Sophia menebar pandangan ke depan. Menatap pancuran air yang jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Diperhatikannya air yang mengalir itu dalam waktu yang cukup lama. Termenung dengan bibir tersenyum, memikirkan sesuatu yang berkebalikan dengan air, yaitu api.
Putri bungsu Marquess Julian itu tengah memikirkan api-api asmara yang tumbuh semakin besar dalam hubungannya dengan Kainer. Hubungan keduanya yang kini amat sangat membaik membuat Sophia sering tersenyum.
Itu hal yang baik, kan?
Mereka saling mencintai. Setidaknya itu yang Sophia pikirkan.
Yah, meski pada kenyataannya pria dengan mata kuning terang itu belum pernah menyataan perasaannya, namun lewat sentuhannya, dekapannya, dan matanya, Sophia menganggap bahwa itu semua adalah pengungkapan cinta.
Lagi pula, Sophia yang memang tidak pernah dekat dengan siapa pun selama seumur hidupnya, tahu apa soal cinta?
Sophia tak tahu apa pun. Tak punya pengalaman apa pun. Yang ia punya hanya pikirannya sendiri.
Namun, bukan Sophia namanya jika tidak menimpali pikiran positif dengan pikiran negatif. Isi kepalanya memang selalu tumpang tindih. Kini, sebuah pertanyaan mendadak lewat di kepalanya, membuat senyumnya mendadak sirna.
“Anna, kira-kira apa alasan Kainer menerima tawaran pertunangan dari ayah?” tanya Sophia tanpa memindahkan pandangannya.
“Mungkin Tuan Kainer menyukai anda sejak lama, Nona. Sebelum pertunangan dilangsungkan, mungkin tuan sudah menaruh hati pada anda”
“Jangan konyol, Anna. Aku belum pernah bertemu dengan Kainer sebelumnya. Hari pertunangan itu adalah hari pertama kami bertemu. Eum, Anna... Apa Kainer terpaksa bertunangan denganku? Apa ayah memaksanya?” Sophia mulai menoleh ke samping kirinya, memandang Anna dengan wajah gelisah.
“Meskipun itu benar, namun pada akhirnya, Tuan Kainer mencintai anda. Itu sudah cukup, kan, Nona?”
Anna benar. Jawabannya memang selalu membuat Sophia tenang. Kini, Sophia kembali melempar pandang ke pancuran air di hadapannya. Bibirnya mengulas senyum tipis. Sangat bersyukur karena pengasuhnya adalah Anna yang memiliki aura positif.
Sophia mengelus tangan kanannya sendiri. Sesekali tersenyum. Wanita bersurai cokelat terang itu tengah meniru gerakan tangan Kainer semalam, berupa belaian lembut dan hangat yang sampai saat ini membekas di tangan Sophia.
Setiap malam, setiap hendak berbagi kehangatan, Kainer selalu membelai lembut tangan kanan Sophia. Sangat bersikap halus. Sangat tampan dan gagah. Selalu sukses membuat Sophia memuja dirinya dalam hati.
“Nona, cuaca mendadak dingin. Saya akan mengambilkan syal untuk anda. Tunggu sebentar disini. Kediaman Count sangat luas, juga terasa seperti labirin, jadi jangan pergi kemana pun, Nona,” ujar Anna pada majikannya yang masih asyik termenung.
Sophia sadar dari lamunannya. Wanita itu buru-buru menoleh kepada Anna seraya berkata, “Ah, tentu! Aku akan diam di sini, Anna”.
Setelah jawaban itu keluar dari bibir ranum Sophia, Anna mengulas senyum hangat. Pelayan itu ikut senang melihat suasana hati Sophia yang semakin membaik setiap harinya.
Anna berbalik, kemudian bergegas pergi dari sana. Ia bergerak cepat agar sang majikan tidak perlu sendirian dalam waktu lama.
Sepanjang jalan, Anna menoleh ke kanan dan kirinya. Sesuai ucapannya tadi, kediaman Count adalah tempat yang rumit. Mirip labirin.
Anna datang ke tempat ini untuk menemani Sophia yang mendapat ajakan dari Kainer. Dari yang Anna dengar lewat bibir Sophia, Kainer sedang ada pertemuan penting bersama Count, ingin membahas masalah wilayah katanya. Meski sebenarnya Anna menangkap sesuatu yang lain dari pria itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
KAINER [TAMAT]
Vampire"Tunanganku bisu. Aku sendiri yang memotong lidahnya" Sophia mencintai tunangannya dengan sepenuh hati. Berharap besar bahwa sang tunangan akan merubah hidupnya menjadi lebih baik. Membawanya keluar dari penjara keluarganya sendiri, namun Sophia tid...