9

615 134 2
                                    

***

"Naiklah," ajak Jiyong, menghentikan mobilnya tepat di sebelah Lisa. Ia hentikan langkah gadis itu, membuat Lisa berhenti di trotoar, menoleh menatapnya.

Lisa melangkah mendekati Jiyong, namun sebelumnya gadis itu menoleh, mencari Jihyuk di belakangnya. Jihyuk ada di sana, di belakangnya dan tanpa mengatakan apapun Lisa masuk ke dalam mobil Jiyong— seperti gadis keji yang meninggalkan kekasihnya untuk seorang pria lain.

Mobil melaju meninggalkan Jihyuk, pria itu tidak berusaha mengejar, tidak juga berusaha menahan atau meminta Lisa agar tidak masuk ke mobil pria lain. Jiyong menoleh ke belakang, melihat Jihyuk yang justru terlihat sedang menelepon seseorang sementara Lisa berkata, meminta Jiyong untuk segera pergi.

"Oppa, boleh aku mengumpat?" tanya Lisa kemudian, setelah mobil itu melaju dan Jihyuk tidak lagi terlihat.

"Hm... Kalau itu bisa membuatmu merasa lebih baik, silahkan."

Ia menarik dalam-dalam nafasnya. Bersiap menumpahkan sumpah serapah yang ada di dalam hatinya. Sekali, dua kali, Lisa menarik dalam nafasnya. Jiyong menunggu, namun seolah ada kabut tebal di dalam kepala Lisa, gadis itu tidak bisa mengeluarkan satu pun umpatannya. Dengan wajahnya yang masih merah padam karena marah, Lisa menoleh menatap Jiyong.

"Tidak jadi," ucapnya. "Tidak ada satupun yang bisa keluar, mungkin karena aku terlalu stres? Tidak ada satupun kata yang terpikir olehku," susulnya.

"Kenapa?"

"Tidak tahu."

"Bukan, kenapa kalian bertengkar di sana?"

"Aku ingin mendaftar pernikahan kami. Tapi dia tidak menyetujuinya. Aku datang untuk mengambil formulir pendaftaran pernikahannya, tapi dia melarangku melakukannya."

"Kalian sudah menikah?"

"Belum."

"Lalu kenapa kau ingin mendaftarkan pernikahan yang belum kau lakukan?"

"Karena itu dia marah. Tapi aku yang menamparnya. Ah! Stres!" keluh Lisa, menutup wajahnya dengan tangannya sendiri kemudian meremas bagian depan rambutnya, poninya juga beberapa helai paling depan dari rambutnya. Ia hampir menjambak rambutnya sendiri. "Tapi, aku minta maaf karena membuatmu harus melihatnya. Aku datang ke sini sendirian, aku tidak tahu kalau Jihyuk oppa akan datang dan kami harus bertengkar di depanmu."

"Kekasihmu pasti salah paham sekarang."

"Tidak," geleng Lisa. "Jihyuk oppa punya kacamata kuda, dia hampir tidak pernah cemburu. Dia hanya akan berfikir kalau aku bertemu dengan temanku lalu pergi bermain bersamanya dan akan pulang lagi nanti sore. Haruskah aku tidak pulang saja? Agar dia merasa terancam kemudian mau menikah denganku? Augh! Kenapa aku harus membicarakan itu denganmu? Maaf," oceh Lisa, yang setelahnya meraih handphonenya sendiri dari dalam tasnya.

Benda persegi itu tidak bergerak saat Lisa ambil. Tidak ada pesan maupun panggilan yang masuk ke dalamnya. Namun dengan satu gerakan cepat, hanya dengan menekan angka satu di dial pad-nya, Lisa menelepon Jihyuk.

"Halo?" ucap Jihyuk, menjawab panggilan Lisa. "Aku sedang mengemudi, ada apa sayang?" susulnya, seolah tidak pernah terjadi apapun sebelumnya.

"Kalau kau mati atau menghilang seperti tahun lalu, kita putus. Tidak akan ada pemakaman untukmu. Aku tidak akan mencarimu. Aku akan mengambil rumahmu dan melupakanmu. Aku bahkan tahu pin rekeningmu. Aku bisa menguras semua hartamu, membuatmu jadi gelandangan dan meninggalkanmu. Aku bisa mencuri semuanya, karena itu, jangan mati, jangan menghilang. Ah! Dan kalau aku sampai tahu kau membeli tiket pesawat ke Suriah, Palestina, Neraka, atau Hawaii sekalipun, jangan kembali. Mati saja di sana, jadi aku bisa cepat kaya raya."

"Ya. Aku mengerti. Aku tidak akan pergi. Aku sudah mengerti, jadi hentikan-" Lisa yang tidak mau mendengar lebih banyak lagi alasan Jihyuk, lantas mematikan panggilan itu. Menyimpan kembali handphonenya ke dalam tasnya.

"Wah... itu terdengar lebih kejam daripada mengumpat," komentar Jiyong, yang mendengar semua ancaman Lisa. "Tapi kau juga kedengaran sangat mencintainya. Sebenarnya apa pekerjaan kekasihmu? Kenapa dia harus pergi ke Suriah? Juga neraka? Kejadian beberapa hari lalu, kau juga belum menjelaskan apapun tentang hari itu."

"Ah iya... Kejadian di mall waktu itu," angguk Lisa. "Aku meneleponmu untuk membicarakan itu. Maaf, aku baru sempat menelepon, sebenarnya aku kehilangan nomor teleponmu, jadi aku tidak bisa menghubungimu secepatnya."

Jiyong bertanya, kemana mereka harus pergi saat itu dan Lisa mengajak Jiyong pergi ke supermarket. Lisa harus berbelanja untuk membuka restorannya besok pagi. Besok ia mengundang Seungri ke rumahnya. Dari formulir reservasinya, Seungri akan datang bersama gadis yang disukainya. Seungri ingin menyatakan perasaannya besok, di Le seul dengan makanan yang Lisa buat untuknya.

Di temani Jiyong, Lisa mendorong troli belanjanya. Pria itu memakai maskernya, berjalan dengan tangan yang disimpan dalam saku jaketnya. Sembari berbincang, sekedar menanyakan kabar, kesibukan dan cerita sehari-hari, mereka berkeliling di supermarket itu. Memasukan satu persatu bahan yang Lisa butuhkan untuk memasak.

"Kekasihku detektif swasta dan yang kemarin itu kliennya," ucap Lisa, asal menjawab meski sebenarnya ia tidak pernah tahu apa yang Jihyuk lakukan, apa yang Jihyuk kerjakan. "Setelah kejadian itu dia babak belur dan tidak pulang. Lalu kemarin dia pulang, mengemas pakaiannya dan bilang akan pergi ke Suriah, entah untuk apa tapi sepertinya dia berbohong. Dia tidak jadi pergi sekarang. Kalau dia benar-benar harus pergi ke Suriah, dia pasti akan tetap pergi meski aku marah. Iya kan?"

"Kenapa detektif swasta pergi ke Suriah?" tanya Jiyong, mengambil sebuah peach kemudian mengatakan kalau Seungri menyukai buah peach.

"Orang yang dia cari sepertinya ada di sana? Tidak tahu. Dia detektif swasta tapi tidak mengerjakan kasus-kasus perselingkuhan seperti yang biasa dilakukan detektif swasta. Spesialisasinya mencari orang hilang, kurasa begitu? Ingat kasus pengusaha yang hilang di Sungai Han beberapa tahun lalu? Jihyuk oppa yang menemukan pengusaha itu. Orang pikir dia sudah mati, istrinya hampir dipenjara, tapi ternyata dia ada di Hongkong, hidup nyaman dengan identitas baru, jahat sekali," cerita Lisa yang justru menggelengkan kepalanya. "Tidak boleh ada buah peach, gadis yang akan dibawa Seungri oppa alergi buah peach. Ah... Karena oppa sudah menemaniku belanja, bagaimana kalau ku traktir makan malam? Tapi kalau oppa sibuk, aku bisa makan malam sendirian, jangan merasa terbebani karena melihatku bertengkar dengan Jihyuk oppa tadi. Kami memang sering bertengkar."

"Sepertinya, sekarang kau jauh lebih cerewet daripada saat masih berkencan denganku, atau perasaanku saja?"

"Ya? Kenapa tiba-tiba membahas masa lalu?"

"Dulu kau tidak pernah melarangku pergi kemanapun aku mau. Sepertinya saat itu kau tidak terlalu mengkhawatirkanku?"

"Dulu oppa hanya pergi ke agensi, tempat latihan, studio, rumah, apa lagi? Bar? Sekalipun terluka, hanya kakimu yang akan terkilir. Jadi aku tidak terlalu khawatir. Kali ini sedikit berbeda? Meski hampir berkencan empat tahun aku masih tidak terbiasa dengan pekerjaannya."

***

Hi, Hello!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang