampak dipotong dengan rapi. Disertai dengan sebuah senyum simpul yang tersungging di wajahnya.
"Ingin kuantar?"
***
Update dulu sebelum ulhar, ye gak?—🤺
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Last Hello ✧ Haitani Brothers
FanfictionKala malam tiba, sang mentari bergerak pergi, menjauhi kalbu dalam hening. Bulan merangkak ke atas. Menjajakan dirinya di tengah kegelapan. Bunga tidur kembali muncul. Menyelimuti pikiranmu, menjaga alam bawah sadarmu. Itu pun kau indahkan. Tak memp...