Perjalan kami diisi dengan keheningan yang sangat menyebalkan, semenyebalkan orang di sampingku yang sedang mengemudi. Memalingkan muka ke arah jalan yang cukup padat karena ini memang hari Jumat malam dan besok weekend jadi macet jangan ditanya lagi.
Mengabaikan rasa pegal di leherku karena tidak berubah posisi hampir setengah jam atau mungkin sejam. Makin sial karena mobil nyaris stuck di tempat. Double sakit check!!! Sakit hati dan sakit leher dalam satu waktu. Walaupun aku sadar memiliki kasta di bawah Bumi tapi sebagai cowok seharusnya dia menghormati pilihanku bukan? Om dan Tante tadi di meja makan saja menyarankan aku untuk menginap dan pulang hari Minggu. Kenapa si ahli waris bontot yang justru mengusirku?
"Cerita!" ucap Bumi dingin.
"____" tak ingin membalas sama sekali karena aku kesal setengah mati pada tingkahnya.
"SERA!!!"
"Lo maunya apa sih, Bumi?" balasku sambil menyandar kepala di jok dan memejamkan mata lelah.
"Lo lagi PMS atau gimana? Lo nyebelin banget tahu nggak hari ini?" tanyanya sambil melajukan mobil lagi karena ada pergerakan dari kemacetan panjang ini.
"Kayaknya kebalik, Bumi. Lo yang dari tadi keliatan kayak cowok yang tiba-tiba ngalamin PMS untuk pertama kali!"
"Kenapa tiba-tiba ke Bali? Kalau ada masalah itu, cerita sama gue. Bukannya main kabur gitu aja!"
Tertawa dalam hati, gimana mau cerita BAMBANG karena masalahku itu yaa kamu... Bumi... Cuma kamu... R. Bumi Ravindra Hartedjakusuma. Memang siapa lagi? Bercerita sama artinya bunuh diri bukan?... Aaarrrggg.
Aku sadar diri dan tahu Bumi memang bukan untukku tapi perasaanku padanya berkembang menjadi sebegini besar dan makin hari semakin menyesakkan dada rasanya. Kata orang cinta tak pernah salah maka artinya yang aku yang salahkan? Aku yang tidak tahu diri, namun sulit rasanya menghapus perasaanku ini jika terus berada di samping Bumi. Jadi satu-satunya jalan yaa pergi menjauh.
"Sera!!!"
"Pengumuman... pengumuman: Saudari Seranya sudah tidur, jadi tolong sekali agar saudara Bumi jangan berisik!" ucapku meniru nada operator.
"Ckckck."
***
"DUUK." kepalaku tiba-tiba membentur pembatas jendela dan membuatku serta-merta terjaga. Sepertinya aku benar-benar tertidur. Waduh, padahal niatnya hanya pura-pura tidur. Segera bangun sambil memperbaiki posisi jok mobil yang mungkin tadi diturunkan oleh Bumi.
Memindai sekeliling, ternyata aku sudah ada di parkiran kosan. Melihat jam di pergelangan tanganku dan ternyata sekarang hampir tengah malam. Bumi jelas tak akan diusir karena jika kau melakukannya artinya kau yang akan ditendang keluar karena berani-berani tidak sopan pada anak pemilik kosan ini.
"Kenapa nggak bangunin gue, Bumi. Lo harus jemput Cessa kan? Gue nggak mau yaa jadi tumbal buat cewek lo lagi!" ucapku pada Bumi yang sedang menyampirkan lengannya di kaca mobil terbuka sebab dia sedang merokok.
"Nggak jadi jemput Cessa!" balas Bumi santai sambil menghembuskan asap rokok yang tidak hanya mengancam diriku saat ikut menghirupnya tetapi juga merusak paru-parunya sendiri.
"Ck, Terus lo bilang apa ke Cessa? Lo sibuk nganterin gue, gitu? Kenapa sih suka banget nyeret gue ke dalam hubungan lo sama cewek lo? Gue bukan anak kecil lagi Bumi, gue bisa urus kehidupan gue sendiri. Mending mulai sekarang lo jaga jarak aman dari gue. Gue ini manusia yaa bukan nyamuk apalagi tameng diantara lo sama cewek lo!" ucapku agak tersenggal karena jujur aku kesal padanya.
Siapa sih cewek yang santai-santai saja saat cowoknya terlihat sibuk ngurusin cewek lain? TIDAK ADA. Semua cewek normal apalagi yang mencintai pasangannya pasti tergangggu dengan adanya best friend dari kekasihnya tetapi beda gender. Kenyataannya tidak sekali dua kali aku didamprat oleh mantannya Bumi karena dianggap sebagai orang ketiga dalam hubungan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lain Dunia (Tamat)
FantasíaMembuka mata perlahan. Potongan-potongan ingatan bagai berkumpul melengkapi puzzle mengerikan tentang peristiwa kecelakaan yang kami alami tadi malam. Mobil menghantam pembatas jalan dan sepertinya terperosok ke semacam jurang hingga terhenti karena...