12

600 133 3
                                    

***

Han Jihyuk tinggal di medan perang sepanjang hidupnya, maka menikah dengannya sama dengan sukarela masuk ke dalam medan perang itu. Jihyuk tidak pernah menyukai gagasan itu— membawa Lisa masuk ke dalam medan perangnya. Karenanya ia terus menolak untuk mendaftarkan pernikahan mereka. Ia menolak untuk membawa masuk nama Lisa ke dalam daftar pendek keluarganya. Ia enggan berbagi bahaya yang sama dengan Lisa.

Namun karena gadis itu terus bersikeras, Jihyuk tidak punya pilihan lain, sama seperti tahun lalu. Jihyuk sudah memberi banyak pilihan pada Lisa, mereka bisa menikah, hanya menikah tanpa mendaftarkan pernikahan itu. Mereka bisa tinggal bersama bahkan punya anak kalau Lisa mau. Jihyuk bersedia berlutut memohon maaf di depan orangtua Lisa, agar mereka mengizinkan ia menikahi Lisa tanpa mendaftarkan pernikahan itu. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, kalau Lisa sangat ingin menikah, Jihyuk bersedia mundur dan memberi Lisa kesempatan untuk menikahi pria lain. Sayangnya bukan semua itu yang Lisa inginkan.

"Kau tahu apa yang akan kau hadapi kalau menikah denganku, bukan?" tanya Jihyuk, mengabaikan Jiyong yang masih ada di sana seolah ia tidak punya waktu untuk menunggu Jiyong pulang. Kini Jihyuk berdiri di sebelah Jiyong, menatap Lisa yang ada di hadapan mereka, berjarak satu meja makan berbahan kayu.

"Sepertinya aku harus pergi-"

"Duduk," ketus Jihyuk, membuat Jiyong yang sempat bangun, hampir selesai berpamitan, langsung kembali duduk di kursinya. Sementara di depan Jiyong, Lisa tengah membaca kertas yang Jihyuk bawa tanpa menyentuhnya— formulir pendaftaran pernikahan, yang sudah Jihyuk tanda tangani.

"Tapi sudah terlalu malam, rasanya tidak baik kalau aku mendengar masalah pribadi kalian?" pamit Jiyong, sekali lagi namun Jihyuk justru menahan bahu pria itu, sedikit meremasnya agar Jiyong tetap duduk di kursinya.

"Lalu? Apa minum-minum sampai tengah malam di rumah kekasih orang lain itu benar? Duduk saja," balas Jihyuk, masih terdengar sangat ketus, seolah hati pria itu tengah terbakar cemburu sekarang. "Lisa, pikirkan baik-baik. Hidupmu akan berubah begitu menikah denganku. Kau masih ingin menikah denganku?"

"Aku tahu. Aku sangat tahu, tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak punya pilihan lain. Bukan menikah, bukan punya anak, bukan punya keluarga kecil yang manis yang aku inginkan. Aku ingin jadi keluargamu. Satu-satunya cara agar aku bisa jadi keluargamu adalah menikah denganmu, tapi menikah saja tidak membuktikan apapun, iya kan? Kita juga harus mendaftarkannya agar punya bukti kalau kita keluarga. Agar oppa ingat kalau ada seseorang yang menunggumu pulang," balas Lisa, bergegas menandatangi bagiannya di dalam formulir pendaftaran pernikahan itu. "Akan ku minta Jisoo dan Jennie eonni juga Rose yang jadi saksi," susul Lisa, usai ia menandatangani kertas di hadapannya.

Tanpa mengatakan apapun, Jihyuk menggeser kertas itu ke hadapan Jiyong. Ia berikan juga pena yang tadi dibawanya pada Jiyong, lantas mengatakan kalau ia ingin Jiyong menjadi saksi pernikahan itu. Jihyuk ingin Jiyong menjadi saksi pernikahan dari pihak mempelai pria, seolah-olah Jiyong adalah keluarga atau teman mempelai pria. Merasa hidupnya dalam bahaya, Jiyong menandatangani kertas itu. Ia goreskan tanda tangan yang biasa ia berikan pada fansnya kemudian formulir pendaftarannya kembali berada di hadapan Lisa.

"Pikirkan lagi keputusanmu, lalu serahkan formulirnya kalau kau memang benar-benar yakin dengan keputusanmu," tegas Jihyuk, lagi-lagi terdengar begitu mengancam, begitu kejam juga menakutkan. Anehnya, Lisa sama sekali tidak terganggu dengan nada bicara yang mengintimidasi itu. Tidak ada sebersit pun rasa takut di mata Lisa.

"Oppa akan pergi lagi, kan?" tanya Lisa, membuat Jiyong benar-benar merasa kalau ia perlu melarikan diri dari sana. Berada di antara sepasang kekasih yang tengah bertengkar membuatnya sangat tidak nyaman. "Melarikan diri lagi? Berapa lama? Entah kenapa situasi ini terasa sangat familiar bagiku. Hm, ayo menikah, siapkan semuanya, aku akan mengikuti apapun yang kau inginkan, tapi oppa tidak pernah datang, ingat?" susulnya, menjelaskan alasannya tidak merasa senang meski Jihyuk datang dengan lembar yang ia inginkan.

Jihyuk hanya diam, sedang Lisa bangkit dari duduknya, meremas kertas yang kekasihnya bawa kemudian menaruhnya ke dalam gelas birnya. Membuangnya. Mengabaikan Jihyuk yang kelihatan marah, Lisa menoleh pada Jiyong, mengatakan kalau Jiyong harus segera pergi dari sana. "Kau baik-baik saja?" tanya Jiyong, di saat Lisa mengantarnya sampai ke mobil. Meninggalkan Jihyuk sendirian di meja makan.

"Tidak. Aku ingin menangis sekarang. Bagaimana kalau dia benar-benar menghilang lagi?" tunduk Lisa. "Aku khawatir, tapi-"

"Lisa! Masuk!" teriak Jihyuk, berdiri di depan pintu gerbang mereka, memanggil kekasihnya yang ada di sebelah mobil Jiyong, hanya beberapa langkah darinya.

"Telepon aku kalau kau butuh teman minum lagi. Aku akan langsung datang," pamit Jiyong, lantas meninggalkan tempat itu memberi ruang agar Lisa bisa bicara berdua dengan kekasihnya yang mengerikan.

Sembari melangkah masuk, melewati halaman depan, Lisa memutuskan untuk bangun lebih awal dan merapikan dapur juga meja makannya nanti. Ia berjalan di depan Jihyuk, masuk ke dalam rumahnya kemudian naik ke lantai dua. Mulutnya terkatup rapat, seolah ia enggan bicara lagi dengan kekasihnya. Tanpa mengatakan apapun, Jihyuk mengikutinya. Berjalan naik menyusuri tangga sembari bertanya-tanya kenapa mereka selalu terjebak pada masalah yang sama.

Sama seperti Jiyong yang selalu meributkan satu masalah yang sama, mereka pun begitu. Haruskah ia menyerah saja?— pikir Lisa setiap kali mereka bertengkar karena masalah yang sama. Haruskah aku pergi saja?— pertanyaan itu terus berputar di dalam kepala Jihyuk.

Lalisa tahu, apa yang akan ada di hadapannya kalau ia menikah dengan Jihyuk. Rekan-rekannya, koleganya, bahkan musuh-musuh Jihyuk mungkin akan terus muncul di hadapannya, berusaha mendapatkan sesuatu darinya. Ia sudah bersikeras, mengatakan kalau ia bisa menghadapi semua itu. Lisa bersikeras kalau ia bisa hidup di medan perang yang sama dengan Jihyuk. Namun pria itu enggan mempercayainya. Jihyuk enggan membawa gadis yang dicintainya masuk ke medan perang. Jihyuk enggan membawa kekasihnya ke dalam mara bahaya.

"Aku minta maaf," Jihyuk buka mulutnya sebelum Lisa membuka pintu kamarnya. "Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan. Aku benar-benar tidak ingin membawamu dalam bahaya. Jadi keluargaku sama dengan bunuh diri. Aku sudah melihat banyak keluarga rekan-rekanku yang hidup dalam ketakutan karena-"

"Oppa pikir aku tidak takut sekarang?" potong Lisa. "Aku ketakutan sekarang, sangat takut. Sudah berapa kali aku katakan padamu? Kenapa oppa tidak pernah mengerti? Aku takut, setiap hari aku ketakutan setengah mati karenamu. Bagaimana kalau kau tidak kembali? Bagaimana kalau kau mati sendirian di luar? Bagaimana kalau kau menghilang lagi? Aku gugup setiap hari. Tapi bukan itu alasanku ingin, sangat ingin menikah denganmu. Aku ingin mengikatmu, aku ingin melindungimu. Ah aku sudah menikah, ah aku punya keluarga, aku tidak boleh mati di sini, tidak ada yang bisa menggantikan posisiku di rumah kalau aku mati— aku ingin oppa memikirkan itu sebelum bekerja. Selanjutnya, oppa ingin menyerah atau berusaha lebih keras lagi untuk misimu, terserah."

"Apa menurutmu aku tidak memikirkan itu sekarang? Setiap hari aku memikirkanmu. Aku tahu kau menungguku, karena itu aku selalu berusaha datang ke sini, apa itu tidak cukup?"

"Hm... Itu tidak cukup. Aku serakah," jawab Lisa. "Kalau oppa memang memikirkanku, kalau oppa tahu aku menunggumu, kenapa kau tetap pergi dan menghapus ingatanmu sendiri? Apa menurutmu mempercayai kata-katamu itu mudah?"

***

Hi, Hello!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang