lima puluh lima | ɐɯᴉl ɥnlnd ɐɯᴉl

6.3K 1.1K 99
                                    

Aku memandang tanganku yang sedang digenggam oleh Abinawa "Kita mau berkeliling ke mana lagi Abi?" tanyaku agak lelah.

Seperti yang kalian tahu, diriku ini memang lebih suka traveling dibanding kulineran. Namun tidak berarti juga aku sanggup setiap hari bepergian. Entah sedang kerasukan apa, tetapi Abinawa selama tiga hari belakangan selalu mengajakku ke mana-mana.

Berkeliling hutan hanya untuk menemaniku makan buah-buahan. Padahal, rasa jeruk mau di hutan arah barat atau timur yaa relatif sama saja yaitu asem-asem manis. Bukannya ingin berterima kasih, yang ada malahan aku ingin menghujat siluman sinting itu karena kakiku pegal-pegal setelahnya. Belum lagi, dia berlagak sebagai tour guide yang bertugas mengajakku berputar-putar di wilayah Puri saat malam tiba.

Kali ini mau ke mana lagi coba?

Abinawa berbalik badan sehingga kini kami berhadapan. Bukannya menjawab, dia malah memeluk tubuhku. Sumpah, kadang aku tidak bisa menebak ke mana arah pikiran Abinawa. Walaupun akhirnya pasti berujung pada physical touch.

"Sera," ucapnya pelan dan aku merasa tangannya makin mengerat memerangkapku dalam dekapannya.

Aku mengelus pungungnya perlahan. Tak masalah karena Abinawa dan aku memang masih berada di dalam kamar jadi tidak ada yang akan terganggu akan ke-alay-an tidakan kami. Diriku juga merasa makin hari semakin kehilangan jati diriku sebab kadang memang menikmati keintiman ini.

Puri milik berdua sedang yang lainnya ngontrak, iya kan?

"Abi, lama-lama aku gepeng gara-gara dipelukin terus. Waktu tidur, aku bahkan mimpi dijerat akar rambat sehingga susah bergerak, ternyata tangan kamu yang peluk aku kekencengan." Aku menghembuskan napas pelan "Kenapa sih Abi? Makin hari makin aneh aja!"

"Cup," kecupan mampir di dahiku alih-alih jawaban.

Siluman sengklek ini memang melerai pelukannya tapi berhubung dia mesum tingkat dewa jadi hasil akhir seperti yang sudah diramalkan Netizen Yang Maha Benar. Kalau tidak tangannya yang maju yaa pasti bibirnya... hadeeeh.

"Kau anugerah yang terindah di keabadian hidupku, Sera."

Cakep!... Eh, bukan mau pantun kayaknya.

"____" bibirku membisu sedangkan dahiku berkerut memandang suami abal-abalku itu.

Abinawa mau bikin puisi atau ngarang lirik lagu sih?!

Masalahnya, aku tidak merasa berbunga-bunga tapi malah geli sendiri mendengarnya.

"Kau harus menjaga dirimu sendiri walau aku tidak ada, hm!" Matanya memerangkap mataku "Di manapun kau berada, aku berharap kau akan selalu sehat... selalu bahagia, Sera," ucapnya lagi.

DEG... tiba-tiba jantungku berdegup kencang serta terasa ada yang tersangkut di tenggorokanku. Entah mengapa aku tak menyukai kata-kata Abinawa saat ini. Seperti ada yang salah, pokoknya aku tidak suka... sangat tidak suka.

Aku tahu dan sepenuhnya sadar bahwa tidak mungkin bersama suami abal-abalku ini selamanya. Aku harus melanjutkan perjalanan hidupku di dunia sana, begitu pula Abinawa yang mesti menggenapi takdirnya di alam gaib ini. Namun, mengucapkan selamat tinggal tidak pernah mudah kan?

Jangan bilang jika waktu kami bersama sudah habis.

Apakah sekarang tiba waktu untuk pulang ke duniaku?

"Abi, ak___"

Abinawa memotong perkataanku "Aku memang tidak bisa berjanji bahwa usahaku akan berhasil. Aku kenal bagaimana watak Kanda Candrakumara. Bukan ingin menakut-nakutimu, tapi dia pasti murka." Menjeda sejenak sebelum melanjutkan perkataannya, "Jika usahaku gagal maka kau bisa saja terbunuh, Sera."

Lain Dunia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang