Hari hampir berakhir. Matahari jelas sudah tenggelam setengahnya saat ini. Namun, hal itu malah membuat alun-alun semakin ramai.
Suasana damai disana tentu merupakan favorit bagi banyak vampir. Tak heran bila alun-alun selalu ramai dikunjungi. Bahkan tempat itu tak pernah sepi pengunjung.
Sayangnya, suasana damai di tempat itu tidak mempengaruhi perasaan Sophia. Meski beberapa saat yang lalu, ketika di kedai dia gembira akan sikap Kainer, namun kini dadanya sesak lagi.
Bagaimana tidak. Gadis itu melihat Kainer digandeng oleh wanita lain sepanjang jalan-jalan ini. Pria itu juga tidak menolak dan hanya diam, membuat hatinya semakin perih.
Sejak turun dari kereta, Aria langsung menempeli tunangannya. Begitu juga saat jalan-jalan dilangsungkan.
Saat ini, Sophia berjalan di belakang Kainer dan Aria. Memperhatikan tangan Aria yang bergelandot di bahu tunangannya. Berjalan pelan seperti pelayan yang menemani tuannya berkencan.
"Nah, batu besar itu adalah tempat kesukaanku!" seru Aria sambil menunjuk sebuah batu besar yang ada disana.
Batu itu sangat mencolok. Ada sepasang borgol di dua sisinya. Itu adalah tempat bersejarah bagi kerajaan ini. Tempat dimana ratu mereka pernah dipertontonkan di alun-alun karena sedikit berbeda dari yang lainnya.
Tak heran bila di sekitar batu itu amat ramai. Di kelilingi banyak vampir yang datang untuk mengenang mendiang sang ratu.
"Cerita tentang ratu terhebat sepanjang sejarah itu selalu membuatku kagum. Aku harap, akan ada ratu yang sama sepertinya kelak. Ratu yang amat menyayangi dan di sayangi rakyat," jelas Aria.
"Kau selalu mengatakan itu setiap kali kita kesini. Aku sampai lelah mendengarnya," ucap Kainer.
Aria tertawa kecil. Dia cukup senang saat tahu bahwa Kainer tidak melupakan ucapan-ucapannya.
Berbeda dengan Aria yang bahagia, Sophia malah semakin sedih saat ini. Ucapan Kainer membuatnya bertanya-tanya, apa kedua vampir ini sering menghabiskan waktu bersama?
"Sophia, kau tahu tentang cerita itu, kan?" tanya Aria.
"Tidak," jawab Sophia.
"Apa guru di keluargamu tidak menceritakannya? Ah, Sophia... itu adalah sejarah yang amat hebat"
Sophia bungkam. Dia tidak tahu harus memberi jawaban seperti apa saat Aria mengucapkan 'guru dikeluargamu'. Dia tidak ingin Aria tahu bahwa dirinya tidak pernah mendapatkan pendidikan formal. Sophia tidak ingin mempermalukan Kainer.
"Ah, apa kau membolos saat pelajaran sejarah? Kau seperti ayahmu yang sering membolos saat rapat di istana," ucap Aria sambil tertawa kecil.
"Hentikan tawamu, Aria," ucap Kainer sinis sambil melirik Aria.
"Kenapa? Itu, kan hanya candaan." Aria mengerucutkan bibirnya. "Sophia juga tahu kalau itu candaan. Benar, kan, Sophia?"
Sophia tidak menjawab. Langkahnya bahkan tidak terdengar lagi di telinga Kainer dan Aria, mambuat mereka keheranan. Keduanya kemudian membalikkan badan, penasaran kenapa gadis itu tidak menjawab.
"Sophia?!" teriak Kainer sambil berlari ke arah tunangannya.
Kainer langsung mendekap Sophia. Saat itu pula, vampir yang ada di tempat itu memusatkan pandangan kepada mereka. Terkejut sekaligus penasaran.
Kainer balik menatap tajam semua vampir yang memperhatikan mereka. Seketika, semua vampir yang melihat hal itu langsung mengalihkan pandangannya. Mereka tentu mengenal dengan baik siapa Kainer, putra Duke Anantram yang sangat lihai berpedang.

KAMU SEDANG MEMBACA
KAINER [TAMAT]
Vampiros"Tunanganku bisu. Aku sendiri yang memotong lidahnya" Sophia mencintai tunangannya dengan sepenuh hati. Berharap besar bahwa sang tunangan akan merubah hidupnya menjadi lebih baik. Membawanya keluar dari penjara keluarganya sendiri, namun Sophia tid...