Apa kalian pernah mendengar rumor tentang Kainer? Rumor itu terdengar dimana-mana. Merayap dari bibir ke bibir. Menyebar cepat, bak api yang sedang membakar kertas.
Kainer, vampir bangsawan yang mengabdikan hidupnya untuk kerajaan.
Kainer, seorang anak yang amat patuh pada ayahnya.
Kainer, pria yang rela melakukan apa pun demi menegakkan keadilan.Siapa sangka pria seperti itu tega memotong lidah tunangannya sendiri. Membuat tunangannya bisu.
Ngeri.
Namun, itu bukan sekedar rumor. Itu nyata. Kainer memang memotong lidah tunangannya, tapi hal yang paling mengejutkan adalah sikap tunangannya yang semakin manis.Tunangannya tetap mencintainya, bahkan setelah dia kehilangan lidahnya.
Gila.
Kalian tentu akan berpikir demikian.Apa yang membuat tunangannya secinta itu pada Kainer?
Kenapa Kainer memotong lidah tunangannya?Mari kita mulai dari awal. Dari mansion keluarga Magnolia. Tempat besar dengan beragam kemewahan, juga keserakahan.
Mereka adalah bangsawan bereputasi tinggi. Bangsawan bergelar Marquess yang rela melakukan apa pun demi mendapatkan harta dan kekuasaan.
"Anna, kau, kan pernah mengunjungi ibu kota, kau pasti mendengar sesuatu tentang calon tunanganku. Ayo, ceritakan padaku tentangnya!" pinta seorang gadis dengan rambut cokelat terang.
Pelayannya yang bernama Anna, mulai berjalan mendekat padanya. Di tangannya terdapat bross bermata intan.
Anna tersenyum, kemudian memasangkan bross itu ke gaun majikannya. "Nona... Anda ingin dengar dari mana?"
"Semuanya! Aku ingin dengar semuanya, Anna!" Gadis itu terdengar sangat bersemangat. Nadanya antusias. Tidak sabar mendengar cerita dari bibir pelayan sekaligus pengasuhnya itu.
"Baiklah, Nona." Anna duduk bersimpuh di samping kursi majikannya. "Tuan Muda Kainer itu adalah vampir yang amat mencintai tanah airnya. Dia sangat mirip seperti ayahnya, Duke Anantram, seorang pembela kebenaran. Namun, Tuan Muda Kainer bersikap dingin pada para gadis. Selama ini, belum pernah ada gadis yang berhasil menarik perhatiannya," jelas Anna.
"Apa dia juga akan bersikap dingin padaku, Anna?"
"Tentu tidak, Nona. Nona adalah gadis tercantik yang pernah saya lihat di kerajaan ini. Tuan Muda Kainer tidak akan bisa mengabaikan Anda"
Anna bangkit dari duduknya, kemudian tangannya mulai bergerak membelai pipi gadis itu lembut. Matanya menatap sang gadis dengan sayang.
"Kau pasti mengatakan itu karena kau pengasuhku. Kau sudah merawatku sejak usiaku 8 tahun"
"Astaga, Nona... kenapa Nona tidak percaya pada saya? Nona tahu, kan, saya sudah pernah berkeliling kerajaan ini dan saya berani bersumpah, bahwa saya belum pernah bertemu gadis secantik anda"
Meski Anna melebih-lebihkan ucapannya soal 'gadis tercantik di kerajaan', namun Anna tidak berbohong. Nonanya adalah gadis yang amat cantik. Bermata cokelat terang seperti mendiang ibunya, hidungnya mancung, dengan bibir kecil, kulit cerah, dan hal teristimewa dari nonanya adalah senyumannya.
Senyuman nonanya begitu manis. Sungguh tak akan pernah bosan untuk dipandang. Apa lagi saat tertawa... matanya selalu menyipit setiap tertawa, membuatnya semakin terlihat manis.
Gadis itu memasang senyum lebar. Tangannya terentang, kemudian dengan cepat dia melompat dari kursinya menuju Anna. Memeluk Anna dengan erat.
Anna pun membalas pelukan itu. Tangannya membelai surai nonanya penuh kasih sayang. Perlahan, wajahnya mulai menunjukkan kesedihan.
Anna amat iba pada nonanya. Tidak sanggup rasanya jika harus mengingat bagaimana kehidupan kejam yang dijalani nonanya itu.
Sophia Zoe Magnolia. Satu-satunya putri dari Julian Magnolia. Sayangnya, terlahir sebagai bangsawan Marquess bukan membuat hidupnya menjadi indah. Itu justru membuat hidupnya menjadi buruk.
Sejak berabad-abad, keluarga itu tidak pernah menghargai keberadaan wanita. Di mata mereka, wanita hanyalah alat untuk melahirkan penerus. Seorang makhluk rendahan yang tugasnya hanya melahirkan anak. Itulah salah satu penyebab kenapa istri keluarga Magnolia selalu mati setelah melahirkan maksimal 3 anak.
Apa yang bisa Sophia harapkan saat lahir di keluarga seperti itu?
Bahkan Sophia tidak pernah sekali pun diizinkan keluar mansion. Sejak lahir, gadis bersurai cokelat itu selalu diam di dalam mansion. Memasak, melukis, dan membaca buku. Apa pun, asal tidak boleh berpapasan dengan Marquess Julian.
Marquess bilang, berpapasan dengan anak perempuannya membawa kemalangan. Jadi, Sophia akan dihukum jika ia sampai bertemu dengan ayahnya sendiri. Hukumannya pun tidak main-main, yaitu 3x cambukan garpu rumput.
Saat Sophia kecil, dia sering mendapat hukuman itu. Sebagai anak gadis yang lincah, dia tentu suka bertualang, berjalan mengelilingi mansion adalah kesehariannya, namun hal itu tentu selalu berakhir buruk. Dia sering pulang ke kamarnya dengan kondisi mengenaskan. Dengan mata sembab dan luka di punggung, membuat Anna selalu menangis tiap kali melihatnya.
Sophia tidak pernah mendapatkan pendidikan formal. Marquess tidak mau anak gadisnya menjadi pandai. Tidak ingin anak gadisnya berderajat sama dengan kedua putranya. Pria itu memang selalu mendeskriminasi putri bungsunya.
"Nona Sophia, saat pertunangan anda selesai dilangsungkan. Selanjutnya, tinggal saja di kediaman Duke Anantram, ya?"
"Tentu, Anna. Aku akan memintanya pada Kainer. Aku ingin melihat dunia luar. Aku ingin bebas, Anna... kau juga ikut denganku, kan?"
"Tentu Nona. Siapa yang akan memainkan musik untuk snda, jika anda ingin menyanyi di sana nanti?"
Sophia suka menyanyi. Suaranya amat merdu. Mendengar nyanyian Sophia bak sedang meneguk air kelapa di tengah gurun pasir yang panas. Bukan berlebihan, namun nyanyian gadis itu benar-benar memanjakan telinga.
"Saya juga sudah bertekad untuk menjadi pengasuh anak anda di masa depan, kemudian cucu anda... Ah, saya sangat menantikannya, Nona!" Anna tertawa di akhir kalimatnya, membuat Sophia tersipu malu.
"Ini, kan baru pertunangan, kenapa kau berpikir kesana?" tanya Sophia sambil tersenyum.
Wajah gadis itu memerah. Menahan malu tentu saja.
Sebenarnya, pipi Sophia sudah memerah tanpa ia melakukan apa pun. Dia seperti itu sejak lahir. Pipinya yang merona alami sering kali membuat para pelayan wanita iri, namun saat tahu kehidupan keras yang dijalani Sophia, rasa iri itu berubah menjadi rasa kasihan.
Para pelayan kasihan pada majikannya. Lucu, kan?
.
.
.
Vote ya!
[Sampai jumpa di hari sabtu🙋]

KAMU SEDANG MEMBACA
KAINER [TAMAT]
Vampire"Tunanganku bisu. Aku sendiri yang memotong lidahnya" Sophia mencintai tunangannya dengan sepenuh hati. Berharap besar bahwa sang tunangan akan merubah hidupnya menjadi lebih baik. Membawanya keluar dari penjara keluarganya sendiri, namun Sophia tid...