3

1.1K 192 20
                                    

***

Matahari bersinar sangat terik siang ini, membuat dua wanita yang tengah makan siang di sebuah restoran harus mengipasi diri mereka sendiri dengan selembar brosur. Brosur yang tadi mereka terima dari seorang bibi di persimpangan ternyata berguna untuk mengusir panas di restoran mie tempat mereka makan siang hari. "Apa pemilik restoran ini lupa menyalakan AC-nya? Panas sekali," keluh Lisa, sembari mengikat rambutnya yang kini bergelombang. Kemarin ia membuat rambutnya sedikit keriting, namun bentuk rambutnya itu berubah setelah ia pakai tidur.

"Hari ini memang panas sekali, AC saja tidak cukup," balas lawan bicaranya, membicarakan AC yang sudah dinyalakan namun masih tidak cukup untuk mengurangi panasnya. "Jadi kemarin siang, Jiyong oppa datang ke restoranmu tapi kekasihmu langsung pergi sebelum kau sempat mengenalkan mereka?" tanyanya kemudian, melanjutkan pembicaraan mereka yang terhenti karena harus memesan mie.

"Hm..." angguk Lisa. "Aku sudah memintanya meluangkan waktu seharian untukku, karena ku pikir kami bisa double date, atau setidaknya aku bisa mengenalkannya pada Jiyong oppa dengan sangat halus. Dia turun dari lantai dua, menyapaku, menyapa Jiyong oppa dan kekasihnya, lalu aku mengenalkannya, oppa kenalkan ini kekasihku. Aku sudah merencanakannya, tapi berengsek itu justru pergi begitu saja. Dia hanya melambai sebelum pergi dan tidak kembali lagi."

"Kenapa dia pergi? Dia menghubungimu setelah itu?"

"Tidak. Sampai siang ini dia tidak menghubungiku. Lihat saja kalau dia hanya mengirim pesan. Aku akan memutuskannya!" sebal Lisa, meremas kesal brosur yang ia terima tadi.

"Ya ya ya, kau bisa mencampakkannya kalau dia hanya mengirimimu pesan. Tapi, bagaimana rasanya bertemu dengan Jiyong oppa setelah bertahun-tahun menghindarinya? Apa dia menanyakanku?"

"Kenapa dia harus menanyakanmu, eonni? Dia bahkan tidak menanyakan kabarku. Dia hanya bilang, lama tidak bertemu, Lisa."

Sepanjang siang, Jennie Kim harus memasang telinga untuk mendengarkan keluhan adik sepupunya itu. Bahkan sampai mereka harus kembali ke akademi tari yang berdiri atas nama keduanya, Jennie harus terus mendengarkan keluhan Lisa tentang kekasihnya. Mulai dari si berengsek yang selalu pergi begitu saja, ia yang hampir tidak pernah menghubungi Lisa setelah pergi, pria yang selalu terluka setelah pergi, sampai laki-laki yang bisa menghilang berbulan-bulan dan kembali seolah tidak terjadi apa-apa. Lisa punya banyak sekali keluhan tentang kekasihnya itu, sampai Jennie memutuskan kalau pria itu adalah penjahat yang secara kebetulan terlihat tampan.

Anehnya, begitu pria itu muncul di depan mereka— seperti siang ini— Lisa langsung berhenti mengeluh. "Aku masuk duluan, masih ada tiga puluh menit sebelum kelasmu, jangan bertengkar banyak anak-anak di sini," pesan Jennie, di saat matanya menangkap sosok yang Lisa kencani berdiri di depan akademi tari mereka.

"Hm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hm... Aku tidak akan lama," balas Lisa, yang langsung menundukan kepalanya sejak ia menyadari kehadiran kekasihnya di sana.

Jennie melangkah pergi, sedang pria yang Lisa kencani itu melangkah menghampiri kekasihnya. Sampai akhirnya pria itu berdiri di depan Lisa dengan sepatu putihnya, Lisa masih menundukkan kepalanya. Ia pandangi sepatu kekasihnya tanpa mengatakan apapun, menunggu pria yang sebenarnya tidak bisu itu mengajaknya bicara.

"Maafkan aku," lugas pria itu. "Bagaimana pertemuanmu dengan mantan kekasihmu kemarin? Ku lihat dia datang sendirian kemarin," susulnya, seolah G Dragon— mantan kekasih Lisa, bukanlah gangguan baginya.

"Kenapa kemarin oppa pergi?"

"Orang yang ku cari selama ini ada di kantor polisi. Dia ingin menemuiku," jawabnya. "Berhentilah melihat sepatuku, lihat aku. Setidaknya tunjukan wajahmu kalau kau marah, hm?"

"Tidak mau. Aku tidak mau melihatmu terluka."

"Aku tidak terluka," jawabnya namun Lisa tidak bereaksi. "Sungguh, aku tidak terluka. Aku sempat mandi, berganti pakaian, bahkan menata rambutku, kali ini aku tidak terluka."

Masih tanpa bicara, Lisa menekan pelipis pria itu, membuat kekasihnya meringis malu. Ia ketahuan, padahal sudah berusaha menutupi gores di pelipis sebelah matanya dengan kaca mata. Tidak sampai di sana, Lisa juga memukul perut serta dada pria itu, menekan di tempat yang tepat, membuat lawan bicaranya langsung melangkah mundur menghindari serangan selanjutnya.

"Mataku hanya minus, bukan buta," ucap Lisa, yang akhirnya mengangkat kepalanya. "Oppa menemui pria yang kau cari, kalian tidak mungkin berpelukan dan minum teh bersama, kan? Berhenti berbohong seakan-akan aku anak kecil yang selalu mempercayaimu begitu saja."

Lantas, pria itu membuka kacamatanya, menunjukan luka gores panjang di sisi sebelah matanya. Luka gores yang ia tutupi dengan gagang kacamata. Itu bukan luka yang parah, hanya garis merah seakan pelipisnya baru saja dicoret dengan pena merah kehitaman. Mungkin pria itu tergores kertas atau map plastik yang dilempar ke arahnya.

"Aku minta maaf-"

"Untuk apa minta maaf kalau oppa akan terus mengulanginya? Pergilah, aku tidak ingin melihatmu."

"Kalau melihat pria kemarin?"

"Hm? Kenapa membicarakannya? Kita tidak sedang- oh? Oppa?" bingung Lisa, setelah kekasihnya memutar tubuhnya membuatnya berbalik dan melihat Jiyong berdiri di depan lift bersama seorang muridnya— Kim Jiyoo. "Halo Jiyoo, kau sudah datang? Hari ini kau diantar pamanmu?" sapa Lisa selanjutnya, tersenyum pada anak kecil yang datang bersama Jiyong.

Seperti yang Lisa harapkan kemarin, hari ini setelah menyapa Kim Jiyoo— putri tunggal Kim Minjoon dan Kwon Dami— ia bisa memamerkan kekasihnya pada Jiyong. Secara alami, karena mereka kebetulan bertemu, Lisa memperkenalkan kekasihnya. "Ini kekasihku, Han Jihyuk."

"Ah? Hai, aku Kwon Jiyong, senang bertemu denganmu," singkat Jiyong, tersenyum canggung sebab ia tidak pernah menduga akan bertemu pria kekar itu di sana.

"Han Jihyuk," ulang kekasih Lisa, jauh lebih singkat sembari mengulurkan tangannya untuk menjabat hangat tangan Jiyong.

Dalam jabatan tangannya, Jihyuk menatap Jiyong. Ah aku tidak perlu khawatir, kekasihku tidak akan berpaling pada seorang sepertimu— begitu kesan yang Jihyuk pancarkan melalui jabatan tangannya yang santai. Membuat Jiyong merasa diremehkan tanpa kata-kata. Apa dia tidak mengenaliku? Apa pria ini tidak tahu siapa itu G Dragon?— sebal Jiyong saat ia balas jabatan tangan itu.

Selepas berjabat tangan, Jiyong hendak berpamitan untuk pergi. Namun belum sempat pria itu membuka mulutnya, Jihyuk sudah lebih dulu bicara. Han Jihyuk mengingatkan kekasihnya untuk segera masuk ke dalam kelasnya. Kini sudah waktunya Lisa mengajar dan gadis itu tidak punya waktu luang untuk berbincang dengan Jiyong.

"Pembicaraan kita belum selesai. Kita bicara lagi nanti malam," pesan Lisa, tentu pada kekasihnya yang hampir berhasil melarikan diri dari pertengkaran rutin mereka.

"Lagi?"

"Lagi?!" kesal Lisa, pada respon kekasihnya.

"Baik, baiklah, kita bicara lagi nanti. Jangan marah, ada temanmu di sini," balas Jihyuk, melirik Jiyong yang menonton dengan canggung pertikaian itu. "Kau selesai jam jam tiga kan? Kita bertemu di rumahmu, jam setengah empat. Oke?" susulnya, membuat Lisa mengangguk setelah menghela lelah nafasnya.

Tidak lama berselang setelah Lisa berpamitan pada Jiyong untuk masuk dan bekerja, Jihyuk menatap Jiyong. Pria itu tersenyum pada Jiyong, tanpa alasan apapun, ia ajak Jiyong untuk minum kopi bersama. "Bila anda senggang, bagaimana kalau kita minum kopi bersama? Anda perlu menunggu keponakan anda selesai latihan, bukan?" tawarnya. Sebenarnya pria itu hanya berbasa-basi, sebab ia tidak ingin terlihat terlalu angkuh di depan teman kekasihnya. Namun sepertinya, Han Jihyuk mengambil sikap yang salah hari ini, Jiyong tidak menanggapinya dengan baik.

"Kenapa aku harus minum kopi bersamamu?" angkuh Jiyong, yang selanjutnya meraih handphonenya. Ia lihat layar handphonenya yang sebenarnya tidak punya notifikasi apapun, kemudian mengatakan kalau ia punya urusan yang jauh lebih penting daripada sekedar minum kopi. Jiyong tidak ingin minum kopi bersama kekasih mantan kekasihnya.

***

Hi, Hello!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang