empat puluh sembilan | uɐlᴉqɯǝs ɥnlnd ʇɐdɯǝ

6.9K 1.1K 101
                                    

"Kita mau kemana, Abi?" tanyaku karena dia membawa aku melewati gerbang utama Puri.

Jujur, setelah penculikan waktu itu aku agak trauma keluar malam-malam. Walau Abinawa menggandeng tanganku dan tak mungkin membiarkan ada yang mengganggu atau menyakitiku. Akan tetapi aku tetap agak takut, bahkan jantungku kini jedag-jedug tak karuan.

"Berjalan-jalan," jawab Abinawa santai.

"Tidak bisa kita diam di kamar saja?" pintaku penuh harap.

Ini tuh hutan bukan kota metropolitan yang dihiasi lampu-lampu. Aku jamin, jalan-jalan di malam hari tidak ada indah-indahnya, yang ada malah seram. Suasana gelap di mana-mana. Bukannya romantis, yang ada malah mistis. Sumber cahaya saja hanya mengandalkan bulan dan bintang. Kebayangkan seramnya?

"Lebih baik kita berjalan-jalan di luar karena jika di kamar aku malah ingin menciumimu terus-terusan. Aku rasa ini efek karena suasana kamar kita baru."

Aku memutar mata malas "Iya kalau begitu ubah saja lagi kamarnya. Tinggal kibas tangan doang palingan!" saranku masuk akal.

For your information, suami abal-abalku ini telah mengganti dekorasi kamar kami menjadi lebih berwarna plus indah. Kamar Abinawa itu awalnya berwarna dominan putih dan emas serta minim hiasan. Namun kini tampilan kamarnya berubah 180 derajat, berganti menjadi penuh ukiran di dinding, pilar-pilar berkubah berlapis emas, tirai kelambu berwarna magenta, hingga bunga-bunga hidup.

Aku yakin Abinawa juga tidak mempekerjakan designer interior untuk merubah bentuk dan dekorasi kamar. Lagian, belum ada 24 jam aku tidur tetapi saat bangun malah kamar sudah berubah penampakannya. Kekuatan sihir makhluk gaib itu luar biasa ternyata.

"Aku tidak ingin merubah dekorasi kamar kita. Entah kenapa kau terlihat jauh lebih cantik dan indah saat sedang tertidur di ranjang. Aku suka memandangimu saat kau tidur, Sera. Kurasa warna yang aku pilih cocok denganmu."

"Alasan macam apa itu?!" tanyaku sambil membuang muka. Bahaya jika aku ketahuan blushing karena ucapannya tadi.

Eh, tunggu... tunggu... Abi ngeliatin gue waktu tidur... Waduh!

Berhubung diriku manusia normal jadi tidur itu ada dua versi. Pertama tidur syantiiik, dengan mulut mingkem dan bibir rapet kayak lagi senyum. Kedua tidur blangsak, kemungkinan mulut mangap, ngorok atau bahkan ngiler tidak dapat dihindari.

Yaa Rab!!!

Percaya deh secantik-cantiknya cewek, nggak ada yang sempurna.

"Tenang saja, kau aman bersamaku. Tidak ada yang perlu kau takutkan jika pergi denganku."

"Siapa yang takut?" balasku mencoba berkelit.

"Ini tanganmu gemetaran, Sera," ucap Abinawa kemudian menelusupkan jarinya ke sela-sela jariku sehingga genggamannya makin erat. Apalagi saat ini kami sedang menuruni tangga. "Tenang saja. Kau hidup atau mati, aku akan tetap berusaha menjagamu," lanjutnya.

Siluman perjaka ternyata tidak baik untuk kesehatan jantung cewek jomlo kayak gue.

Kata-katamu melemahkan jantungku... Eaaa.

Abinawa melepaskan genggaman tangannya dari tanganku saat kami telah berada di tanah lapang berumput. Tak lama dia bertransformasi menjadi harimau putih. Mengaum sambil mengelilingi tubuhku. Sebaliknya, aku otomatis berdiri kaku dengan mata melotot karena takut ada apa-apa.

Jangan bilang ada musuh... astaga dragon!

Katanya tadi aman... bahkan belum ada sepuluh menit udah begini.

Lain Dunia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang