***
Dong Yongbae dan Min Hyorin punya seorang anak laki-laki yang usianya satu tahun lebih muda dari Kim Jiyoo. Dan sama seperti Kim Jiyoo, anak laki-laki pasangan selebriti itu juga belajar menari di akademi tari milik Lisa. Mereka berada di kelas yang berbeda, sebab putra Dong Yongbae belajar tari lebih dulu daripada Jiyoo. Yongbae lah yang merekomendasikan akademi tari itu pada Dami, agar Jiyoo bisa menyalurkan energi anak-anaknya yang berlebih.
Di hari yang berbeda dengan hari latihan Jiyoo, Min Hyorin datang untuk mengantarnya putranya berlatih. Dengan delapan gelas kopi di tangannya, wanita itu masuk, menyapa pelatih-pelatih yang memperhatikan putranya, memberi mereka masing-masing secangkir kopi. "Dan ini latte manis, ekstra sirup untuk pelatih Kim," ucapnya, memberi kopi yang berbeda untuk Lisa. Meski ia bisa mencerna apapun, Yongbae bilang Lisa lebih suka sesuatu yang manis, jadi Hyorin selalu memberikan latte hangat yang manis untuk pelatih putranya itu.
"Eonni, berhentilah memberi kami kopi," tegur Lisa. "Pergi membeli kopi seperti ini pasti merepotkanmu," susulnya, enggan merepotkan wali muridnya itu.
"Tidak apa-apa, kau juga sudah repot mengurus putraku. Putraku tidak mau belajar menari dari ayahnya, dia lebih suka belajar dari wanita cantik, entah siapa yang sebenarnya dia tiru," cerita Hyorin. "Ah... Ku dengar, kau bertemu dengan Jiyong minggu lalu? Dia kesini? Sepertinya dia punya banyak waktu luang akhir-akhir ini."
"Kurasa begitu, dia beberapa kali datang ke sini, mengantar dan menjemput keponakannya," angguk Lisa. "Apa Big Bang tidak punya rencana comeback? Kenapa dia berkeliaran dan tidak bekerja?"
"Aku tidak tahu," geleng Hyorin. "Mungkin nanti kalau Jiyong sudah tidak punya uang lagi? Mereka hanya melakukan apa yang mereka mau," susulnya, membuat Lisa terkekeh kemudian menganggukan kepalanya.
Pembicaraan mereka masih berlanjut, cukup lama sebab kelas baru akan di mulai lima belas menit lagi. Sampai akhirnya, Hyorin mengundang Lisa untuk datang ke pesta ulangtahun putranya minggu depan. Lisa tersenyum mendengarnya, namun ia tidak bisa menjanjikan kehadirannya di sana. Lisa tidak suka berkumpul diantara orang-orang yang dulu dekat dengannya. Butuh bertahun-tahun baginya untuk berdamai dengan keadaan dan kembali berkumpul dengan orang-orang itu sering kali membuatnya merasa rendah, membuatnya canggung juga merasa sangat tidak nyaman.
Begitu hari berakhir, Lisa yang baru selesai mengajar sampai pukul sepuluh malam pulang ke rumahnya. Rumah besarnya terasa sangat sepi kalau tidak ada tamu yang datang. Tidak ada Jihyuk, tidak ada siapapun selain dirinya sendiri. Entah apa yang sedang pria itu lakukan, Lisa hanya menghela nafasnya, lantas melempar tas dan jaketnya ke sofa. Dengan nafas yang berat, ia berbaring di atas sofanya, menatap lampu kristal di atas kepalanya kemudian membayangkan bagaimana rasanya kalau lampu kristal itu jatuh menimpanya. Akan kah ada seseorang yang datang untuk menyelamatkannya?
Di tengah lamunannya, Kim Jisoo— seorang teman yang dikenalnya sejak kecil, tetangga di sebelah rumahnya saat mereka masih tinggal bersama orangtua masing-masing— meneleponnya. "Tidak bisa kah kau datang ke pesta itu? Kita harus mencari lebih banyak murid," ucap Jisoo tanpa basa-basi. "Aku sudah menghitungnya, kalau kita punya murid dua kali lipat lebih banyak dari yang sekarang, kita bisa menyewa tempat yang lebih besar. Studio dance di persimpangan yang kau idam-idamkan itu."
"Halo? Selamat malam? Kurasa anda menelepon ke nomor yang salah," balas Lisa, menanggapi ocehan teman sekaligus manager keuangan di akademi tarinya. Lima tahun lalu, gadis itu juga menanamkan sejumlah modal ke akademi Lisa, membantu Lisa membuat tempat yang cukup nyaman untuk menari.
"Kenapa kau tidak mau datang?"
"Malu."
"Kenapa?"
"Ada Big Bang di sana. Pasti ada 2NE1 juga, belum lagi kalau ada teman-teman yang lainnya."
"Lalu? Itu bagus untuk promosi. Berfoto dengan mereka, lalu unggah fotonya di akun akademi. Sangat menjual untuk promosi."
"Mereka semua sukses."
"Karena itu kau harus datang."
"Tapi aku tidak seberapa sukses. Padahal kami debut di waktu yang hampir sama. Sekarang mereka jadi sangat terkenal, jadi bintang yang tidak lagi tersentuh, tapi aku... Aku bukan apa-apa. Bahkan saat aku pergi ke mall, tidak ada lagi yang mengenaliku. Tidak ada yang bisa ku banggakan saat aku datang nanti. Aku tidak percaya diri untuk datang. Aku tidak mau datang," tolak Lisa, membuat Jisoo tidak lagi bisa berkata-kata.
Apa lagi yang bisa Jisoo katakan kalau Lisa memandang rendah dirinya sendiri? Meminta Lisa untuk tidak berfikir begitu juga tidak akan membuat Lisa jadi merasa lebih baik. Menyerah, mengikuti apapun keputusan Lisa, menjadi satu-satunya pilihan yang bisa Jisoo ambil.
"Kau sendirian di rumah besarmu itu?"
"Kalau di pikir-pikir, tempat ini bahkan bukan milikku. Rumah ini milik Jihyuk oppa. Sebenarnya apa saja yang sudah ku raih selama ini? Aku tidak punya apapun."
"Jihyuk oppa membelikan rumah itu untukmu, langsung atas namamu, jadi tempat itu milikmu-"
"Bagaimana kalau kami putus?" potong Lisa, lagi-lagi membekukan Jisoo di tempatnya beristirahat sekarang. "Tidak, kami tidak putus. Aku tidak akan pernah putus darinya. Jangan khawatir."
"Kenapa? Karena dia sudah membelikanmu rumah? Padahal dia tidak pernah ada untukmu. Setiap kali pulang kencan, kau pasti marah karena dia meninggalkanmu. Dia bahkan bisa pergi berhari-hari tanpa mengabarimu. Kenapa kau tidak putus saja darinya?"
"Karena aku mencintainya?" balas Lisa, terdengar begitu datar seolah jantungnya tidak lagi bergemuruh saat membicarakan pria yang dicintainya. "Aku bukan lagi gadis dua puluh tahun yang bisa putus dan melarikan diri hanya karena kekasihku menyebalkan. Iya kan? Aku tidak suka melajang dan mencari pacar baru juga merepotkan."
"Apa bedanya melajang dengan hubunganmu yang sekarang? Tapi, apa detektif swasta selalu sesibuk itu? Bahkan polisi yang tinggal di sebelah rumahku tidak sesibuk kekasihmu."
"Karena itu polisi di sebelah rumahmu tidak bisa membeli rumah sebesar ini untuk kekasihnya."
Sepanjang malam Lisa mengobrol dengan Jisoo di teleponnya. Mereka membicarakan ini dan itu hingga tanpa sadar keduanya bicara sampai lewat tengah malam. Sampai Jihyuk pulang dengan sebuah boneka di tangannya. Pria itu datang dengan setelannya, memakai kemeja putih yang berkeringat dengan jas hitam yang kotor. Di kanan dan kiri pinggangnya, ada dua senjata api yang tergantung di ikat pinggangnya.
"Kau belum tidur?" canggung Jihyuk, sebab Lisa justru terkekeh melihatnya. Rasanya lucu melihat seorang pria kekar dengan pistol di pinggangnya, datang sembari memeluk sebuah boneka kura-kura.
"Itu untukku? Atau untukmu?" tanya Lisa, menunjuk boneka hijau dalam pelukan Jihyuk masih sembari berbaring di sofa. Tubuhnya terlalu lelah setelah menari seharian.
"Untukmu."
"Kalau begitu berikan padaku, agen Han," pintanya, mengulurkan tangannya untuk boneka kura-kura itu.
Dengan senyum di wajahnya, Lisa bangun dari baringannya. Ia berdiri di atas sofanya, memeluk Jihyuk sekaligus boneka kura-kura yang pria itu bawa. "Lama-lama kamarku bisa jadi kebun binatang. Belikan aku zebra, yang kemarin itu jerapah, bukan zebra, oppa tidak bisa membedakan zebra dan jerapah seperti Jennie eonni?" pinta Lisa, memeluk kekasihnya yang berdiri di depan sofa mereka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Hello!
FanfictionHi, Hello my ex! I haven't seen you in a long time, how are you these days? . . . . . . . . AKU SUKA BANGET COVERNYA, YANG BUAT @Deeryum MAKSIH ❤️❤️