"Kau sudah dengar semuanya. Jadi, tidak ada gunanya aku berbohong. Aku akan pergi besok pagi, Sophia," kata Kainer sambil tersenyum.
Tubuh Sophia bergidik ketakutan. Badannya gemetar. Ia takut, namun tetap berusaha keras untuk tidak berlari atau pun menangis. Ia tahu bahwa itu akan sangat menyakiti perasaan Kainer.
"Bukan. Ini bukan karenamu. Aku memang harus pergi. Lagi pula, kau akan lebih aman tanpaku"
Mereka berdiri berhadapan dengan jarak kira-kira lima meter. Jarak itu di pilih Kainer karena takut membuat Sophia merasa tidak nyaman.
"Tiga hari kedepan, sepertinya akan ada badai. Jadi, jangan lupa untuk memakai syal yang sudah aku letakkan di kamarmu. Aku merajutnya sendiri beberapa hari lalu. Itu akan membuatmu tetap hangat"
Setelah mendengar obrolan Kainer dan Sang ayah, Sophia mengutus Luke untuk memanggil Kainer ke taman bunga keluarga mereka. Saat mendengar itu, awalnya Kainer menolak. Kainer takut trauma Sophia semakin menjadi, namun setelah melihat Sophia yang berusaha keras memberanikan diri seperti sekarang, membuat perasaan Kainer menghangat. Pria itu amat bahagia.
Tiba-tiba, seorang pelayan pria datang dan membungkuk di hadapan keduanya. Seolah merusak moment, Kainer pun menghela napas, kemudian langsung bertanya pada pelayan itu.
"Ada apa?" tanya Kainer.
"Saya ingin melaporkan bahwa perintah Anda sudah saya laksanakan, Tuan Muda," jawab pelayan itu.
"Bagus kalau begitu"
"Saya berani jamin, selagi saya masih bekerja di sini, Anda tidak akan pernah menemukan garpu rumput di mansion keluarga Anantram. Jika itu terjadi, maka Anda bisa memenggal kepala saya, Tuan"
"Baik, aku percaya padamu. Kau boleh pergi," kata Kainer sambil mengangguk.
Pelayan itu membungkuk penuh hormat, kemudian mundur dan berbalik.
Kainer mengusap wajah lelahnya. Ia sudah bekerja keras hingga tak tidur selama tiga malam. Ia bukan hanya sibuk mengurus tentang pemberangkatannya besok, namun juga mengurus semua hal tentang Sophia. Pria itu benar-benar memastikan bahwa tunangannya akan merasa aman meski tak ada dia disampingnya.
Satu helaan napas keluar dari mulut Kainer. Pria dengan kemampuan berpedang di atas rata-rata itu kembali memandang Sophia.
"Baik, Sophia, ayo kita lanjutkan obro..."
Mata Kainer tak bisa mempercayai apa yang ia lihat. Wanitanya, kini kembali menatapnya dengan penuh cinta.
Wajah Kainer sedikit terkejut, namun Kainer yakin ia tidak salah lihat.
Dia menatapku! Dia akhirnya menatapku tanpa rasa takut!
Keduanya bertatapan dengan perasaan hangat dalam waktu yang cukup lama. Hal itu beru berakhir kala Sophia tersadar. Wanita itu mengerjapkan mata, kemudian bergegas kembali ke kamarnya. Meninggalkan Kainer yang masih mematung senang.
"Hah..." Satu helaan napas keluar dari mulut Sophia.
Wanita dengan rambut cokelat terang itu memegang dadanya sendiri. Entah karena rasa takut, atau... rasa yang lain, dadanya kini berdebar kencang.
Sophia tersenyum tipis, pipinya juga mendadak merona. Ia memang takut dan terus gemetar saat berada di sekitar Kainer, namun sejujurnya, putri Marquess Jullian itu amat merindukan tunangannya.
Setelah mendengar ucapan pelayan tadi, Sophia merasa bersalah. Kainer, tunangannya itu rupanya terus mengingat hal detail tentang dirinya, juga terus menjaga keamanannya meski dari kejauhan.
Perhatiannya juga membuat hati Sophia melunak. Belakangan ini, setiap sore, selalu ada kue-kue kecil di kamar Sophia. Dengan melihat, Sophia bisa langsung tahu siapa yang membeli kue itu untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAINER [TAMAT]
Vampire"Tunanganku bisu. Aku sendiri yang memotong lidahnya" Sophia mencintai tunangannya dengan sepenuh hati. Berharap besar bahwa sang tunangan akan merubah hidupnya menjadi lebih baik. Membawanya keluar dari penjara keluarganya sendiri, namun Sophia tid...