dua puluh | ɥnlnd ɐnp

9K 1.4K 48
                                    

Bergerak mencari posisi nyaman karena aku masih amat sangat mengantuk. Lagian tidak mungkin juga aku pergi kuliah. Anggap saja ini keuntungan karena bisa berleha-leha 99 hari selama tersasar di dunia gaib. Nikmati apa yang ada sebab aku tak tahu kapan akan dicekik atau bahkan dibunuh oleh siluman.

"Eeeerrrrr... Bisa tidak, kau jauhkan tanganmu dari mukaku?"

"Heeem," dehaman keluar dari bibirku saat terdengar suara yang amat dekat denganku. Hal itu membuatku berusaha membuka mata walaupun berat karena rasanya lengket sekali kelopak mataku sangking ngantuknya.

Sejak dulu aku ini jenis orang yang susah tidur malam tetapi lebih susah lagi untuk bangun pagi. Sebaliknya mudah tertidur di saat yang tidak tepat seperti di kendaraan atau saat berendam. Sepertinya jaringan saraf di otakku agak konslet.

Bulu putih berseling hitam yang pertama kali terlihat oleh mataku. Mengerjabkan mata untuk memastikan karena pandanganku agak berbayang juga. Sumpah, kepalaku rasanya berat dan pusing sekali. Eh, tapi tunggu___

Bulu???

Putih???

Hitam???

"AAAAAAARRRRRRGGGGG!!!" teriakku kencang sambil bergerak mundur kala menyadari sosok yang kupeluk selama tidur. Pantas saja lembut dan hangat rasanya, ternyata semalaman aku memeluk harimau... ralat, siluman harimau.

"Aaa___" napasku tercekat karena badanku limbung seketika. Salahku sebenarnya sebab mundur terlalu jauh padahal aku sedang berada di atas ranjang. Menutup mata sambil mempersiapkan diri merasakan kesakitan akibat terjatuh dari ranjang.

"Ck, ceroboh seperti biasa!" suara Abinawa membuatku membuka mata.

Tahu-tahu aku sudah berada dalam bopongannya. Bersyukur karena diriku tak mengalami insiden jatuh dari ranjang. Kepalaku saja sudah sakit tidak perlu ditambah rasa sakit di bagian tubuh lain. Sepertinya Abinawa bergerak cepat... sangat cepat selain merubah wujud menyerupai sosok manusia tetapi juga menangkap diriku yang akan terjatuh ini.

Apa aku akan baik-baik saja? 99% tidak jika dilihat dari pandangan Abinawa yang menatapku setajam silet. Tidak butuh otak secerdas Albert Einstein untuk tahu itu bukan tatapan penuh cinta tetapi tatapan kesal menuju murka.

Abinawa mendudukan aku di kursi lalu dirinya menarik sebuah kursi dan duduk tepat di depanku. Menelan saliva kasar, rasanya aku seperti seorang anak yang akan disidang karena telah berbuat kesalahan. Tidak tahukah dia jika kepalaku sudah seberat bola bowling dan pusing tidak karuan. Apa aku sedang demam?

"Hmm... apa aku berbuat salah lagi?" tanyaku takut-takut sambil memfokuskan pandangan karena rasanya mataku berbayang. Abinawa tampak ada dua!

"Ck, kau bahkan tidak tahu apa kesalahanmu sendiri?" tanya balik Abinawa sambil menaikkan sebelah alisnya.

Memijit pelipisku pelan, berharap bisa menghilangkan rasa pusing di kepalaku. "Astaga, aku hanya tidak sengaja memelukmu, Abi. Harap kau tahu jika aku ataupun manusia lain tidak akan sadar saat sedang tertidur pulas." Memandang wajahnya yang terlihat tidak santai "Sumpah, aku tidak bohong Abi. Asal kau tahu bahkan ada orang yang berjalan saat tidur. Kau pasti tidak percayakan? Tapi itu benar adanya!"

"Ckckck,"

Mengkerucutkan bibirku sebal "Wajar sebenarnya aku memelukmu karena kebetulan kau ada di sebelahku, Abi. Di dunia sana aku terbiasa memeluk guling saat tidur."

"___" tak ada kata membalas ucapanku.

"Astaga, aku minta maaf kalau begitu. Hmm... bagaimana jika kau menyediakan ranjang satu lagi jadi aku bisa tidur di sana? Jika demikian, aku pasti tidak akan mengganggu tidurmu dan aku juga lebh tenang saat tidur," lanjutku sambil menahan kesal plus sakit kepala.

Lain Dunia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang