"Turunkan semua barangnya!" perintah Kainer pada pelayan yang berberbaris di depan pintu masuk mansion.
"Baik, Tuan," sahut para pelayan, kemudian berjalan menuju kereta barang yang berada tepat di belakang kereta Sophia.
Kainer menelan ludah, kemudian memberanikan diri mengulurkan tangan ke depan pintu kereta Sophia. Pria itu sedang berusaha memperlakukan tunangannya sebaik mungkin, namun sialnya, Sophia malah turun dari kereta tanpa meraih tangan Kainer. Wanita dengan rambut cokelat berkilau itu bahkan enggan melirik kepada Kainer sewaktu menapakkan kakinya ke tanah keluarga Anantram.
"Aku pantas mendapatkan ini," gumam Kainer sambil menatap telapak tangannya sendiri.
Kainer dan Sophia tiba di mansion Anantram pada dini hari. Meski keduanya tidak berada dalam kereta yang sama, namun Kainer dan Sophia tiba disaat yang bersamaan. Hal itu dilakukan karena Sophia belum bisa menerima perbuatan lancang Kainer. Selain itu, setiap kali Sophia bertatapan atau disentuh oleh Kainer, ia akan mulai ketakutan dan menangis.
Karena hal itu, Kainer memilih untuk menunggang kuda sendirian. Dia akhirnya mengawal tunangannya dari samping sambil terus menyumpah serapahi dirinya sendiri.
Aku harusnya mati saja.
Kenapa lintah itu tidak meminta nyawaku saja?
Aku harus menderita seumur hidupku karena melakukan hal kejam itu.Bagi Kainer, ditakuti oleh Sophia adalah mimpi buruk. Hal itu lebih menyeramkan dari pada neraka yang sering diceritakan oleh Luke kepadanya sewaktu kecil.
Semua mimpi dan cita-cita yang ia janjikan untuk Sophia sirna. Kebahagiaan yang pernah diucapkan Kainer untuk Sophia, itu juga hangus. Pada akhirnya, Kainer hanyalah sumber trauma baru bagi Sophia dan bukan penyembuh mentalnya.
Tak tak tak
Suara sepatu kulit mewah terdengar mendekati Kainer. Pemiliknya adalah Luke, kepala pelayan tersetia yang pernah dimiliki oleh keluarga Anantram.
"Selamat datang kembali, Tuan," sapa Luke sambil membungkukkan badan.
"Ya," jawab Kainer lesu.
Luke memperhatikan wajah tuannya dengan saksama, kemudian bertanya, "Maaf jika saya lancang, tapi apa terjadi sesuatu sewaktu di kediaman Count Justin?"
Kainer diam membisu. Dia bukannya ingin menyembunyikan hal ini dari Luke, namun terlalu lelah dan lesu untuk membahasnya.
"Nona Sophia tidak menjawab pertanyaan saya, Beliau malah membungkuk dan menangis, kemudian berlari ke kamarnya. Jujur, saya sedikit khawatir pada Beliau," ucap Luke.
"Aku juga khawatir," ucap Kainer sangat pelan.
"Maaf, Tuan, saya tidak bisa mendengar suara Anda"
"Lupakan. Sekarang, dimana Ayah?" tanya Kainer sambil melepas sarung tangan hitamnya.
"Tuan Duke berada di ruangannya," jawab Luke.
"Baik, aku akan menemuinya sekarang," ucap Kainer sambil menyerahkan sarung tangannya pada Luke. "Terimakasih, Paman," lanjutnya sambil berjalan.
"Tuan muda, apa tidak sebaiknya Anda istirahat dulu? Nona Sophia sepertinya membutuhkan Anda," kata Luke sambil ikut berjalan di belakang Kainer.
"Aku tahu, Paman, tapi aku akan menyelesaikan tugasku sampai tuntas dulu"
Luke menghela napas, kemudian tersenyum. "Jangan terlalu ambisius soal pekerjaan, Tuan Muda. Anda bisa kehilangan segalanya hanya karena gila kerja. Belajarlah dari kesalahan ayah Anda dan cobalah menikmati hidup".
Kainer menghentikan langahnya, ia merenungkan perkataan Luke dengan saksama. Kesalahan ayah Kainer adalah memilih untuk tetap kokoh mempertahankan keadilan dari pada menyelamatkan ibu Kainer. Yah, meski sebenarnya itu tidak bisa disebut kesalahan, namun dimata Luke, melihat ibu Kainer yang ia anggap sebagai putrinya sendiri tiada karena dikorbankan demi misi, itu membuatnya amat kehilangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
KAINER [TAMAT]
Vampiro"Tunanganku bisu. Aku sendiri yang memotong lidahnya" Sophia mencintai tunangannya dengan sepenuh hati. Berharap besar bahwa sang tunangan akan merubah hidupnya menjadi lebih baik. Membawanya keluar dari penjara keluarganya sendiri, namun Sophia tid...