***
G Dragon kesal. Ia sangat kesal usai melihat kekasih Lisa di tempat keponakannya belajar menari. Awalnya pria itu sengaja menawarkan diri untuk mengantar Kim Jiyoo ke tempat latihannya, sebab ia ingin bertemu lagi dengan Lisa. Pertemuan yang sangat alami, kebetulan bertemu lagi setelah kemarin ia makan siang di rumah gadis itu— begitu harapan Jiyong. Namun harapan itu berubah jadi penyesalan saat ia melihat Han Jihyuk di sana. Terlebih ketika ia tahu kalau pria yang ada di foto itu, benar-benar berkencan dengan Lisa.
"Bukankah terlalu kekanakan kalau kau kesal karena mantan kekasihmu mengencani seseorang? Setelah sepuluh tahun kalian berpisah? Kau juga mengencani wanita lain," tanya Seunghyun, yang lagi-lagi jadi pelampiasan rasa kesal itu.
"Tidak," geleng Jiyong. "Aku tidak kesal karena dia berkencan lagi. Aku senang kalau dia mengencani seseorang tapi apa dia harus mengencani pria seperti itu?! Dia bisa mengencani pria lain, tapi kenapa dia memilih pria itu?!"
"Memang apa yang salah dengan pria itu? Dia lebih buruk darimu? Sepertinya tidak... Dia tampan, tinggi, kekar, tatapannya memang kelihatan dingin di foto, tapi aku yakin dia tidak menatap Lisa dengan tatapan seperti itu. Lagi pula gadis-gadis menyukai pria dingin yang misterius. Apa yang salah dengannya? Ahh... Dia salah karena dia lebih baik darimu? Jadi kau tidak punya kesempatan sama sekali?" tebak Seunghyun, yang harus mendengarkan cerita Jiyong lewat telepon.
Semakin kesal karena ucapan Seunghyun, Jiyong mengakhiri panggilan itu. Jiyong tidak berharap ia bisa mendapatkan Lisa kembali. Saat mengingat alasan mereka putus waktu itu, Jiyong sama sekali tidak punya keinginan untuk kembali menjalin hubungan bersamanya. Hanya saja, harga diri Jiyong terluka, sebab ia baru saja putus dengan Yoona dari Girls Generation sementara Lisa justru hidup bahagia bersama kekasih kekarnya. Jiyong kesal sebab ia terlihat menyedihkan di depan Lisa yang bahagia dengan hubungan asmaranya.
"Kenapa gadis yang mencampakkanku dengan kejam, bisa bersenang-senang dengan kekasih barunya? Dimana karma yang harusnya ia terima?" heran Jiyong, terlalu iri pada situasi yang ada di hadapannya, membuatnya tidak bisa berfikir jernih. Seandainya ia mengencani seseorang saat ini, harga dirinya tentu tidak akan terlalu terluka. Rasa iri dalam hatinya mungkin tidak akan pernah tumbuh sampai sebesar ini. Rasa iri yang kemudian mendorong Jiyong untuk mendapatkan apa yang sebenarnya tidak ia butuhkan— Lalisa Kim.
Sedang Jiyong sibuk dengan rasa irinya sendiri, di akademi tarinya Lisa tengah bersiap-siap untuk pulang. Gadis itu baru saja berpamitan dengan Jennie dan dua pelatih lainnya, hendak meninggalkan tempat itu namun langkahnya terhenti karena melihat gadis kecil di depan pintu akademi.
"Jiyoo-ya, kenapa kau masih di sini? Ibumu belum datang?" tegur Lisa, menghampiri gadis yang siang tadi datang bersama pamannya.
"Eomma bilang paman Jiyong akan menungguku sampai selesai. Tapi paman Jiyong tidak ada dimana-mana, aku juga tidak bisa meneleponnya," jawab Jiyoo, membuat Lisa menoleh ke belakang— ke dalam akademi tarinya. Ia sedang menimbang-nimbang, siapa yang mungkin bisa menemani atau mungkin sekalian mengantar Jiyoo pulang.
"Ah... Begitu? Kalau menelepon ibumu, apa bisa? Mungkin paman Jiyong punya urusan penting dan harus pergi lebih dulu?" tanya Lisa dan Jiyoo langsung meraih handphonenya, bergegas menelepon ibunya.
Kwon Dami terkejut setelah ditelepon putrinya. Ia hampir merutuki adiknya yang tidak bertanggung jawab itu, namun untungnya berhasil menahan diri. Tapi, meski begitu, Kwon Dami tidak perlu terlalu khawatir, sebab Lisa menawarkan diri untuk memberi Jiyoo tumpangan sampai ke rumah. Lisa meminta Jiyoo menelepon ibunya, agar ia bisa memberitahu ibunya kalau ia akan mengantarkan Jiyoo pulang sore ini. Ia tidak ingin Kwon Dami khawatir karena putrinya pulang bersama orang lain, yang bukan pamannya.
Begitu panggilannya berakhir dan Lisa memberi Jiyoo tumpangan untuk pulang dengan taksi yang dipesannya, Kwon Dami langsung menelepon adiknya. Ia ingin memarahi sang adik yang dengan tidak bertanggung jawab meninggalkan putrinya sendirian. Sialnya, Jiyong sibuk menelepon orang lain hingga panggilan Dami tidak dapat tersambung.
Tiba di rumah Kwon Dami, Lisa menolak untuk masuk. Ia hanya memastikan Kim Jiyoo masuk ke dalam rumahnya, lantas berpamitan pergi dengan taksinya, mengatakan kalau ia punya janji penting yang harus dihadirinya. Sementara Lisa pergi meninggalkan tempat itu dengan taksinya, Kim Jiyoo masuk ke dalam rumahnya, melangkah membawa tasnya melewati pekarangan dan masuk melalui pintu depan, kemudian berpapasan dengan Jiyong di ruang tengah.
"Paman! Kenapa paman meninggalkanku?!" kesal gadis kecil itu, mengejutkan Jiyong yang tengah menelepon hingga ia langsung mengakhiri panggilannya tanpa berpamitan pada lawan bicaranya.
"Jiyoo-ya, kau sudah pulang? Bukannya latihannya- astaga! Paman lupa menjemputmu, maafkan aku," seru Jiyong, menghampiri Jiyoo yang cemberut di tengah-tengah ruangan. "Bagaimana caramu pulang? Eomma menjemputmu?"
"Tidak," geleng Jiyoo. "Pelatih Kim mengantarku pulang. Eomma marah karena paman meninggalkanku, aku juga marah, belikan aku kue," susulnya, lagi-lagi mengejutkan Jiyong, namun saat pria itu keluar untuk melihat orang yang mengantar keponakannya, Lisa sudah pergi jauh dengan taksinya.
Tiba di rumahnya, Lisa melihat kekasihnya sedang menyiram tanaman di halaman. Gadis itu melirik jam tangannya, karena mengantar Jiyoo ia terlambat dua puluh menit dari janjinya bertemu Jihyuk. "Oppa, maaf aku terlambat-"
"Anak itu sudah pulang dengan selamat?"
"Ya? Bagaimana oppa tahu? Oppa tidak menaruh alat pelacak di tubuhku kan?"
"Jennie yang bilang. Tadi aku mampir ke tempat latihan sebelum pulang, ingin menjemputmu. Lalu Jennie bilang kau baru saja pergi mengantar Kim Jiyoo pulang."
"Ahh... Aku pikir oppa menaruh alat pelacak di tubuhku," komentar Lisa, yang kemudian duduk di bangku taman, di halamannya, memperhatikan kekasihnya yang masih menyiram tanaman.
"Untuk apa? Kau tidak akan pergi kemana-mana," balas Jihyuk. "Kau tidak dalam bahaya, tidak juga butuh pengawasan, aku tidak seposesif itu, aku mempercayaimu," susulnya, sengaja mematikan airnya lantas menghampiri dan duduk di sebelah Lisa. Merangkul kekasihnya seolah ia amat mencintai wanita itu. "Maafkan aku, karena tidak menepati janjiku kemarin. Maaf juga karena aku terluka."
"Aku tetap tidak terbiasa dengan ini," aku Lisa selanjutnya. Mengatakan kalau ia tidak akan pernah terbiasa melihat Jihyuk terluka meski mereka sudah bertahun-tahun bersama. "Setiap kali oppa pergi begitu saja, aku langsung gugup. Bagaimana kalau oppa terluka? Bagaimana kalau oppa tidak pulang? Bagaimana kalau oppa menghilang lagi? Bagaimana kalau oppa hilang ingatan lagi? Bagaimana kalau oppa tertembak lagi? Bagaimana kalau... Bagaimana kalau... Banyak sekali yang aku pikirkan setiap kali oppa meninggalkanku begitu saja. Jantungku berdebar-debar, berdetak sangat cepat sampai rasanya sesak sekali, aku tidak tahan. Sakit sekali."
"Haruskah kita berhenti sekarang?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Hello!
FanfictionHi, Hello my ex! I haven't seen you in a long time, how are you these days? . . . . . . . . AKU SUKA BANGET COVERNYA, YANG BUAT @Deeryum MAKSIH ❤️❤️