Hari sudah sore, seperti niatnya awal, Samudra akan ke kantor perusahaan Om nya. Ia tak tahu, mengapa tiba-tiba Om nya menyuruh dirinya untuk kesana.
Dirinya memang kerap mengunjungi kantor perusahaan Om nya. Tapi ia lupa terakhir kali ia kesana. Ia sedikit-sedikit belajar mengurus perusahaan. Karena ia anak satu-satu di keluarganya maka siapa lagi yang akan mengambil alih warisan orang tuanya jika bukan dirinya.
Saat menuruni anak tangga, Samudra melihat ibunya yang baru saja pulang dari kerja, terlihat sangat kecapean.
Samudra mengabaikannya. Karena jika menyapa, ibunya tetap cuek bahkan marah-marah. Jadi pilihannya memang terbaik jika mengabaikan.
"Samudra," panggil Rani--mama Samudra.
Samudra membalikkan badannya menatap sang mama. Rambut yang sedikit basah namun tetap rapi, sekarang dirinya lebih menyukai kerapian berbanding terbalik dengan dirinya yang dulu, berpenampilan urak-urakan. Wajahnya terlihat lebih fresh dengan tatapan dinginnya. Netra yang berwarna coklat. Pakaian yang ia kenakan sangat rapi tak lupa sebuah arloji di tangan kanannya. Dan bau maskulin menyeruak masuk ke indera penciuman.
"Mau kemana kamu?" tanya Rani penuh selidik. Inilah yang paling Samudra tak sukai jika ingin keluar rumah.
"Apa penting Samudra beri tahu mama? Lagipula, sejak kapan mama kasih perhatian sama Samudra?"
"Kamu itu anak mama, jadi pantes mama bertanya sama kamu,"
"Ya. Samudra memang anak mama, tapi kenapa Samudra merasa mama Rani itu bukan orang tua Samudra," bantah Samudra. Katakan ia anak durhaka. Ya, dirinya memang durhaka.
"Kenapa kamu beranggapan seperti itu hah? Apa kamu kira, jika membantah perkataan seorang ibu itu tidak durhaka, Samudra?" ucap Rani yang mulai geram.
"Mama mendidik kamu menjadi anak baik bukan pembangkang seperti ini, Samudra," lanjut Rani.
"Mendidik?" Samudra terkekeh pilu. "Sejak kapan mama didik Samudra? Mama itu cuman ada waktu buat kerja, kerja dan kerja. Nggak beda jauh sama papa. Jadi stop katakan bahwa mama ngedidik Samudra dengan benar karena itu salah besar." ucap Samudra lalu berjalan meninggalkan sang mama yang tengah berteriak memanggil namanya.
Samudra menepis air mata yang lolos mengenai pipinya. Ia sayang mama Rani tapi rasa gengsinya yang luar biasa yang membuat dirinya untuk tidak mengatakan hal itu. Jika mengenai mama ia akan lemah. Katakan bahwa dirinya lemah dan pecundang.
"Samudra sayang mama, tapi Samudra nggak tahu, mama sayang Samudra atau engga. Karena sikap mama seakan-akan tak mengharapkan kehadiran Samudra." ucap Samudra. Berusaha untuk tegar mengetahui bahwa mama nya hanya sayang kepada saudaranya yang telah meninggal.
Samudra menaiki motornya. Bukan karena kejadian barusan membuat ia tak jadi ke tujuan utamanya, itu bukanlah sifat Samudra yang sebenarnya.
Ia melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata. Tiba-tiba Kailova masuk ke dalam pikiran Samudra tanpa diundang.
"Ck." Samudra berdecak. "Cewek freak."
Citttt
Samudra mengerem mendadak. Karena memikirkan gadis itu membuat dirinya hampir menabrak mobil di depannya. Ia terkena lampu merah.
Ia kembali melajukan motornya saat lampu kuning berpindah menjadi lampu hijau.
Udara di sore hari memang tak kalah bagus dengan udara di saat pagi. Samudra melihat banyak sepasang kekasih tengah berjalan santai sambil bergandengan tangan.
"Stay halal brother." ucapnya.
Tak butuh waktu lama diperjalanan, Samudra sudah tiba di tempat tujuannya. Bukan hanya perusahaan Om nya sering ia kunjungi tetapi, ia juga sering mengunjungi kantor perusahaan sang papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDRA
Ficção Adolescente(Sebelum dibaca, follow akun author dulu bro!) Keluarga, persahabatan, dan percintaan. Dijodohin sama ketos mantan badboy?! Bercerita tentang seorang pemuda bernama Samudra Bagaskara. Kehidupan yang tak terbilang sempurna dari segi keharmonisan kelu...