"TIN... TIIIIIN"
Suara klakson yang keras dan tiba-tiba membuat aku kaget, akibatnya tanganku yang sedang mengoleskan lip tint menjadi off side seketika alias keluar jalur bibir dan lurus menuju pipi. Berdecak pelan lalu mengambil tisu untuk membersihkan make up tipisku. Mengambil tas kemudian memasukkan beberapa makalah hasil kerja rodiku beberapa hari ini. Sebenarnya bukan kerja rodi jika aku akan mendapat bayaran sepadan atas usaha menjual kecerdasan otakku.
"TIIIIIIIIIIINNNNN"
"Astaga, siapa suruh jemput sih? Kurang kerjaan banget!" omelku walau tentu tak dia dengar karena aku masih berada di kamar kos lantai dua.
Bergerak cepat mengunci pintu kamar lalu berderap menuruni tangga kemudian berjalan cepat menuju pintu gerbang. Memaksakan senyum kala berpapasan dengan penghuni lain. Di pelataran depan kosan, mataku kini melihat penampakan mobil hitam kesayangan tuan muda Hartedjakusuma.
Kaca mobil diturunkan menunjukan wajah tampan yang aku kenal sejak kecil. "Malah bengong, buruan masuk!" perintah Bumi sambil menyeringai menyebalkan.
Memutar bola mata malas lalu membuka pintu belakang... iya pintu belakang karena di kursi depan sudah ada Princessa. Pacar ke-19 atau ke-20 yaa, jujur aku sudah lupa angka tepatnya. Ingat 19 itu adalah angka yang sudah di reset ulang sejak kami terdaftar di universitas. Tapi sepertinya hubungannya dengan cewek kali ini cukup panjang, mungkin Bumi benar-benar jatuh cinta. Siapa juga yang mau melepas cewek cantik, baik dan populer?
"Pagi Cessa!" ucapku setelah duduk nyaman di kursi belakang.
"Hmm," balas Princessa yang tengah sibuk dengan ponselnya. Influencer yang cantik jelita tak mungkin bisa dipisahkan dengan media sosialnya.
Hubunganku dengan Cessa??? Hmm... Baik-baik saja sejauh ini. Walaupun tidak sering ngobrol akrab tapi berselisih atau mendapatkan keketusan darinya juga tidak pernah. Bisa dibilang Cessa adalah cewek pertama yang terlihat tidak punya masalah dengan keberadaanku di dekat Bumi.
Sebenarnya aku memang pribadi yang sulit berinteraksi akrab dengan banyak orang. Jujur, tidak mudah bagiku untuk membuka obrolan. Tak seperti cewek ceria lainnya apalagi didukung garis wajahku yang kata orang jutek. Sebagain besar mereka menganggapku sombong padahal aku hanya seorang... Ah, nanti saja aku jelaskan.
"Udah dibilangin nggak perlu jemput segala. Gue bukan nenek-nenek yang kena demensia jadi gue nggak akan lupa arah kampus," ucapku menahan kesal sekaligus cemburu yang tidak pada tempatnya.
"Kenapa? Udah punya pacar yang bisa nganter jemput lo?" balas Bumi sambil melajukan mobilnya.
"Memang mesti punya pacar dulu kalau mau ke kampus? Gue bukan lo yaa!"
"Hahaha" Bumi tertawa lalu mengelus rambut kekasihnya sebelum berkata "Dia sirik tuh, Yang!"
Membuat mimik ingin muntah kemudian mengambil salah satu novel dalam tas dan mulai pura-pura membacanya. Terlibat pembicaraan panjang dengan Bumi sama saja bunuh diri dan aku juga harus menjaga perasaan Cessa sebagai pacarnya. Secemburu-cemburunya diriku tetapi aku juga cewek jadi bisa membayangkan rasa tidak enaknya jika pacar kita tampak akrab dengan cewek lain.
"Girls, gue jadi supir banget ini. Kenapa pada sibuk sendiri-sendiri?" protes Bumi tak terima.
"Udah, nggak usah berisik, Yang!" sergah Cessa tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya.
Ah sorry, seharusnya aku memperkenalkan diri terlebih dahulu sejak awal. Aku mahasiswi di salah satu kampus negeri di Jakarta. Kalian bisa panggil aku Sera atau sayang juga boleh... bercanda elah. Mungkin kalian tebak bahwa aku ini perempuan miskin yang tengah merantau di ibu kota karena tinggal di kosan, kalau itu agak benar. Walau bukan merantau, tepatnya menerima kesempatan untuk merubah kehidupan lewat jalur pendidikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lain Dunia (Tamat)
FantasyMembuka mata perlahan. Potongan-potongan ingatan bagai berkumpul melengkapi puzzle mengerikan tentang peristiwa kecelakaan yang kami alami tadi malam. Mobil menghantam pembatas jalan dan sepertinya terperosok ke semacam jurang hingga terhenti karena...