tiga puluh

384 26 0
                                    

Arghi di bawa ke kamarnya, di beri obat yang biasa dia minum.

Rania terus menangis melihat ke adaan anaknya. Ini semua terjadi karena salahnya.

Dan Sampai sekarang Rania masih belum berani untuk cerita semuanya ke Arghi. Apa yang terjadi di masa lalu nya, dan akhirnya menyebabkan papahnya Arghi sangat membenci mereka.

Afya sangat panik sekarang, jadi selama ini. Ini yang di alami Arghi.

Setelah satu jam ke adaan mulai tenang, dan kondisi Arghi juga mulai membaik.

Arghi meraih tangan mamahnya.
"Mamah istirahat aja, Arghi nggak papa..." Ujarnya.

Rania mengelus kepala Arghi sayang.
"Maafin mamah..." Ujar Rania.

Arghi tersenyum.
"Bukan salah mamah..." Ucap Arghi.

"Tapi memang salah mamah Arghi..." Batin Rania berteriak. Tapi sayang nya dia tidak berani mengatakan itu.

Rania hanya bisa tersenyum miris melihat nasib anaknya.

Karena dari kecil selalu melihat kekerasan yang di lakukan papahnya, sampai Arghi trauma begini. Dan dia sebagai ibu tidak bisa melakukan apa-apa.

"Mbak, antar mamah ke kamarnya ya..." Ujar Arghi pada asisten rumah tangganya, yang biasa mengurus semua keperluan mamahnya.

Afya masih berdiri kaku di belakang mamahnya Arghi.

"Afya maafin Tante ya, makan siang nya jadi berantakan..." Ujar Rania tidak enak.

Afya menggelengkan kepalanya, dia berjongkok di hadapan Rania.

"Nggak papa Tante..." Ujar Afya dengan tersenyum.

"Kapan-kapan kita makan bareng lagi, kamu sering-sering mampir kesini ya..." Ujar Rania lagi.

Afya mengangguk kan kepalanya.
"Iya Tante, Tante istirahat ya..." Ucap Afya.

Rania pun pergi dari sana, menuju kamarnya.

Afya berjalan mendekat ke arah ranjang Arghi.

"Arghi..." Ujarnya.

Arghi menghembuskan nafasnya, dia menatap Afya lama.
"Nanti gue antar lo pulang..." Kata Arghi.

Afya menggelengkan kepalanya cepat.
"Nggak usah, Afya pulang sendiri aja. Arghi kan lagi sakit..." Ucap Afya.

"Enggak, pokoknya gue yang antar lo pulang. Kan gue yang bawa lo ke sini.." ujar Arghi tegas.

Karena Arghi yang bawa Afya ke rumahnya, jadi tanggung jawab dia juga untuk mengantar kan Afya pulang ke rumah.

"Tapi kan.."

"Udah Afya, gue lagi malas debat..." Kata Arghi memotong ucapan Afya.

Afya pun hanya mengangguk dengan lesu, dia sudah tidak bisa membantah Arghi lagi.

"Duduk sini..." Suruh Arghi dengan menepuk tepat kosong di sebelahnya.

Afya pun naik ke ranjang Arghi dan duduk di sebelah Arghi.

Setelah nya hanya ada keheningan di antara mereka berdua, tidak ada yang bicara.

Arghi masih sibuk dengan pikirannya, sementara Afya bingung mau bicara apa.

Afya memutar pikiran nya, bagaimana cara agar membuat Arghi nggak sedih lagi.

"Boleh gue peluk lo?" Tanya Arghi dengan menatap Afya serius.

Afya terkejut di buat nya, dia membuka tutup mulutnya nggak tau mau jawab apa.

"Boleh?" Tanya Arghi sekali lagi.

Akhirnya Afya mengangguk dengan kaku.

Arghi pun melingkarkan kedua tangan nya di pinggang Afya, lalu memeluk Afya dengan erat.

Arghi membenamkan wajahnya di bahu Afya.

Afya menelan ludahnya susah payah, ini pertama kali nya dia di peluk sama Arghi. Biasanya kan Afya yang meluk Arghi. Itu pun cuma pas naik motor aja.

Afya merasa kan bahu Arghi bergetar. Sepertinya Arghi menangis, tapi nggak ada suara.

Afya membalas pelukan Arghi, dia mengelus punggung Arghi untuk menenangkan.

Arghi pasti sangat sedih, kalau Afya ada di posisi Arghi dia juga pasti sangat sedih.

Arghi menumpahkan tangis nya yang sudah dia tahan dari tadi, karena dia nggak mau mamahnya melihat dia menangis. Dia mengeratkan pelukan nya di tubuh Afya. Dia sangat butuh sandaran sekarang.

"Gue cuma mau dia berubah..." Ujar Arghi lirih.

"Gue cuma mau dia sayang sama mamah gue, dan nggak kasar sama mamah gue..." Ucap Arghi lagi, dia mengeluarkan semua unek-unek nya.

"Gue sakit hati, ngeliat mamah gue di gituin.." ucap Arghi lagi.

Arghi mengangkat wajahnya, dia menatap wajah Afya. Tanpa melepas pelukan nya.

"Gue nggak butuh kasih sayang dia, gue cuma mau dia bersikap baik sama mamah gue..." Ucap Arghi sedih.

Afya mengangguk, dia menghapus air mata Arghi. Baru kali ini Afya melihat Arghi begini.

"Arghi yang sabar ya..." Ujar Afya. Hanya itu yang bisa dia ucap kan.

"Udah belasan tahun gue sabar, tapi dia nggak pernah berubah..." Ucap Arghi lagi.

Arghi kembali menyandarkan kepalanya di bahu Afya.

"Keluarga gue itu menyedihkan Afya, nggak kayak keluarga lo.." ucap Arghi.

"Semua orang punya jalan nya masing-masing Arghi..." Ujar Afya menasehati.

"Tapi kenapa keluarga gue harus begini..." Ujar Arghi mengeluh.

"Mungkin Tuhan yakin, kalau Arghi kuat menghadapi semuanya..." Ucap Afya menyemangati.

Arghi Hanya diam tidak menyahut ucapan Afya.

Rasanya sekarang Arghi pengen teriak, kalau dia udah nggak sanggup lagi. Kalau nggak mikirin mamahnya, mungkin dia udah lama pergi dari rumah ini.

GEBETAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang