OW - 13

995 63 2
                                    

Memberi Waktu





Jujur saja Sangga tidak tahu harus menjawab pertanyaan mertuanya dengan jawaban yang seperti apa?

Melihat keterdiaman Sangga membuat Bina menjawab. "Tidak diseret kok Ma, Pa. Kemarin kami terburu-buru, aku dan Sangga memesan tiket untuk menonton film, karena Sangga sedikit terlambat menjemput aku, jadi kami terburu-buru, kesan yang dilihat seperti diseret padahal tidak."

Sangga menatap Bina yang berada disampingnya, mengecangkan genggaman tangan mereka.

"Bina, Mama adalah orang yang mengandung kamu, Mama membesarkan kamu dengan tangan Mama sendiri, jangan bohongi Mama. Katakan yang sebenarnya!" Mama Bina tidak percaya dengan alasan yang dibuat Bina.

Sangga merasa bersalah, memilih berterus terang. "Maaf Mama dan Papa, ini semua salah Sangga. Kemarin, Sangga salah paham dengan Agasthya."

Bina menoleh ke arah Sangga tidak mengerti, mengapa Sangga harus jujur?

Mama Bina sontak saja berdiri dan menampar Sangga dengan keras. Mama Bina menarik Bina menjauh dari Sangga. "Keterlaluan! Kamu fikir anak saya akan melakukan hal yang tidak-tidak? Sekarang juga kita pulang!"

Sangga berdiri lalu berlutut di depan Mama Bina. "Ma, tolong maafkan Sangga. Sangga berjanji akan menjadi suami yang lebih baik lagi untuk Bina." 

Bina dan Papa Bina hanya terdiam.

"Sejak dari awal saya tidak ingin menerima kamu, lihatlah sekarang! Kecurigaan saya terbukti. Jangan kira saya akan diam saja, salah paham sudah main seret-seret, salah yang lain akan diapakan? Saya dan Papanya tidak pernah memperlakukan Bina tidak baik. Sedangkan kamu, orang yang baru saja hadir sudah berani-beraninya!" Mama Bina sangat emosi.

Sangga memejamkan matanya, ingin mengatakan jika tidak akan Ia memperlakukan Bina lebih parah dari itu. Tapi tidak ingin membantah maupun menyanggah Mama Bina.

Bina mendekati sang Mama. "Ma, ini murni salah paham. Aku tidak disakiti. Selama ini Sangga memperlakukan aku dengan baik dan lembut, Ma." Jelas Bina.

Mama Bina tidak mendengarkan, baginya Sangga sudah di blacklist dari kehidupan mereka. "Kamu ikut Mama pulang."

Kali ini, Papa Bina yang berbicara dengan istrinya, "Ma, sebentar Papa mau bicara." Papa Bina mengajak sang istri sejenak untuk menjauh.

"Disini saja Pa." Mama Bina kukuh.

"Ma, tolong sebentar saja ikut Papa." Papa Bina tidak menyerah, membuat Mama Bina akhirnya setuju mengikuti sang suami.

Setelah berada cukup jauh dari posisi dimana Bina dan Sangga berada, Papa Bina pun berbicara. "Ma, putri kita sudah dewasa bahkan sudah menjadi seorang istri. Bina berhak mengambil keputusannya sendiri."

Mama Bina tidak setuju. "Oh, jadi Papa rela anak kita yang kita didik dan besarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang harus menderita bersama orang lain?"

"Bukan begitu maksud Papa, Ma." Sangkal Papa Bina.

"Bukannya Sangga berterima kasih dan menjaga Bina dengan baik, dia malah dengan tega kukuh dengan pendiriannya. Pertama, tidak menerima rumah yang kita berikan sebagai hadiah. Sekarang, Bina kalau bekerja jadi jauh, membuatnya lebih lelah belum lagi harus berdesak-desakkan dengan penumpang dalam KRL. Padahal, bisa saja Sangga tidak egois dengan menolak pemberian kita. Kedua, Sangga sudah melakukan tindakan tidak baik pada Bina, terbukti dia sudah mengakui itu! Apa Papa baru akan bertindak jika Bina sudah babak belur? Sudah disakiti terlalu banyak? Mama tidak akan Pa, Mama akan menyelamatkan Bina!" Tegas Mama Bina.

Dengan tenang dan lembut, Papa Bina menjelaskan maksudnya. "Maksud Papa, begini Ma. Bina sudah dewasa, pasti Bina juga ingin diberikan kebebasan dalam memilih langkah. Papa mengerti kekhawatiran Mama, Papa pun tidak akan membiarkan seorang pun menyakiti Bina. Tapi balik lagi Ma, Papa melihat kondisi Bina saat ini dia ingin diberikan kebebasan dalam mengambil keputusan. Tolong Mama hargai keputusan Bina ya Ma, apapun yang akan dipilihnya. Nanti Mama bisa tanya pada Bina, jika Bina ingin kembali ke rumah, kita menyambutnya dengan baik. Begitu pula jika Bina memilih untuk tetap bersama Sangga, kita menghargai. Oke Ma?"

Melihat sang istri masih ragu, Papa Bina kembali meyakinkan. "Papa janji Ma, jika ada yang menyakiti Bina atau membahayakan Bina, Papa pasti akan bertindak saat itu juga."

Karena keseriusan sang suami, akhirnya Mama Bina luluh. Tidak menjawab apapun hanya menganggukkan kepala.

Papa Bina tersenyum dan memeluk Mama Bina.

_____

Sementara itu di waktu yang bersamaan.

Setelah orang tuanya menjauh, Bina mendekati Sangga membantunya berdiri. "Kenapa kamu tidak mengikuti saja skenario yang sudah aku buat?"

Tatapan Sangga yang semula kosong beralih menatap mata Bina dengan sendu. "Aku tidak ingin menutupi apapun lagi, Bina. Ini salah satu pembuktian dari aku untuk memperbaiki hubungan kita."

"Apa yang diperbaiki? Kamu lihat Mama aku? Karena terlalu khawatir juga karena kejujuran kamu yang tidak tepat pada waktunya itu membuatnya semakin khawatir! Aku tidak ingin membuat orang tuaku khawatir padaku, tapi karena kamu, semua malah menjadi tidak kondusif seperti ini!" Bina berbalik memunggungi Sangga, benar-benar kesal.

Sangga memegang sebelah lengan Bina. Bina mengibaskannya.

Bina kembali berbalik menghadap Sangga. Tapi belum sempat mengatakan apapun, orang tuanya sudah kembali mendekati Bina dan Sangga.

"Mama dan Papa sepakat memberi keputusan penuh pada Bina. Mama ingin Bina kembali ke rumah, tapi Bina juga boleh menolak." Ucap Papa Bina.

Bina menatap Sangga dan orang tuanya bergantian. Terlebih pada sang Mama yang mengharapkan kepulangannya. Ada baiknya jika sementara Ia pulang, selain rindu pada kedua orang tuanya, Bina juga ingin memikirkan semua dengan kepala dingin tanpa tendensi dari siapapun. "Bina akan kembali ke rumah sementara." Jawab Bina.

Sangga kecewa, Ia berusaha mengubah keputusan Bina. "Bina, tolong fikirkan lagi."

"Sangga, ini kemauan Bina. Tolong kamu hargai." Sanggah Papa Bina.

Bina menuju kamarnya dan Sangga mengemasi beberapa bawaan. Sementara Sangga mengikuti dari belakang. "Bina, ini hanya sementara kan? Kamu akan kembali, kan? Kapan aku bisa menjemput kamu?"

"Jangan tunggu aku." Jawab Bina singkat.

"Bina, aku sudah berjanji akan memperbaiki diriku. Aku bersalah, tapi tolong berikan aku kesempatan. Kemarin yang terakhir Bina." Mohon Sangga.

Bina diam, tidak menjawab. Sibuk mengemasi barang bawaan.

"Aku akan membuat kesempatan sendiri kalau kamu tidak memberikannya." Ujar Sangga.

Bina menoleh ke arah Sangga. "Maksud kamu?"

"Aku akan berjuang membuat hubungan kita membaik, bahkan sangat baik." Jawab Sangga.

"Tapi, kenapa? Kenapa di saat aku sudah merelakan kamu?"

"Hubungan kita bisa diselamatkan, kita tidak harus sampai berpisah. Aku tahu kesalahanku dan akan berubah." Sangga yakin jika hubungan mereka bisa diperbaiki.

Bina menggelengkan kepalanya, Ia pun sudah selesai mengemasi beberapa barang bawaannya. "Aku pamit, ya."

Sangga memeluk Bina. Mengecup keningnya. "Aku membiarkanmu pergi bukan selamanya, tapi hanya sementara Bina. Cepatlah kembali, karena rumah akan terasa tidak nyaman bila tidak ada kamu."

#

12 Oktober 2021 - 13:47

Menurut teman-teman nih ya, Mama Bina terlalu ikut campur tidak sih? Tindakan Mama Bina sudah tepat atau malah merunyamkan ? Hehe

Oh iya, Sangga pantas tidak nih dikasih kesempatan? :)

Our Wedding (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang