24

363 84 5
                                    

***

Jiyong menghentikan langkahnya di depan pintu gerbang rumah Lisa. Tubuhnya tiba-tiba saja beku. Berdiri mematung, membelakangi pintu kayu yang sudah tertutup rapat. Mobilnya terparkir di depan rumah itu, namun hal yang menarik perhatiannya adalah mobil Jihyuk yang juga ada di sana. Di depan mobilnya, dengan pemilik mobil yang bersandar pada bagasi mobilnya. Tidak pernah Jiyong duga kalau Jihyuk akan kembali ke rumah dan berdiri di sana.

"Hyung-" lidahnya kelu. Ada sedikit rasa bersalah dalam dadanya, namun perasaan takut yang sebenarnya mendominasi.

Jihyuk mengangkat kepalanya, menatap Jiyong dengan dingin. Matanya terasa begitu tajam, begitu menusuk. Aura mengerikan terpancar jelas dari seluruh tubuh pria itu, seolah Jiyong adalah musuh yang harus ia habisi.

Ia merasa bersalah pada Jihyuk, kalau mengingat bagaimana pria itu juga dirinya sama-sama senang saat menghabiskan waktu bersama. Mereka bisa berteman, mereka bisa pergi main baseball atau sekedar menonton pertandingannya bersama. Tapi setelah hari ini, rasanya mustahil. Kalau pria itu mendengar semua yang Jiyong katakan— kemungkinan besarnya begitu— Jihyuk pasti membenci Jiyong sekarang.

"Pergilah," katanya, terdengar sangat dingin. "Dan jangan datang lagi," susulnya, kali ini sembari melangkah melewati Jiyong. Ia sengaja menabrak bahu pria itu ketika membuka pintu gerbang rumahnya, seolah ingin menunjukan seberapa kuat tubuhnya. Menakut-nakuti Jiyong agar pria itu berfikir ulang kalau ia ingin merebut Lisa darinya.

"Ah, biarkan aku bertanya," Jihyuk yang baru membuka pintu kayu di depan rumahnya berhenti melangkah. Ia menoleh, melihat Jiyong yang tetap diam di tempatnya. Benar-benar membeku sepertinya. "Kau mengatakannya karena kau memang mencintainya, atau hanya marah karena dia pernah mencampakkanmu? Tidak perlu memberitahuku jawabannya. Pikirkan saja jawabannya," tanyanya kali ini sembari menatap kekasihnya yang berdiri di tengah-tengah halaman, juga terkejut karena melihat Jihyuk ada di rumah.

Jihyuk menutup pintu kayu di belakangnya, meninggalkan Jiyong di luar kemudian membiarkan pintunya terkunci otomatis seperti biasanya. Ia melangkah masuk ke dalam rumahnya, Lisa mengikutinya. "Aku bisa menjelaskannya," kata Lisa, mengekori Jihyuk yang melangkah ke lantai dua.

"Nanti," tenang Jihyuk. "Aku hanya pulang untuk mengambil-"

"Tidak," bantah Lisa. "Sekarang. Dengarkan aku sekarang. Aku tidak tahu kapan oppa akan kembali, karena itu biarkan aku menjelaskannya."

"Aku harus bekerja," tolak Jihyuk, yang baru saja mengambil sebuah tas plastik berisi senjata dari bawah ranjang. "Nanti malam. Kita bicarakan semuanya nanti malam. Apa yang Jiyong katakan tadi sampai alasanmu ingin membatalkan pernikahan, kita bicarakan nanti."

"Kita harus membicarakannya sekarang. Masalahnya akan semakin rumit kalau kita tidak menyelesaikannya sekarang!"

Jihyuk tidak menjawabnya. Pria itu hanya diam, menatap kekasihnya dengan raut dingin yang sama seperti ketika ia menatap Jiyong tadi. Kekasihnya kini marah, benar-benar marah, dan ia terlihat jelas sedang berusaha menahan emosinya. Jihyuk tidak pernah terlihat semarah ini sebelumnya. Pria itu hampir tidak pernah marah pada kekasihnya.

"Sebentar saja, dengarkan aku," bujuk Lisa. Ia hampiri kekasihnya, meraih lengan pria itu kemudian menariknya untuk duduk di ranjang bersamanya. "Jangan pergi dengan salah paham. Dengarkan penjelasanku lebih dulu, sebentar saja," bujuknya sekali lagi, mencoba melunakan Jihyuk.

"Kau yang bersikeras ingin menikah. Sekarang, kau juga ingin membatalkannya?" tanya Jihyuk, yang tidak sengaja mendengar pembicaraan Jiyong dan Lisa beberapa menit lalu. Ia dengar ketika Jiyong mengatakan kalau Lisa cemburu pada Jieun, ia dengar tebakan Jiyong kalau Lisa sebenarnya ingin membatalkan pernikahannya. Ia juga dengar kalau kekasihnya kelelahan, kesulitan dan hampir menyerah untuk melakukan semuanya sendirian, tanpa Jihyuk.

"Tidak. Maksudku, ya. Semalam aku berfikir untuk membatalkan pernikahannya. Tapi sekarang tidak lagi," jawab Lisa.

"Dan semalam kau mengatakannya pada Jiyong? Bukan padaku?"

"Tidak-"

"Aku mendengarnya. Kau mengirimiku pesan, kau bilang kau ingin membatalkan pernikahanmu, bukan begitu? Sekarang kau tidak jadi membatalkan pernikahanmu karena melihatku dengan Jieun?" potong Jihyuk, mengulang apa yang tadi sempat keluar dari mulut Jiyong.

Tadi malam, sebelum pergi menonton film Lisa memang berfikir untuk membatalkan rencana pernikahan itu. Bukan karena Jiyong, apalagi karena ia berhenti mencintai kekasihnya. Cinta itu masih ada, masih sangat banyak hingga ia mampu menolak seorang G Dragon beberapa menit lalu. "Aku takut memberitahu orangtuaku, aku takut mereka akan marah, aku takut mereka tidak setuju dengan pernikahan kita. Karena itu... Karena itu aku sempat berfikir untuk membatalkan pernikahan kita. Aku salah, aku baru menyadarinya saat Jiyong datang tadi. Aku seharusnya tidak memberitahu Jiyong. Semalam aku bertanya padanya— bagaimana kalau aku membatalkan pernikahanku?— aku hanya mengatakan itu padanya. Aku hanya ingin menebak bagaimana reaksimu kalau aku bilang begitu. Tapi aku lupa mengecek lagi handphoneku setelah oppa datang dan kita pergi menonton film. Aku baru ingat soal pesan itu saat Jiyong datang," ceritanya. 

"Baiklah."

"Tetap marah?"

"Kita bicarakan nanti, ya?"

"Kapan?"

"Nanti malam," janji pria itu yang kemudian mengusap rambut kekasihnya, memberi Lisa sebuah kecupan singkat lantas meninggalkan kekasihnya di rumah besar itu sendirian.

Jihyuk masih marah dan sejak pagi itu ia tidak pernah datang lagi.

***

Hi, Hello!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang