dua puluh empat | ʇɐdɯǝ ɥnlnd ɐnp

8.5K 1.4K 122
                                    

"Sepertinya Bibi sedang banyak pikiran?" suara Pangeran Parulian membuatku seketika menengok ke arahnya.

"Bukan begitu, hanya saja Bibi bingung mau melakukan apa di tempat ini," jawabku sunguh-sunguh.

"Bibi tidak senang berada di sini?"

Senang bagian mananya coba?

Mataku kembali menatap ke arah depan "Memang harus bertarung seperti itu yaa? Apa kalian tidak merasa sakit?" ungkapku karena penasaran sekaligus ingin mengalihkan pembicaraan.

Saat ini, kami sedang berada di tempat latihan bertarung yang letaknya lebih masuk ke dalam hutan buatan tempatku bermain dengan anak siluman harimau keci dulu. Tempat ini ternyata luas sekali. Anak-anak siluman harimau yang sudah agak lebih besar berkumpul di sini. Mereka ini seperti Pangeran Parulian yang sudah dapat merubah dirinya ke dalam wujud manusia.

Di hadapan kami sekarang sedang ada pertarungan antara dua harimau. Mereka saling mengaum, mencakar, menindih hingga menghempaskan lawannya. Untungnya tidak ada adegan saling mengoyak kulit ataupun membunuh satu sama lain seperti saat siluman kecil waktu itu melawan manusia di pesta.

Sepertinya, pemenang pertarungan hanyalah mereka yang mampu menghempaskan lawan hingga ke luar arena. Setelah hal itu terjadi, mereka akan merubah wujud menjadi anak kecil lagi dan menjadi penonton untuk pertarungan berikutnya. Lawan kembali menjadi kawan setelah ke luar dari arena. Mereka yang saling tendang dalam pertarungan tadi kini malah tertawa bersama.

Sportif sekali mereka padahal di dunia sana biasanya manusia sudah musuhan duluan padahal pertandingannya saja belum dilaksanakan.

Mana kadang pendukung para pemain ikutan musuhan juga... Hadeeeh.

"Sebenarnya bukan, ini hanya permainan saja, Bibi. Kekuatan kami akan bertambah dengan pertapaan bertahun-tahun atau yang paling cepat yaitu dengan menyerap energi," Pangeran Parulian menghembuskan napas gusar lalu melanjutkan "Seperti Bibi tahu bahwa tempat ini harus dilindungi jadi kami mesti terus melatih ketangkasan serta meningkatkan kekuatan. Lagi pula tempat ini belum benar-benar aman tanpa seorang raja."

Wajahku menengok kembali ke arah Pangeran Parulian "Kenapa Pangeran Candrakumara tidak menjadi raja saja? Rakai bilang Ayahandamu itu kekuatannya paling besar dan beliau juga adalah anak sulung."

Hal ini juga yang membuatku heran selama berada di sini. Jelas-jelas Pangeran Candrakumara yang seharusnya jadi raja karena seperti yang Abinawa bilang, dialah penguasa tempat ini sekarang. Aku memang penasaran tetapi tidak berani bertanya pada Abinawa kenapa kakak sulungnya itu tidak naik tahta.

"Setiap tempat ada aturannya sendiri-sendiri Bibi. Di sini juga bukan dunia manusia, di mana anak tertua yang pasti menjadi raja selanjutnya. Puri ini yang akan memilih rajanya."

"Haaah" Aku agak tercengang mendengar penjelasannya tadi.

Bagaimana mungkin bangunan bisa memilih Raja?

Jangan bilang Puri ini bisa berbicara.

Tapi pilar saja bisa menjelma menjadi ular raksasa.

Iiissh, makin lama semakin menyeramkan tempat ini.

"Kujang Pusaka juga masih belum menampakkan diri. Harap Bibi tahu bahwa Puri ini masih belum berubah bentuk. Artinya sejak Kakekku berkuasa belum ada siluman yang bisa menggantikannya."

Dahiku makin berkerut bingung "Jadi kita harus menunggu hingga raja muncul bersama Kujang Pusaka?"

Istilah 'kujang' berasal dari bahasa Sunda Kuno yaitu kata 'kudihyang'. Maka 'kudi' atau 'sudi' berarti senjata dengan kekuatan gaib dan sakti. Sedangkan kata 'Hyang' yang berarti Sang Pencipta atau Dewa/Dewi. Oleh karena itu, kujang memiliki arti sebagai senjata sakti yang berasal dari Sang Pencipta. Sumber lain menyatakan bahwa kujang berasal dari kata 'ujang' yang berarti manusia dan biasa juga dijadikan nama atau panggilan untuk anak laki-laki Sunda.

Lain Dunia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang